konspirasi

38 7 1
                                    

(pov orang pertama)


Countess Violan terkejut dengan pernyataan kepala pelayan yang bernama Ron Molan itu. Dia tidak menyangka bahwa anak laki-laki itu adalah putra bungsu Ron. Karena setahunya, putra bungsu Ron sedang dalam kondisi tidak sadarkan diri atau lebih tepatnya sedang mengalami koma. Ini bagai sebuah keajaiban baginya. Dia merasa bahagia atas kebahagiaan yang datang kepada kepala pelayannya.


“Jadi... dia adalah putramu, Ron?”

Countess Violan bertanya untuk mengonfirmasi hal tersebut.


“Benar, Countess!”

Pria tua itu tersenyum lembut.

Ron kemudian memeluk putranya dengan penuh syukur.

“Selamat datang, putraku!”


Kedua mata anak itu bergetar, penuh dengan kebingungan. Bagaimanapun dia memikirkannya, dia tidak mengerti dengan situasi yang kini tengah dialaminya. Diam merupakan satu-satunya pilihan paling bijak yang bisa dia lakukan saat ini.


“Ron! Selamat atas sadarnya putramu!”

Count Deruth yang sedari tadi diam, maju menghampiri mereka berdua.


“Terima kasih, Tuan! Saya sangat bersyukur bahwa kini putra kesayangan saya telah sadarkan diri!”

Ron menjabat tangan Count Deruth dengan saksama.


“Iya, Itu bagus untukmu!”

Count Deruth melepaskan tangannya dan melingkarkan tangannya ke pinggang istrinya.

“Mari kita pergi! Anak itu perlu istirahat!”


“Oh, tentu! Kalau begitu, Tuan Ron!”

Ron mengangguk ringan.

“Saya turut bersuka cita! Kami undur diri sekarang!”

“Terima kasih, Countess!”

Ron membungkuk hormat atas kepergian mereka berdua.


Violan dan Deruth berjalan keluar dari ruang tamu yang digunakan Violan untuk memeriksa anak berambut merah itu. Deruth melihat senyum istrinya mengembang penuh. Dia mengalihkan pandangan ke depan dengan pikiran kosong.


“Ini benar-benar membahagiakan, bukan?”

Violan menatap suaminya dengan ekspresi wajah yang berseri-seri.

“Iya, tentu!”

Deruth menjawab singkat, tanpa memandang Violan sama sekali.


Violan mengerutkan keningnya saat melihat respon yang dikeluarkan oleh suaminya itu. Dia menunduk dan memperlambat laju jalannya.

“Ada apa?”

Deruth bertanya dengan perubahan emosi istrinya.

“Apa dia mengingatkanmu pada mendiang putramu?”


“Apa maksudmu?”


“Ron telah bercerita padaku. Tentang kedekatan putranya dengan mendiang putramu, Cale Henituse. Dia bilang, mereka sering bermain bersama pada waktu itu.”

Deruth menghentikan langkahnya. Dia mengepalkan jari tangannya lebih kuat. Lalu mendesah cukup panjang. Masa lalu mulai terbayang dibenaknya. Sementara Violan menunggu dengan sabar sampai pikiran suaminya itu kembali ke tempatnya semula.

“Iya! Kehadirannya membuat aku teringat kembali pada mendiang putraku.”
Deruth mengakui hal tersebut.

Wanita itu memperhatikan bahu suaminya yang lesu dimakan masa lalunya. Meskipun Violan beberapa kali menghadapi suaminya yang demikian, dirinya masih tidak pandai berkata-kata untuk menghibur seseorang. Dia hanya menggenggam telapak tangan Deruth dengan erat. Berharap kehangatan tangannya dapat menyelimuti hati suaminya yang penuh luka.

Deruth mengerti dengan maksud dari istri berharganya itu. Kehangatan itulah yang selalu menjadi tempat pelarian Deruth dikala sulitnya. Dia mengecup lembut punggung tangan istrinya yang tengah digenggam sebagai ucapan terima kasihnya.











*****

(POV orang ketiga)


Saat ini, anak berambut merah itu tengah digendong Ron kembali menuju kediamannya. Hanya ada keheningan di antara mereka yang mengiringi perjalanan kecil tersebut.
Ron membuka pintu rumah yang memang diperuntukkan sebagai tempat tinggal kepala pelayan di kediaman Henituse. Itu bukan rumah yang mewah tapi setidaknya itu adalah rumah yang nyaman dan aman. Tempat dirinya melepas topeng dan menunjukkan jati dirinya.

“Ayah! Tuan muda menghilang!”

Beacrox berteriak dari lantai dua setelah mendengar ada seseorang yang sedang memasuki rumahnya. Dia dengan cepat berlari ke bawah ke tempat seseorang yang diyakini sebagai ayahnya itu.


“!!!”


Matanya melebar penuh saat menemukan sosok yang tengah dia cari, berada di dalam gendongan ayahnya dalam kondisi telah sadarkan diri.


“Tu-tuan muda!”

Anak berambut merah itu menyipitkan matanya, menatap sinis pada Beacrox dan juga Ron.

Ron menurunkannya dan membiarkan anak itu duduk di sofa. Sementara keheningan masih terus merayap menunggu kebenaran terungkap.


“Jelaskan!”

Anak itu melontarkan satu kata, satu perintah dengan menahan semua perasaan berkecamuk yang dirasakannya saat ini.

Ron dan Beacrox duduk dihadapan anak tersebut untuk menjelaskan seluruhnya. Masing masing dari mereka telah sadar bahwa kata-kata apapun yang nantinya dikeluarkan, akan menusuk dan mencabik habis anak berambut merah dihadapan mereka.

Anak itu juga tidak bodoh, dia menganalisis dan mengumpulkan informasi dari tindak tanduk orang-orang disekitarnya. Secara garis besar, dia sudah tahu mengenai kondisi dan situasinya saat ini.


“Saya tidak yakin harus menceritakan dari mana. Tapi saya akan menceritakannya dari awal.”

Ron mengatakannya sambil memperhatikan raut wajah dari tuan mudanya yang tidak berubah.

“Setelah kematian mendiang ibu anda, Count Deruth mulai mengosumsi alkohol dalam jumlah yang tidak wajar. Dia tidak menerima hal tersebut dan entah bagaimana dia mulai menyalahkan kematian mendiang pada anda. Di titik ini, anda pasti tahu apa yang terjadi saat itu.”


“...”


Cale Henituse mau tidak mau harus mengakui ingatan-ingatan yang bertentangan dengan miliknya di kehidupan yang sebelumnya.


“lalu...”

Ron molan terus menceritakan semuanya.

Menurut pengakuannya, ada sebuah hari dimana Count Deruth benar-benar terlihat akan menghabisi darah dagingnya itu sendiri. Mereka semua yang menyaksikan kejadian tersebut mencoba mencegah tuan mereka dan menyelamatkan Cale Henituse. Malangnya, anak yang mereka coba selamatkan itu mengalami koma dan selama 3 bulan masih belum menunjukkan tanda-tanda akan sadarkan diri.
Kemudian tanpa angin dan hujan, tiba-tiba saja Counth Deruth mengumumkan kematian putranya pada masyarakat, yang sebenarnya masih dalam kondisi hidup dan mati tersebut. Kegaduhan tercipta karena banyak orang-orang yang peduli pada anak malang tersebut. Dan puncaknya, pemecatan besar-besaran terjadi. Mereka yang menduduki posisi tidak penting langsung dipecat secara sepihak. Sementara orang-orang yang memiliki posisi penting diancam untuk merahasiakan kebenarannya dari publik. Baik para pelayan maupun para penjaga dan prajurit. Kini hanya sebagian orang saja yang mengetahui fakta itu.
Lalu sebuah cerita baru dibuat untuk melindungi keberadaan Cale henituse. Ron mengambil alih perawatannya dan memberikan identitas baru kepada Cale.

Putra bungsu dari Ron molan yang bernama, Macario Molan. Anak yang memiliki daya tahan tubuh lemah dan sering sakit-sakitan.


“Berapa lama aku kehilangan kesadaran?”

Cale bertanya setelah Ron menceritakan banyak hal.

“ 3 tahun. Kini anda berumur 10 tahun, tuan muda.”


Cale Henituse menatap kosong keluar jendela. Jujur saja, dia merasa sakit hati. Namun tidak ada kemarahan dalam dirinya setelah mendengar kenyataan yang tragis itu.

Dia mengingat lagi permintaannya kepada dewa kematian.


(“keberadaanku hanya akan menjadi duri bagi mereka, jadi biarkan saja mereka hidup tanpa aku!”)

(“Lebih baik, kau berikan saja aku hukuman untuk menebus semua dosaku!”)


Permohonannya telah dikabulkan oleh sang dewa. Nama Cale Henituse telah dibinasakan dan dia harus hidup menjadi orang lain dihadapan keluarganya. Ini adalah hasil dari apa yang dia minta.


“Ha! HAHAHAHAHAHAHAHA...”

Cale tertawa dengan pahit. Air matanya mengalir tanpa bisa ia cegah.


‘Aku mengerti...’


“HAHAHAHAHAHAHAHA”


Ron Molan dan Beacrox Molan hanya bisa membiarkan tuan muda mereka meluapkan emosinya. Dia tertawa dan menangis disaat yang bersamaan.

‘Terima kasih, Dewa Kematian!’






~Bersambung~




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 10, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ImpasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang