04.

12 3 0
                                    

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Gimana kabarnya? Masih sehat? Gak gila kan?

Sekali-kali kita harus berteriak agar dunia tau kita tidak suka dengan manusia dan lelucon di dalamnya.
—phinkyy

Cerita ini hanya fiksi. Jika ada kesalahan kata ataupun kalimat yang kurang mengenakkan, saya sebagai penulis memohon maaf sebesar-besarnya. Jika ada unsur kesamaan, saya minta maaf sebesar-besarnya juga. Cerita ini murni pemikiran saya, bukan plagiat.

Tandai TYPO!

Happy Reading

04. Dunia or Komedi?

"Dunia sedang memainkan komedi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dunia sedang memainkan komedi. Luna adalah pemeran utamanya."

Manik mata pemilik tatapan sendu mulai bergerak mengedip perlahan guna menyesuaikan cahaya. Dinding bernuansa putih serta berbagai alat medis menjadi bukti bahwa cewek itu berada di UKS sekolah. Seingatnya tadi, dia berada di tengah lapangan tapi sekarang sudah ada di ruangan kesehatan sekolah.

Kepala cewek itu menoleh menangkap sosok yang selalu ia lihat akhir-akhir ini. Jeman orangnya. Baru saja ingin membuka mulut, Jeman malah membungkam mulut itu cepat. "Udah gausah bilang makasih. Cukup lo jangan ngerepotin, itu aja." Cowok itu melenggang pergi setelah meminun teh yang seharusnya diberikan kepada Luna.

Desastrova menunggu kabar dari Jeman selama beberapa menit. Wajah cool yang dibawa cowok itu membuat rasa khawatir ketiga sahabatnya sedikit memudar.

"Gimana?" tanya Mahen menatap penuh penasaran ke arah Jeman.

"Gimana apanya?"

"Kondisinya njing," umpat Mahen saking capeknya dengan kebodohan Jeman. Andai saja ada pembuangan manusia di dekatnya, sudah pasti dia melempar sahabat yang tengilnya tiada tara itu.

"Sama aja, kayak manusia pada umumnya."

"Gue nanya kabarnya tu cewek goblok." Pertikaian diantara keduanya semakin memanas.

"Baik," jawab Jeman dengan nada menyebalkan yang selalu dia punya.

Sementara di ujung pintu, sudah berdiri Devan dan Ade, bersiap untuk memasuki kelas. Satu batu dan satu rumput itu tidak ikut dengan pembahasan Jeman dan Mahen. Mereka tau jika mereka gabung maka tak perlu meminum obat untuk menaikkan darah, cukup dengan berbicara saja.

Pelajaran PPKN tengah berlangsung. Bukan Jeman namanya jika tidak begerak. Sebuah pesawat kertas siap melayang di tangan Jeman. Saking gabutnya, lelaki itu juga menulis serangkaian kalimat romantis.

Angin tampaknya tak bisa diajak kompromi. Mainan yang tadi berada di genggaman Jeman, kini mendarat dengan baik di atas meja milik pak Hartono.

"Kepada gadis cantik pemilik tatapan sendu, aku mencintaimu layaknya senja di ujung kalbu. Aku tersesat diantara ribuan kata menuju memiliki mu. Apa yang harus aku lakukan? Tertanda si tampan, Jeman."

RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang