5. Hate This Distance!

48 2 0
                                    


.
.

Aksa berlari tak tentu arah, intinya dia terus mengelilingi sekolah luas ini.

Nara, dimana gadis itu?

Dia berhenti lari sejenak ngos-ngosan, berpegangan pada pegangan tangga disampingnya, matanya mengamati ke sana dan ke mari.

Ayo berfikir Aksa! Dimana tempat Nara sering singgah disekolah?

Lapangan basket?

Kantin?

Kelas?

Atau ..

Dia ikut melihat keributan dibelakang sekolah tadi dan Aksa tidak melihatnya?

Aksa kembali berlari, kini kakinya membawanya ke kantin, dan ia tertegun Nara disana, makan dengan damai.

"NARA!"

Nara yang mendengar namanya disebut dengan keras sontak berjingkat kaget dengan mata melotot dan pipi mengembung sebelah.

Nara duduk sendirian disana entah ke mana temannya pergi. Dia melotot garang mendapati Aksa yang ngos-ngosan dengan keringat bercucuran di dahinya.

"Kenapa sih teriak-teriak?"

"Lo nggak papa?" Aksa menormalkan deru nafasnya. Dia kembali dengan raut tengilnya seperti biasa, jangan sampai ketahuan khawatir, nanti bisa-bisa Nara geer.

"Gak papa lah, kenapa sih?" Nara melanjutkan makannya yang tertunda, tak menghiraukan laki-laki tengil didepannya itu.

"Dibelakang sekolah kena teror lagi, mereka hancurin gerbang belakang." Ceritanya.

Nara terdiam, dentingan sendok dinampannya pun tak terdengar lagi.

"Kenapa mereka dateng lagi?" Lirihnya.

"Hufft, lo bisa gak gausah jauh-jauh dari gue?"

"Gue lari-larian nyariin lo disekolah yang luas ini, Naraaaa!"

"Dan ternyata lo aman damai makan di sini, gue bersyukur lo gapapa."

Saat hendak menjawab, Aksa mengangkat tangannya menyuruhnya diam. "Satu lagi, mana Amara? Kenapa sendirian?"

"Amara di kelas, dia tidur."

"Ingetin gue, lo pulang bareng gue hari ini."

.
.
.
.

"Zea!"

Gadis itu tak menghiraukan suara laki-laki yang terus meneriakkan namanya.

"Zea! Gue bilang BERHENTI." Tetap tak dihiraukan.

"ZEA!" Teriaknya menggelegar, bahkan Zea sampai gemetar mendengarnya.

Melihat Zea berhenti Astorio bergegas menyusulnya. Tangannya mengepal, rahangnya mengeras dia sedang menahan amarah dengan gadis keras kepala didepannya ini.

"Gue bilang jangan libatin Dragon! Kenapa lo tetep keras kepala? Lo bikin usaha gue sia-sia buat semuanya enggak tambah rumit. " Geramnya lirih, tak mau sampai ada yang mendengar.

Zea terkekeh kecil, menyembunyikan gurat takutnya. "Kan udah dibilangin kalo enggak usah ikut campur lagi, kenapa masih?"

"Lo gak liat gue peduli sama lo? Buta mata lo, HAH?!" Muka Astor merah padam, dia memang laki-laki yang baik tapi Astorio kurang baik dalam mengontrol emosinya.

Zea terdiam, cukup terkejut dengan bentakan Astorio di tempat umum.

"Udah? Puas bentak gue?" Netranya menatap lekat manik legam Astorio. Tanpa menunggu jawaban lagi, Zea berlari menuruni tangga.

ASTOROIDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang