"Papa!"Kebetulan yang menyenangkan, bukan?
Serius, Janu tidak tahu kalau putrinya akan beribadah ke gereja ini. Tadi ia hanya menanyakan Eila sedang apa dan Nada bilang lagi siap-siap ke gereja. Setelah itu, Janu cuma minta foto Eila, tapi ternyata semesta mempertemukan ia dengan putrinya. Dan kini gadis cilik itu telah berada di pelukannya.
"Papa ke geleja juga?" tanya Eila, mengurai dekapan.
Janu mengangguk. "Iya." Senyum tipisnya terbentuk. "Eila happy ketemu Papa?"
"Happy!" jawab Eila, antusias. Tapi kemudian atensinya tersulih ke belakang ayahnya. Jovan cengar-cengir. "Kajo!" panggilnya, beralih pada sang paman, kedua tangannya direntangkan ke atas. "Gendong!" rengeknya manja.
"Ya elah, baru ketemu udah minta gendong!" cebik Jovan, memutar mata.
Janu bangkit, menyenggol lengan adiknya dengan lengannya. "Tinggal gendong apa susahnya sih!"
"Nggak di Jakarta, nggak di Bandung, dibabuin mulu gue!" keluh Jovan. "Gini amat jadi anak bungsu." Kendati demikian, ia tetap mengindahkan. Merendahkan posisi—membelakangi Eila, lalu dengan semangat bocah empat tahun itu nemplok ke punggungnya sambil cekikikan—apalagi waktu bapaknya ngacungin jempol, memberi isyarat.
"Belangkaaaat!" seru Eila.
Mereka memasuki gereja.
Janu sempat menyapa mantan mertuanya, namun yang merespons hanya Hartomo. Nimaz melengos, menggandeng Nara, melewati Janu yang seketika mengatupkan bibir—tampak kecewa, sedang Nada ... wanita itu berdeham sejenak. Menghaturkan maaf. Janu mengangguk, berusaha maklum. "It's okay."
"Papa, ayo!" Di gendongan sang paman, Eila melambai pada ayahnya.
"Iya, Sayang," sahut Janu, tersenyum simpul. Pria itu melangkah beriringan dengan sang adik, menuju barisan tengah, duduk di sana, sementara Nada dan keluarganya menempati bangku depan. Eila ... gadis kecil itu memilih bersamanya. Duduk diantara dia dan Jovan. "Eila, ke sininya naik apa?"
"Naik mobil, tapi mobilnya langsung pulang," jawab Eila.
Janu mengerutkan kening.
Dikoreksi Nada yang kemudian menoleh ke belakang. "Taksi online, Mas."
"Oh." Janu manggut-manggut.
"Lagian, orang miskin macam kami, mana mungkin punya mobil. Punya motor satu aja buat rebutan," sela Nimaz, sewot. Khas ibu-ibu yang dendam sama mantan menantunya. "Eila, sini sama Uti! Ntar kamu masuk akun gosip kalau duduk sama papamu."
"Bu," tegur Nada, dengan suara rendah. Iris beningnya mengitari sekeliling.
"Emang iya, 'kan?" balas Nimaz. "Sini, La, sama Uti!" paksanya lagi, ditolak Eila lewat gelengan. Memeluk ayahnya dari samping. "Nad, bawa anakmu ke sini! Jangan sampe keluarga kita viral gara-gara anakmu nempel laki-laki itu! Cukup di—" Kalimat ibu dua anak itu terinterupsi oleh pekikan kaget saat tiba-tiba lengan Hartomo melingkari lehernya, lalu tangan besar pria itu menangkup pipinya dan diarahkan ke depan. "Pak!" protes Nimaz.
"Diem atau Bapak tukerin kerupuk?" ancam Hartomo dengan senyum konyol.
Nimaz memutar mata. "Nggak lucu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Repair [TAMAT]
Romance#LOVESERIES WARNING! ⚠️ MENGANDUNG ADEGAN DEWASA ⚠️ BANYAK KATA-KATA KASAR ⚠️ DILARANG PLAGIAT ATAU MENYALIN KE PLATFORM LAIN ⚠️ CERITA INI HANYA ADA DI WATTPAD DAN KARYAKARSA [UNTUK BAGIAN FLASHBACK, ENDING, DAN EXTRA CHAPTER BISA DIBACA DI KARYAKA...