Aku, Lee Jeno.
Dan, aku duda dengan satu anak lelaki, tampan, bernama, Lee Jisung. Usiaku bisa dikatakan matang, ya, akhir tiga puluhan. Sebentar lagi di kepala empat tapi anakku selalu bilang 'Ayah itu selalu terlihat muda, mungkin karena Ayah banyak uang.'
Ya anakku satu – satunya yang mampu membuatku kembali bangkit setelah keterpurukan di tinggal cintaku. Cintaku meninggalkan aku dan si tampan Jisung. Ia sakit, dan aku terlambat mengetahui penyakit ganas yang menyiksanya selama dua tahun terakhir.
Aku tidak pernah menyangka bahwa hidupku tanpa dirinya benar – benar berantakan. Aku hilang arah, kalau kata kembaranku Jaemin, aku seperti orang linglung. Melamun menjadi kegiatan kesukaanku saat aku bangun tidur.
Selama dua tahun aku terpuruk karena kehilangan cintaku selama itu juga aku dengan Jisung seperti orang asing yang berada di satu rumah yang sama. Aku, mengabaikannya. Usianya baru belasan, Jisung masih menginjak bangku sekolah pertama dan aku mengabaikannya. Kalian bisa bayangkan bagaimana bingungnya Jisung saat itu. Ia sedang mencari jati diri lalu kehilangan Ibunya dan aku dengan tidak bertanggung jawabnya mengabaikan dirinya.
Lalu ada satu kejadian yang akhirnya aku tersadar bahwa aku memiliki Jisung disampingku, memiliki Jisung sebagai semangat hidupku, sumber dari segala bahagiaku yang sesungguhnya.
"Jika Ayah tidak bisa tidak apa, aku sudah biasa mengambil rapor sendiri."
Katanya dengan wajah tertunduk dan memerah. Saat itu aku tahu bahwa anakku sedang menahan gejolak emosinya, menahan sedih, marah dan... kecewa. Maka dimulai dari sanalah aku mencoba bangkit, mendekatkan diri pada Jisung. Tapi sepertinya Jisung sudah terbiasa sendiri.
Awal – awal aku berusaha Jisung seolah enggan menerima segala bentuk perhatianku. Aku yakin dia juga pasti terkejut dengan segala tingkah laku yang aku berikan secara tiba – tiba. Sesulit itu meluluhkan hati Jisung tapi nyatanya anak tampan keturunan Lee Jeno itu memiliki hatinya yang luar biasa baik, amat sangat.
Perlahan ia mulai membuka diri, dan perlahan aku dan Jisung kembali dekat seperti saat cintaku masih ada bersama kita.
Walau tidak sama, setidaknya buah hatiku sedikitnya bisa kembali merasa memiliki, Ayah.
Sejak awal aku dan Jisung memang tidak pernah terlalu dekat, dalam artian aku dan Jisung tidak pernah membagi luka, duka dan kesedihan hati satu sama lain. Aku sadar pada saat itu kami hanya memiliki satu sama lain. Aku mulai membiasakan diri bercerita bagaimana hariku pada jagoanku. Walau Jisung... enggan membagi harinya padaku.
Aku mengerti dan aku tetap berusaha tapi sepertinya usahaku langsung patah saat pertama kali aku memperkenalkan sosok baru yang mencuri sebagian hatiku pada Jisung.
Tatapannya menggambarkan semuanya, kekecewaan.
Aku mengerti dan aku mewajarkan sikap Jisung saat itu tapi entah apa yang membuat aku memaksakan diri melanjutkan kisahku dengan kasihku, Huang Renjun.
***
Senyumnya mengembang, matanya membentuk lengkung indah saat aku pertama kali bertemu dengannya. Pertemuan sederhana tapi afeksinya ternyata sangat luar biasa.
Huang Renjun merenggut sebagian perhatianku.
Aku menghadiri seminar di tempatnya Renjun mengajar. Sebagai narasumber pada fakultas Arsitektur. Selepas mengisi seminar yang katanya aku adalah sosok arsitek yang membanggakan karena berhasil membuat desain yang luar biasa untuk bagunan di Dubai, aku dikenalkan dengan Renjun sebagai sosok pengajar di fakultas Bahasa Inggris. Aku di kenalkan oleh seorang teman yang juga temannya, katanya sekalian bertemu tapi pertemuan itu benar - benar memberikan pengaruh cukup besar.
![](https://img.wattpad.com/cover/325466484-288-k30573.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
famILY | NOREN + Jisung
FanfictionIni kisah mereka. Dengan sudut pandangan yang berbeda tapi berakhir bersama.