Hari ini adalah hari biasa bagi Nata untuk dilalui. Bangun di waktu pagi, membersihkan diri, dan pamit undur diri untuk belajar hingga sore hari. Mencapai sekolah tempatnya belajar tidaklah sulit. Dia hanya perlu berjalan kaki selama 10 menit. Bisa saja dia menaiki sepeda agar perjalanannya lebih singkat, itu jika dia masih memilikinya sampai saat ini.
Ketika sampai di sana, Nata hanya punya satu tujuan dikepala ketika kakinya melangkah melewati gebang sekolah ; tiba secepat mungkin ke kelas dan duduk di bangku. Ada beberapa buku yang ingin dia baca. Hatinya tak sabaran untuk merasakan kenyamanan di bangku kayu berrangka besi. Sudah jadi kebiasaan Nata untuk membaca buku didalam kelas di pagi hari. Ketika ada yang bertanya mengapa, dia akan menjawab, "pagi hari adalah waktuku. Tidak akan ada yang menggangguku di saat itu".
Nata tiba, setelah setidaknya menempuh aula 50x50, lorong sepanjang 10 meter, menaiki 4 buah tangga, untuk mencapai kelasnya yang berada di lantai 3 sebuah gedung. Membawa dirinya memasuki ruangan kelas, dimana seseorang lebih dulu berada disana. Duduk di bangku sebelah Nata, menenggelamkan sebagian wajahnya diantara tangan yang bersedekap diatas meja, sementara rambutnya yang panjang tergerai kemana mana.
Nata mengenali gadis itu sebagai Dena, teman sebangkunya.Menyadari keberadaan seseorang yang mendudukan diri di sampingnya, Dena menolehkan kepala. Pandangannya Melihat melalui tirai rambut yang berjatuhan di dahi, mendapati senyum hangat Nata yang ia anggap sebagai ucapan selamat pagi. Dena meraih headset yang sedari tadi menempel di telinganya, menawarkannya pada Nata.
"Kamu mau dengar playlist-ku hari ini?" Tanya Dena
Nata mengangguk, menerimanya, menempatkan sebelah headset tersebut pada telinganya. Kini mereka berbagi nada yang sama. Sebuah lagu yang Nata sadari sebagai lagu tentang bunuh diri.
Nata tak bisa bereaksi apapun kecuali tersenyum mendengarnya, mengingat rangkaian kata yang pernah ia ucapkan pada Dena. Membuat otaknya mengingat kembali kesepakatan yang ia bentuk bersama gadis itu. Dan Dena tersenyum balik padanya. Karena baik keduanya punya pemikiran yang sama mengenai hal itu. setelahnya, tidak ada yang bisa dilihat kecuali dua orang manusia yang sama sama berdiam diri di bangku hingga pagi hari berlalu.