Chapter 1 - Bhumandala

37 4 2
                                    

Jari-jari penuh coretan cat warna itu terangkat, menghalau sinar mentari sore yang menyoroti wajah seorang gadis dengan surai panjang berwarna blonde yang dikepang longgar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Jari-jari penuh coretan cat warna itu terangkat, menghalau sinar mentari sore yang menyoroti wajah seorang gadis dengan surai panjang berwarna blonde yang dikepang longgar. Kedua kelopak mata dengan bulu mata lentik itu reflek sedikit menyipit. Bibir tipis berwarna plum membentuk sabit menghiasi wajahnya yang seputih susu.

"Kau tidak bosan menunduk pada lembaran kertas itu, Ken?"

Suara lembut mengusik sosok Kenneath Peter yang sibuk fokus menatap deretan tulisan dari benda persegi yang dipangkunya. Elleanor Charlotte—si penanya—menggeleng kecil melihat tak ada pergerakan dari sang kakak. Keduanya merupakan sosok kakak-beradik keturunan Raja Alexander yang bermartabat. Ken diberi anugerah kecerdasan melebihi kecerdasan orang seusianya di kerajaan sejak lahir. Tubuhnya yang tinggi, wajahnya yang tampan, hidungnya yang bangir, dan ketegasan rahangnya menjadi tambahan tak ternilai bagi siapa pun yang melihat sosok Ken—itu karena betapa berharganya seorang pangeran pewaris takhta Alexandreite dari Raja Alexander.

"Ken?"

"Ya?" Kini sang kakak menyerah. Ia menutup bacaannya seraya mendongak menatap sang adik.

Elle bangkit dari depan kanvas lukis yang sudah penuh dengan coretan kuas cat. Wanita muda itu tersenyum lagi. Ia bangkit dari kursi kecil, menyibakkan gaun bermotif bunganya yang selutut sembari melepas sepatu pantopel putih—yang tentu kini sudah tidak putih lagi—kemudian berjalan ke depan menghampiri danau tenang yang baru saja dilukisnya itu beberapa waktu lalu.

Bunyi kecipak air saat Elle membasuh tangannya dari cat terdengar sesekali membuat Ken mengernyit. "Kau baru saja membuatku mengalihkan diri dari bacaan ini. Sebenarnya kau ingin bertanya apa?"

Elle berbalik. Ken bangkit melepas rompi yang ia pakai untuk mengeringkan bagian tubuh adiknya yang basah. Romantis? Selain terkenal akan kecerdasannya, Ken juga terkenal akan sifat dinginnya. Tetapi tidak untuk Elle. Ia adalah sosok kakak yang sangat hangat dan seorang pendengar yang baik—secerewet apa pun Elle.

"Aku sangat penasaran. Bagaimana jadinya negeri ini jika kau yang memimpin, Kenneath Peter Alexander." Elle kembali mengenakan sepatunya.

"Jangan asal bicara," tegur Ken. "Ayah masih sangat sehat untuk rakyat dan keluarganya."

"Aku tahu. Aku hanya berandai-andai." Elle mencebik." "Lihatlah kakakku yang sangat kaku ini. Apa bisa matahari pulang dan pergi secantik ini jika kau yang berdiri di atas kursi ayah?" Ia menunjuk langit. "Mungkin negeri ini hanya akan tertutup salju abadi karenamu."

Ken meringis. Elle memang hiperbola, tetapi ia tipikal anak yang ceria sejak kecil. Ken saja bisa kewalahan tiap kali harus menjaga adiknya ini. "Kaum Ara tidak akan pernah jatuh, tidak akan pernah miskin, dan tidak akan pernah hancur. Dewa bersama kita."

"Siapa pun pemimpinnya?" tanya Elle serius.

Mendengar pertanyaan itu, Ken mengedikkan bahu. "Mungkin saja selama orang itu paham tugas dan wewenangnya. Namun, bagaimanapun juga kaum Ara adalah kaum yang sejak awal kehadirannya saja sudah diberkahi," tunjuknya ke langit—yang kini berhiaskan siluet warna oranye. "Ara merupakan salah satu nama konstelasi yang berada di galaksi semesta, Elle. Ara berarti Altar, dahulu para dewa bersumpah setia di sana sebelum pergi berperang."

Neluni Primrose ( Lia Cahya - Squirrelhope)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang