"It might seem strange to start a story with an ending. But all endings are also beginnings. We just don't know it at time."
(The five people you meet in heaven)
---
Tepat pukul enam pagi aku menyelesaikan masakanku untuk aku dan Esha sarapan. "Sha ayo makan, gue masak nih" aku berteriak dari arah dapur tak lama setelahnya aku mendengar suara langkah kaki yang aku yakini itu adalah Esha. "Emang paling bener lu buka rumah makan deh kak, enaaaak banget inimah masakan lu" satu hal yang paling aku suka dari Esha ialah dia selalu jujur dalam hal apapun, bahkan jika masakan ku tidak enak maka Esha akan bilang bahwa itu tidak enak. Begitupun sebaliknya, jika dia bilang bahwa masakanku enak maka aku yakin bahwa hal itu benar.
"Kak," "kenapa kakak ga jualan makanan aja kak? Aku bisa titipin ke kantin sekolah kalo kakak mau" ujarnya.
"Emangnya kamu mau bantuin kalo kakak jualan makanan?" tanyaku kepadanya
"Gampang itumah kak, serahin aja ke Esha"
Selepas kepergian Esha ke sekolah, aku memikirkan saran yang dia berikan. Kemudian setelah berpikir aku merasa bahwa menjual hasil masakanku bukanlah hal yang buruk.
---
Jam kuliah hari ini telah usai, aku dan Devi memutuskan untuk pergi ke kantin kampus guna mencari makan siang sebelum aku pergi bekerja. Namun, selama berbincang dengan Devi pikiranku selalu tertuju kepada seorang pria yang mengikutiku semalam.
"Tar, lu ada masalah? Daritadi gue ajak ngomong tapi pikiran lu ga fokus" celetuk Devi kepadaku.
"Gue lagi mikir aja Dev, pulang kerja kemaren ada yang ngikutin gue sampe rumah. Sampe sekarang gue takut kalo pulang kerja, tapi kepo juga dia siapa" sahutku.
"Lu ngerasa punya musuh ga Tar?" aku menggelengkan kepala sebagai jawaban.
"atau lu punya utang yang belum lu bayar sampe sekarang?" tanyanya lagi, aku pun hanya menggelengkan kepalaku.
"fans lu kali itu Tar" celetuk Devi kali ini membutku mengernyitkan dahi.
"Tebakan lu kali ini ga masuk akal Dev" "menurut lu gue harus ganti arah pulang apa ga?" sambungku
"Kalo nanti masih ada yang ngikutin mah mending lu ganti arah deh Tar, cari jalan yang rame biar kalo ada apa-apa ada yang tolongin."
"Semoga aja gaada yang ngikutin gue."
Semoga saja.
---
Setibanya di café tempatku bekerja dan memarkirkan motorku, aku berjalan menuju pintu masuk café namun ada satu hal yang menarik perhatianku. Ada sebuah motor hitam dan jaket hitam yang sama persis seperti yang digunakan oleh seseorang yang mengikutiku malam itu. Saat berada di dalam aku menanyakan kepada beberapa karyawan yang sedang bekerja mengenai siapa pemilik motor tersebut. Namun nihil. Tidak ada satu pun karyawan di sini yang mengetahui pemilik dari motor itu.
Saat café hampir tutup pun motor hitam itu masih terparkir di sana. Mengesampingkan rasa penasaranku akan pemilik motor tersebut, aku bergegas pulang karena tidak ingin membuat Esha lebih lama menungguku di rumah.
Ketika aku berpikir bahwa tidak ada lagi seseorang yang mengikutiku pulang, nyatanya percuma. Aku menambah kecepatan sepeda motorku, karena lagi dan lagi sosok itu masih mengikutiku. Demi menghindari hal-hal buruk yang akan terjadi, aku memutuskan untuk berhenti di salah satu minimarket yang memang buka 24 jam. Setelah menunggu selama tiga puluh menit dimana aku yakin bahwa orang itu tidak mengikutiku lagi, aku bergegas untuk pulang.
Sesaat setelah aku berbelok di persimpangan, dari kejauhan aku melihat seseorang yang mengikutiku berada di depan gerbang rumahku. Memberanikan diri untuk mendekat dan memberhentikan motorku tepat di sebelahnya. Keraguan sempat melandaku ketika berusaha mencari tau siapa sosok dibalik helm itu.
"Lu gaperlu takut, gua bukan orang jahat" tegas orang itu kepadaku. Melepas helm yang di pakainya dan menunjukkan siapa dia yang sesungguhnya.
Tunggu.
"Mahatma?" memang saat aku akan pulang selepas bekerja aku melihatnya berada disebuah toko kelontong diseberang café dengan sebuah rokok di mulutnya dan sedang berbincang dengan seorang pria.
Muncul banyak pertanyaan dikepalaku. Kenapa dia mengikutiku? Apa tujuannya? Dan beberapa pertanyaan lainnya yang tidak jauh berbeda. Bahkan bisa dibilang aku dan dia hanya sebatas pelanggan dan pelayan café, tidak lebih. Dahiku mengernyit dalam ketika memikirkannya.
Interaksiku dengannya pun hanya sebatas karyawan yang mengantarkan pesanan kepada pelanggan, tidak lebih. Hal ini lah yang membuatku bingung akan tujuannya untuk apa mengikutiku. Bahkan aku yakin, siapa pun yang mendapat kejadian seperti ini akan merasakan kebingungan yang sama sepertiku.
"Are you crazy or something? Kenapa lu ngikutin gua? Tujuan lu apa?" tanyaku kepadanya.
"Gua ga gila. Gua gaada tujuan yang buruk buat ngikutin lu," Jawabnya, "jam pulang lu terlalu malem buat seorang perempuan. So I just want to make sure that you're safe." jelasnya yang lumayan panjang.
"Bisa ngomong panjang lebar juga ternyata" batinku. Tidak ingin terlalu lama berinteraksi dengannya, karena rasa takut akan perilakunya yang menurutku janggal serta mengesampingkan beberapa pertanyaan yang berada di otakku saat ini. Aku menuntun motorku ke dalam rumah dan mengunci gerbang serta rumahku.
----------
Yuhuuuu~
Sesuai janji aku ke kalian, hari ini aku up lagi cerita Tara.Buat kalian yang mau ngasih aku kritik atau saran boleh banget kok guys
Terimakasih buat kalian yang masih mau baca cerita aku dan masih mau nunggu kelanjutan ceritanya juga, i really appreciate that💕
Jangan lupa votenya ya teman-teman🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
Tara
Teen Fiction"Gue tau lu orang paling mandiri yang pernah gue temuin Tar, tapi tolong libatin gue disetiap hiduplu." -Mahatma Gyan Sagara "Lakuin apa yang emang lu mau, lakuin apa yang emang lu suka. Apa pun itu. Tugas gue di sini cuma buat ngedukung lu Tar." -N...