_02 Strange

15 9 2
                                    

Malam itu, Jeongin akhirnya memutuskan persetujuan untuk tinggal bersama keluarga letnan Seo, atas dukungan paman bibi dan saudara lainnya, mereka tidak bersedia menanggung hidup Jeongin selagi usianya belum legal dan belum lulus sekolah, sehingga semenjak mendengar seorang letnan menawarkan bantuan, semua orang menyuruhnya menerima permintaan itu.

Jeongin pun mau tak mau harus bersedia menjalani hidup baru, tinggal di kota kecil jauh dari keramaian, dan memulai segalanya seperti orang asing sebagai anak angkat pasangan tersebut.

Perjalanannya memakan waktu hampir tiga jam, dan terus melewati hutan rimbun yang tiada habisnya. Letnan Seo sendiri berkata hanya akan pulang setiap satu minggu sekali karena harus bekerja di kota, ia terus memperingati Jeongin agar bisa saling menjaga dengan ibu barunya.

"Sebenarnya itu juga jadi alasan kami bersedia mengangkatmu sebagai anak, agar istriku tidak lagi sendirian tiap aku pergi bekerja dan tak bisa sering pulang."

Jeongin mengalihkan pandangan yang semula terfokus ke jalanan lewat jendela.

Wanita baya yang kini ia panggil ibu tersenyum ke arahnya, "Tenang Jeongin, jangan bayangkan dirimu hanya akan mengasuh wanita tua sepertiku nanti. Ada banyak anak sebaya denganmu di sekitar tempat tinggal kita, kau bebas bermain kapanpun asal tidak meninggalkan kewajiban."

"Bagaimana dengan sekolahku?" Jeongin bertanya karena penasaran. Mendengar pembicaraan kedua pasangan itu tentang lingkungan tempat tinggal mereka sedikit memunculkan rasa penasaran, apakah tempat itu seindah dan semenyenangkan yang dibayangkan. Jeongin tidak mau berharap banyak, ia belum sepenuhnya bisa mengalihkan kesedihan mendalam tentang kehilangan orang tua kandung dalam waktu bersamaan.

"Tenang saja, kami tentu sudah siapkan pendaftaran ke sekolah terdekat. Sekolah religius terbaik," balas pria itu.

Sekolah religius? terdengar tidak buruk di telinga Jeongin. Barangkali hanya ada penambahan mata pelajaran tertentu atau kegiatan rutin berupa ibadah pagi yang dilakukan bersama-sama.

•••

Setelah berkendara cukup lama, kendaraan beroda dengan tiga penumpang itu akhirnya sampai di perkampungan asri, mungkin karena jaraknya jauh dari kota, udara terasa masih segar.

Mereka diperkenankan menunjukkan identitas diri ketika memasuki area perumahan, di sana ada empat orang penjaga bertubuh besar, meski begitu semuanya tampak ramah, bahkan berbincang akrab dengan ayah angkatnya seperti teman dekat.

Tak ada yang mencurigakan.

Perjalanan kembali berlanjut selama beberapa menit, hingga akhirnya berhenti tepat di depan sebuah rumah megah dengan halaman berupa kebun yang luas. Jeongin sempat terdiam di tempat, keluarga Seo tampak lebih kaya dari yang dipikirkan, mereka bahkan memiliki tempat tinggal layaknya mansion sewaan. Lingkungan sekitar, terutama rumah para tetangga juga menampilkan hal serupa, segalanya megah dan indah. Jeongin langsung menyimpulkan semua orang yang tinggal di sini adalah pengusaha kaya raya.

Sayangnya saat itu juga ia mendapati satu kejanggalan—adanya seorang perempuan yang tampak seusia dengannya berdiri di dekat pohon besar di halaman rumah tetangga sebelah. Pakaiannya putih selutut, bagian bawah bernoda bercak tanah basah. Gadis itu diam memandanginya dengan kelopak mata sendu, seolah menyampaikan pesan yang mendalam.

Jeongin tidak yakin apa yang dilihatnya manusia biasa ataukah makhluk lain, meski sekujur tubuh gadis itu tampak pucat, kakinya yang tanpa alas masih menapak tanah. Ia pun ikut terdiam membalas tatapan gadis itu dari kejauhan.

Ibu tiba-tiba menarik tangannya, "Anak aneh itu... Ibu tidak akan biarkan dia mengganggumu nanti."

"Sapa dia?" Jeongin menghela napas lega, mendengar sosok gadis itu hanyalah manusia. Ia hampir terkejut jika mendadak menjadi indigo yang bisa melihat makhluk astral disekitarnya.

Ayah menyahut, "Namanya Bitna, sikapnya memang agak aneh. Tapi orang tuanya sangat baik kok, jadi jangan khawatir."

Belum lama mereka membicarakan sosok Bitna yang masih berdiri di bawah pohon, seorang wanita baya keluar dari rumah tersebut sembari membawa penggaris kayu besar disertai tatapan penuh kemarahan.

"Bitna!! kau mencuri kitab milik ibu lagi?!" wanita itu tanpa ragu memukulkan penggaris kayu ke tubuh putrinya, "Kau kemanakan sekarang?!"

Tapi yang aneh, Bitna justru hanya diam meringkuk, tidak mau menghindar ataupun membela diri, membiarkan tubuhnya kacau dijadikan sasaran oleh ibu sendiri. Jeongin sempat melihat tatapan mata Bitna sekilas seakan memohon bantuan kepadanya.

"Semakin lama tindakanmu diluar batas! buka matamu dari iblis pengganggu itu Bitna!" kemarahan wanita itu makin menjadi-jadi.

Jeongin sontak berlari menghampiri, ia tak mungkin membiarkan kekerasan mengerikan semacam itu terjadi di depan mata. Namun ayah dan ibu segera mencegahnya, menyeret kembali ke rumah.

"Jeongin tidak usah ikut campur!"

Ia memberontak, "Tapi perempuan itu—"

"Dia pantas mendapatkan itu! kau tak tahu apapun, sebaiknya kita masuk saja. Tolong tutup pintu dan gerbangnya ayah."

Bitna sama sekali tidak terlihat aneh hanya karena rautnya seperti gadis pemurung. Jeongin bahkan merasa mereka memiliki ekspresi wajah serupa untuk saat ini, seakan terpendam dalam kesedihan dan kesuraman.

Justru orang-orang lainnya lah yang terlihat aneh, termasuk ibu ayah atau juga ibunya Bitna. Wajah mereka semua tampak datar dan kosong, sekalipun tengah tersenyum atau menunjukkan sikap ramah, sama sekali tak mengubah tatapan bak tanpa jiwa.

To be continued...

Lama g kambek nih, sibuk bgt ama kuliah sambil kerja
Moon dimaklumi stays♡

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 17, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

A Mystical Village [] Jeongin (I.N)Where stories live. Discover now