Note: kalau ada typo kalimat jadi tidak bisa dibaca boleh ditandai ya. Nanti tak revisi ^^
***
Jevan meraih tangan Zarina, disandingkannya jemari mereka berdua. Pandangan matanya yang penuh kebahagiaan haru mengamati cincin serasi yang masing-masing tersemat di jari manis. Masih menggenggam lembut tangan Zarina, Jevan yang duduk di seberang meja mencondongkan tubuh mengecup lama bibir wanita itu.
“Terima kasih,” kata Jevan setelah duduk kembali. Zarina balas ganti mengelus jemari Jevan, hanya tersenyum.
Semuanya berjalan lancar sesuai apa yang telah Jevan rencanakan untuk Zarina. Malam ini hasil dari kejutan lelaki itu, mereka berada di sebuah taman privat dari sebuah restoran bintang lima. Suasana romantis menyelimuti mereka berdua bagai dalam mimpi dengan harum semerbak rumpun bunga juga nyala kecil dari cup-cup lilin yang diletakkan strategis.
Berselang setelahnya Jevan mengangkat tangan, memberi isyarat kepada kepala pelayan yang berdiri tak jauh dari sana untuk menghidangkan menu penutup.
Kejadian itu terjadi saat satu orang pelayan tanpa sengaja menyenggol gelas berisi air putih dingin hingga tumpah ke pangkuan Zarina. Itu hanya satu bencana kecil, tapi dalam sedetik yang singkat beragam spontanitas membuat kehebohan.
“Ya Tuhan! Nona maafkan saya,” seru pelayan panik, segera meletakkan sembarang nampan yang dibawanya untuk meraih serbet kecil demi bisa membantu Zarina. Melihat itu Jevan juga ikut bangkit mendekati kekasihnya.
Namun reaksi dari Zarina bukan sebuah senyum pengertian atau mungkin marah atas kecerobohan si pelayan. Wanita itu justru merasa ketakutan---bola matanya melebar memandang tak pasti, bibirnya bergetar dengan napas gemetar, serta kepalan tangan yang bergerak seolah ingin melindungi diri. Susah payah berdiri dari kursi menghindari sentuhan si pelayan, Zarina tanpa benar-benar disadarinya berkata, “Maafkan saya.”
Si pelayan yang merasa bersalah, dengan bingung tetap berusaha mendekati Zarina. “Tidak, Nona, maafkan saya. Biarkan saya membantu Anda.”
Zarina menjauh, tersandung mengambil langkah-langkah goyah ke belakang. Dalam tundukan kepala wanita itu berbicara berulang dengan kata-kata yang sama. “Maafkan saya. Maafkan saya. Maafkan saya....”
Sementara itu Jevan yang telat menyadari ada sesuatu yang salah dengan Zarina segera menghalau si pelayan agar menyingkir. Sigap ia menangkap ke dua bahu Zarina---menghentikan pergerakan wanita itu yang hampir menabrak pot di belakangnya. Namun, selama itu gumaman permintaan maaf Zarina dalam nada sedih terus terdengar.
Jevan menyejajarkan wajah, mencari-cari bola mata Zarina yang menatap nyalang sarat kengerian. “Zarina,” panggilnya lirih berhati-hati. “Zarina ... Sayang, kamu baik-baik saja?” Seraya digenggamnya lebih erat juga sedikit digoyangkannya bahu wanita itu. Ketika usaha itu tidak juga berhasil, Jevan yang merasa semakin khawatir sedikit meninggikan suara memanggil nama Zarina.
Benar saja suara keras itu mengejutkan, napas Zarina tertahan sejenak untuk kemudian terhembus putus-putus lewat mulut. Mengerjap cepat, ditatapnya langsung mata Jevan dimana terlihat bingung.
“Kamu tidak apa-apa?” ulang Jevan bertanya sarat kecemasan, tapi nada suaranya juga terdengar mendesak.
Zarina lama tidak bersuara---sebisa mungkin menenangkan diri sendiri---pun terus menghindari kontak mata dengan Jevan, sebelum akhirnya berkata, “Antarkan aku pulang.”
Jevan mengerutkan kening, ekspresi wajahnya tergambar tidak pasti. Ia jelas masih menginginkan penjelasan akan kejadian yang baru saja terjadi.
“Jevan, kumohon, tolong antar aku pulang sekarang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Only Yours ✔️
RomanceA thread Twitter story Renjun & Karina 💛💙 By Ningg Ningtyas © January 2023 Cover: Canva App