Segala kehampaan, segala kedukaan , segala kegundahan seakan menguap kala tiap jangkah kakiku menapaki tangga keluar gedung pengadilan agama. Semua beban, semua ketakutan, Semua kebencian ,meleleh bersama berakhirnya suara ketuk palu terakhir. Putusan telah dijatuhkan, atas permintaanku tentu saja.
Menyesal ? Andai dia menjadi pribadi seperti seharusnya seorang suami kepada istrinya, aku akan sungguh menyesal. Perlakuannya yang tak manusiawi tak kan membuatku menyesal mengakhiri pernikahan yang kami bangun enam bulan lalu. Ada rasa malu karena dulu pernah memilih dia. Sungguh, jika dia menjadi suami penyanyang, tidak suka main tangan, pun meski dia masih menganggur aku masih akan menoleransi bahkan masih mau menjadi tamengnya ketika Abah menanyakan bagaimana situasi ekonomi rumah tangga seumur jagung kami. Tapi ancamannya akan mengakhiri hidupku kala minuman keras mengusai nalarnya sungguh tak dapat aku maafkan. Aku istrinya, bukan binatang yang dapat ia lecut kala emosi menguasai egonya. yang dapat ia lindas kala mengganggu arah jalannya.
Umi beberapa kali menyaksikan bagaimana puntung-puntung rokok menyentuh permukaan kulit telanjangku , menyisakan bekas-bekas kehitaman permanen yang kala itu masih dapat kusembunyikan dengan gamis berlengan panjang dan khimar panjang saat aku berangkat mengajar keesokan harinya. Umi memintaku , merayuku, agar segera melaporkan segala perlakuannya padaku kepada Abah. Namun mengingat rasa itu masih ada. Dan demi nama baik Abah sebagai kepala sekolah umi masih mau menahan diri. Meski aku tahu bagaimana tubuhnya kian hari kian berkurang bobotnya. Pun juga lengkungan hitam di bawah kelopak matanya sudah sangat memberitahukau bahwa beban derita yang beliau rasakan kala menangisi kemalanganku tidak dapat aku gambarkan seberapa besarnya.
Dan saat permintaanku mengakhiri pernikahan ini kusampaikan pada umi. Rasanya seperti seberkas air mengguyur ladang kering kerontang yang dilanda kemarau bertahun-tahun. Senyum secerah matahari pagi di musim penghujan setelah semalamam diguyur air langit dengan mendung dan halilintar menyambar-nyambar.kembali menghiasi rona wajahnya. Setelah sekian bulan aku melihat mendung selalu mengelayuti air muka beliau akhirnya binar bahagia kembali terpancar.
Tergapoh-gapoh beliau mencari keberadaan Abah, menceritakan Segala kisah ku dari ujung hingga kepangkalnya. Dan ruang kamar tengah menjadi saksi bisu kala Abah dengan ekspresi tertegun mendengar segala penuturan Umi. Sedang aku hanya duduk menunduk dikursi seberang. Mengepalkan kedua jemariku di atas pangkuan. Berusaha meredam segala ketakutan akan luapan kemarahan Abah padaku. Nyaliku ciut saat Abah mengalihkan pandangannya kepadaku. setelah Umi selesai dengan Narasinya. Aku semakin menenggelamkan kepalaku kala Abah berjalan gontai meraih kepalaku.
"Maafkan Neni Abah,neni sudah melempar kotoran kemuka Abah, neni harus membuat Abah malu dengan permintaan neni.neni tahu perceraian dibenci gusti Allah. Abah silahkan mengatakan neni tidak punya iman karena tidak kuat menghadapi cobaan yang gusti Allah berikan dalam rumah tangga.tapi rumah tangga ini bukan sakinah Abah.lebih baik neni menerima murka abah dari pada neni harus mendapatkan murka gusti Allah karena tidak berbakti kepada suami." ucapku kala itu. Bersimpuh lemah di kaki Abah. Aku sadar akan mencoreng muka abah pada akhirnya bila ku ambil keputusan ini. Tapi keselamatan adalah hal pertama yang menjadi pedomanku.
"Abah, akan segera memulangkan Nizam, jika tidak Abah takut keesokan hari abah akan khilaf dan menghabisi nya dengan tangan Abah sendiri."
Sesingkat kata-kata berang Abah sesingkat itu pula kehidupan rumah tanggaku berakhir. Abah menelpon keluarga Nizam, mantan suamiku. Sorenya orang tua Nizam datang. Sebelum masalah kami sampai ke pengadilan mereka meminta waktu agar pernikahan kami tidak di akhiri secepat itu. Mereka meminta kami agar tinggal dirumah keluarga nizam supaya mereka dapat membimbing dan mengawasi anaknya secara langsung.supaya nizam tidak mengulangi perbuatan kejinya terhadap ku. Aku sempat khawatir Abah akan menyetujui usulan mereka mengingat seberapa dekat hubungan Abah dan keluarga Nizam. Dan seberapa tinggi Abah memandang ikatan pernikahan sebagai hubungan kuat yang tidak mudah di lepaskan.
" lebih mudah saya membunuh diri saya sendiri dari pada saya melempar anak saya kedalam mulut singa lagi. Sejak kecil sehelai rambutpun belum pernah saya cabut paksa dari pucuk kepalanya. Apalagi perlakuan .......
Untung saja neni hanya meminta saya melepaskan ikatan pernikahan mereka secara baik-baik. Jika tidak mungkin kalian tidak akan menemukan nizam dalam keadaan utuuh. Berterima kasihlah kepada uminya neni karena sudah menyembunyikan senapan saya sebelum mengutarakan segalanya. Jadi..... Bawalah pergi nizam selagi saya masih berpikir jernih dan meredam segalanya. Saya tidak mau kalian berubah sama hinanya seperti nizam dimata saya."Dengan berakhirnya pernikahan kami. Aku berharap mimpi-mimpi burukku selama ini berakhir pula. Namun alam bawah sadarku ternyata tak mau berkompromi. Aku bukan pribadi lemah yang selalu menangisi kegagalan dan membiarkan diriku terperosok dalam jurang penyesalan selama nya. Aku bangkit, berjalan di jalur yang seharusnya kulalui. namun kala diriku bangun di tengah malam dengan
Napas menderu dan jantung bertalu-talu memaksaku kembali mengingat malam-malam panjang penyiksaan nizam pada ragaku. Rokok yang menyala menyentuh lapisan kulitku, tamparan tangan kokohnya di pipi nanarku serta tendangan kaki-kaki kokohnya di perut dan pahaku. Semua selalu rinci terekam dalam memoriku kala back ground kamar ini yang menyambutku. saat mataku kembali terbuka dari kepenatan mimpi-mimpi itu. Sangat mirip, sangat persis hanya saja kini yang meraih tanganku adalah Umi. Dengan senyum malaikatnya beliau kembali menyambutku kembali ke alam nyata."Kamu harus punya suasana baru kayaknya Nen.kamar ini pasti menyiksamu setiap hari kan ?"
Aku bangkit duduk, menopang dadaku dengan kedua kakiku.
"Kamu bisa pindah kerumah Abah di Bogor. Mengawasi perkebunan disana . lumayan untuk membunuh waktu. Daripada disini." rayu umi dengan mimik teduh penuh pemahaman."Sama ja umi. Dulu kami juga pernah menginap disana."
Jawabku sendu."Lantas, kamu mau kemana ? Abah sudah tahu soal keadaanmu seperti ini. Umi terpaksa cerita ,karena kebodohan terakhir umi merahasiakan hal penting dari Abah membuat umi hampir kehilangan kamu.umi gak mau mengulanginya." umi meremas tanganku.memintaku mengerti posisinya.
"Abah gimana tanggapannya ? "
"Umi cuma di suruh ngawasi kamu. Jangan maksa kamu. Yang ngrasain kamu sendiri. ""Aku mau sekolah lagi ja umi. "
07 November 2015
Jember
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTERNOON
Romancememiliki status janda tidak lantas membuat Neni minder dan bersedih, justru statusnya ini memberi kebebasan, kedamaian dan kebahagiaan baginya dan seluruh anggota keluarga. setelah lepas dari cengkraman mantan suami yang begitu kasar , kejam dan pem...