Seorang laki-laki dari tujuh bersaudara keluar dari kamarnya, bajunya cukup rapi, seperti ingin menemui seseorang.
"Pamit ya ma, mau ke rumah temen." Ucapnya sambil mencium tangan mama.
"Hati-hati sayang." Ucap mama dengan lembut.
Tiba-tiba, salah satu saudaranya keluar dari kamar dan melihat dirinya dengan muka yang masih mengantuk.
"Pagi-pagi gini mau kemana?" Tanya saudaranya.
"Biasa, ke rumah temen." Jawabnya. Saudaranya hanya mengangguk dan balik ke kamar.
Ini jam 8 pagi di hari Minggu, makanya semua saudaranya masih tidur dengan lelap. Ia menyalakan motornya dan pergi ke rumah temannya.
Ia berhenti di rumah berwarna cokelat muda yang tidak terlalu besar karena hanya dua orang yang menempati rumah tersebut.
Ia geser pagar yang memang sudah dibuka gemboknya karena kedatangan dirinya, lalu memarkirkan motornya disamping motor temannya.
Belum lagi ia mengetuk pintu, pintu sudah dibuka, "Wih udah lama ga ketemu bro." Ucap temannya.
"Idih idih, baru aja seminggu ga ketemu."
"Seminggu tuh lama!"
Ia mendecak, "Iya iyaa."
Mereka berdua memasuki kamar temannya, lalu membuka lemari yang ternyata ada ruang rahasia didalamnya. Mereka masuk dan menutup pintu lemari tersebut.
"Jadi gimana? Ada kabar tentang Jeandra?" Tanyanya.
Temannya menggeleng, "Belum."
"Menurut ayah gua, kayanya dia lagi targetin seseorang." Sambung temannya.
Ia mengangguk-angguk, "Mau ngapain lagi dia kali ini?"
Temannya terlihat sedang berpikir.
Tiba-tiba suara notif handphone memecah keheningan. Temannya segera mengecek handphonenya, lalu matanya terbelalak.
"Kenapa?" Ia berjalan ke samping temannya dan ikut melihat.
"Ini dari ayah gua. Jeandra lagi ketemu sama seseorang."
Mereka sama-sama memperhatikan foto yang diambil secara diam-diam itu. Dengan teliti mereka melihat wajah orang yang ditemui oleh Jeandra.
"Lo kenal?" Tanya temannya, ia hanya menggeleng.
"Nanti sore gua cari infonya." Ucapnya.
Temannya mengangguk, "Gua juga. Nanti kirim ke gua apa aja yang lo dapetin."
"Sip." Ucapnya sambil mengacungkan jempol.
"Btw, adek gua kangen sama lo, kemarin dia nanyain gua."
Temannya tersenyum, "Siapa? Juan?"
Ia mengangguk, "Sama Sean juga."
"Iya juga ya, udah lama gua ga ke rumah lo. Kangen dipanggil bang Theo."
"Kalo ga salah ntar ada tanggal merah hari Rabu, lo main dong ke rumah gua."
"Iya iya. Sean masih suka di tangga ga?" Tanya Theo, temannya.
"Hmm belakangan ini udah jarang sih. Sean sekarang udah punya temen deket, kayaknya mereka sering main bareng. Syukurlah, gua seneng liat Sean punya temen lagi."
Theo mengangguk, "Jovan itu berarti banget ya buat Sean?"
Ia mengangguk. Mengingat hancurnya Sean saat mendapat berita bahwa Jovan meninggal dunia. Muka ceria yang selalu ia lihat saat itu benar-benar berubah. Tidak ada senyum manis yang selalu Sean tunjukkan.
"Gua bener bener ga habis pikir sama mama. Dia tega ngatain anaknya sendiri, pukulin anaknya, bentakin anaknya, rasanya gua mau bawa Sean sama yang lain pergi dari rumah itu."
"Nanti kalo kita udah berhasil selidiki ini semua, kita bakal buat mama lo berubah, dan menyadari apa yang udah dia perbuat ke Sean."
Theo menepuk pundaknya, "Makanya, lo harus semangat. Bantuin gua buat pecahin semuanya. Gua juga korban, buktiin ke mereka kalo kita ga kayak apa yang mereka liat. Kita bukan manusia lemah yang bisa mereka atur sepuasnya."
Ia tersenyum. Theo mengepalkan tangan ke arahnya, kepalan tangan itu disambut oleh kepalan tangannya, tos.
Ia berjanji suatu saat nanti, Sean tidak akan merasakan kejamnya mama lagi.
...
Theo
KAMU SEDANG MEMBACA
Kata Mama | Kim Sunoo
Fanfiction"Kata mama, aku nyusahin kak, aku gak pinter kayak mas Jaki, aku gak ganteng kayak aa Satria. Kata mama, aku-" "Kata mama kata mama terus sih, dek. Jangan dengerin kata mama, kamu gak barus jadi apa yang mama bilang, kamu bisa jadi diri kamu sendiri...