[19]

2.9K 250 32
                                    

19. Say goodbye

A/N: Cuyy, pokonya harus puter lagu galau, tapi kanjeng ratu saranin puter lagunya Benson Boone—in the stars. Soalnya disini nanti ada kabar duka. Atau punya Shanna Shannon—Kamu dan segala kenangan. Puter yahhh, atau pake lagu andalan kalian aja sii!!!! POKONYA HARUS PUTER LAGU!!!!

Sebelum baca, tebak siapa yang bakalan gugur di chap ini?

_____

Narren mengikuti langkah kaki remaja di depannya ini. Menuju sebuah rumah kecil yang nampak sedikit berdebu, mungkin sudah lama tidak dibersihkan.

Dan tentu karena orang yang membersihkannya sedang terbaring di kasur rumah sakit.

Dan remaja tadi adalah Dian. Membuka pintu yang hanya di kaitkan dengan kunci kancing.

Dian mempersilakan masuk. Dan Narren serta barang di tangannya, baju-baju kotor milik Atta dan Dian di taruh di kursi kayu.

"Makasih kak udah anterin Dian. Mau minum dulu?" Tawar Dian.

"Boleh. Air putih aja. Gue numpang istirahat disini bentar, ya?" Dian mengangguk, membawa baju kotornya ke belakang meninggalkan Narren yang nampak lelah memposisikan dirinya berbaring berbantalkan lengan dan memejamkan matanya.

Mungkin dirinya terlihat tenang, tapi hatinya gelisah. Sesuatu di dalam dirinya bergejolak, seolah resah-resah itu terus datang silih-berganti.

Banyak yang Narren pikiran. Tapi yang lebih  dominan ke kenapa lo bisa bisanya kepikiran buat donor hal yang penting banget di hidup lo? Narren bener ingin berseru, 'I CAN'T BELIEVE IT!!!'

"Gue sakitin lo banget ya, Ta?"

Dulu Narren tidak pernah peduli pada Atta, tidak pernah memperhatikan atensi Atta. Tapi sekarang seolah resah itu hanya berpusat pada Atta.

Sialan!!

"Apa memang gini hukum alam?"

-

Melati menatap sepucuk surat yang ada di genggamannya. Lalu melihat orang yang memberikannya.

"Titip anakku ya, mbak." Orang itu, dokter Gibran, memeluk erat wanita cantik di depannya ini.

Melati menangis. Sama dengan Gibran. "Emang harus pergi ya, Gib?"

Melati merasakan anggukan kepala Gibran yang ditumpukkan di atas kepalanya.

"Maafin aku, mbak. Aku nggak bisa lama-lama disini, aku titip anakku, anak kita mbak. Tolong jaga dia, ya!"

"Kamu bakalan pulang lagi ke sini, kan, Gib?" Kini berganti menjadi gelengan yang menjadi jawabannya. Mereka sama-sama menahan rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya.

"Tapi nanti kalau dia kangen kamu gimana? Aku harus apa, Gib!"

Ikatan ibu dan anak itu akan selalu terhubung. Terlepas mereka sebenci apapun, sejauh apapun. Melati mana mungkin bisa mengatasi semuanya, itu diluar kendalinya.

"Kalau nanti itu terjadi, bilang sama Kana. Lihat langit, inget bahwa kita masih dibawah langit yang sama. Memandang bulan yang sama. Dan kami punya darah yang sama."

Melati benar-benar melepas Gibran saat pesawatnya akan segera lepas landas.

"Jaga diri kamu baik baik. Goodbye, Gib."

JALAN PULANG [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang