3

22 4 0
                                    

Mereka berjalan ke cafe mcd yang ada di lantai 3 itu.

Revan beranjak dari duduknya untuk memesan, "mau pesen apa biar gua yang pesan."

"Mau cheeseburger sama cola aja," jawab El

"Gak ada cola, gak baik, ganti ke teh aja Van," Agra melirik tajam El disebelahnya.

"Kalian apa?"

"Samain aja semua biar gampang," usul Sheila

"Okey, Ryan ikut ya, bantuin ambil." Revan pergi ke tempat antrian disusul Ryan dibelakangnya.

Revan melirik Ryan sebentar, "lu beneran serius sama Sheila?"

"Gua serius, pertama kali gua ketemu dia, gua biasa aja terus kita lanjut ngobrol di line, anaknya asik dan cocok pembicaraan kita."

"Kalo sampe lu sakitin si Sheila habis deh lu."

"Santai, gua ngerasa Sheila orang terakhir yang bikin gua jatuh cinta, sebelumnya gua gak pernah rasain hal ini ke mantan gua, tapi Sheila beda gua dah nyaman sama dia dan pengen lindungin dia."

"Gua pegang ucapan lu ya, kalo Sheila kenapa napa, lu habis deh di tangan Agra."

Mereka berdua kembali ke meja mereka dengan membawa pesanannya.

Agra melihat tajam kearah Revan, "siapa yang pesan cola?"

Revan hanya melirik Agra sebentar sambil membuka bungkus burger nya, "bukan punya kita, itu punya Ryan."

Ryan hanya tersenyum tipis menanggapi tatapan Agra kepadanya, ngeri ni anak, Ryan meringis dalam hati.

"El, lu tadi ngapain di rumah Agra," tanya Sheila kepo.

"Nyari sembako," jawab El asal.

"Tadi tuh Agra yang suruh El ke rumah nya tau, bau baunya sih Agra lagi mode manja," ujar Nara santai sambil memakan burgernya.

Ryan tidak paham dengan ucapan Nara, menatap nya dengan tatapan bertanya.

Sheila sontak menutup mulut Nara ketika melihat Nara ingin membalas Ryan, "lu gak usah dengerin Nara, dia agak gila dikit."

Sedangkan El dan Agra yang sedang dibicarain hanya makan dengan santai. "Jangan makan saos kebanyakan, nanti sakit perut El."

"Gak enak tau burger gak ada saos."

"Ck."

Agra menjauhkan saos El ke tempat Revan, "jangan bandel jadi orang El," desis Agra tajam.

Revan hanya menatap santai mereka berbeda dengan Ryan yang menatap mereka seakan mereka itu...gay?

Revan tau tatapan itu, "gak usah liatin gitu juga kali."

"Ra, temenin gua ke toilet yok," ajak Sheila.

"Yaudah ayok."

Sepeninggal mereka berdua, tatapan Agra mengarah ke Ryan. "Terakhir kali gua tanya, lu beneran serius sama Sheila?"

"Iya, gua serius. Gua tau kalian khawatirin Sheila tapi kasih gua kesempatan buat buktiin ucapan gua yang cinta dan pengen lindungin dia," kata-kata Ryan terdengar serius dan tidak ada kebohongan.

"Oke. Jaga dia sebagaimana lu jagain sesuatu yang berharga di hidup lu, karena gua gak akan segan-segan kasih lu pelajaran kalo sampe lu sakitin dia," ucap Agra dingin.

"Thanks," Ryan senyum tipis padahal jantungnya sedang berdisko ria karena tatapan Agra yang seakan ingin membunuhnya.

El tau kalau Ryan gugup tapi dia hanya senyum maklum lalu beranjak untuk memesan lagi.

"Mau kemana?" Tanya Agra.

"Mau pesen eskrim, lu pada mau?" Tawar El.

"Ikut."

Sisa Ryan dan Revan di meja itu. Sebenarnya Ryan ingin bertanya tentang Agra dan El yang terkesan lebih beda pertemanan nya. Revan peka akan hal itu.

"Kita berlima udah temenan sejak kecil sampe sekarang, jadi jangan heran sama perlakuan Agra yang terkesan posesif dan protektif, ya walaupun sama El agak beda sih." Ucap Revan dalam hati diakhir pembicaraan nya.

"Ou gitu gua tadinya kira mereka emm..gay, haha."

Agra dan El kembali ke meja mereka dengan membawa eskrim, Nara dan Sheila juga telah kembali. "Pulang yok badan gua dah mau remuk," ajak Nara.

Mereka sudah sampai dirumah, tapi Agra tetap dirumah El bukannya ke rumah sendiri.

El keluar dari kamar mandi, rambut basahnya menetes netes ke tubuhnya. "Nginap?"

Agra mengambil handuk El dan menyuruh El untuk duduk di depannya, "iya" jawab Agra sambil mengusak rambut El dengan handuk.

"Hm, sana mandi baju lu ada di lemari gua."

Agra bangkit dan mengambil bajunya kemudian masuk ke kamar mandi.
Beberapa menit kemudian Agra keluar dengan rambut basah yang menambah kadar ketampanannya.

"Lu kalo di sekolah gini udah di kejar cewek cewek sih."

"Gak mau sama cewek maunya sama lu aja gimana?" Goda Agra menaikan alisnya.

El memutar matanya, "sorry gak doyan batang."

Agra hanya menghembuskan nafas capek, kapan dia bales.

"Dah sana tidur besok kalo telat bangun gua tinggal, cih."

"Ngambek lo setan?"

"Gak, siapa juga ngambek."

"Sini, gua bantu keringin rambut nya."

El mengambil hair dryer di meja nya, dan mebantu Agra mengeringkan rambut nya.

Tok tok tok

"Masuk"

"El, gua mau cur-" itu suara kakak ke dua El, namanya Jacqueline.

"Eh ada calon adek ipar," sapa Jacqueline dengan mata berbinar.

Agra tersenyum manis di depan kakak kedua El, "malam kak."

"Cih pencitraan."

"Nginap ya Gra?"

"Iya kak."

"Oh yaudah lanjut gih lanjut, kakak keluar dulu ya, El kamu yang baik ya sama Agra atau gak kakak dandanin kamu lagi kek kemarin," ancam Jacqueline dengan mata tajam kepada adeknya.

El hanya merolling eyes dan menghela nafas saja, capek dengan kelakuan kakaknya yang sama saja kayak Nara. Mereka berdua kalau ketemu ya bahasannya gak jauh jauh dari bl.
El heran kok dia bisa punya kakak dan sahabat macem mereka ya, mana dia yang jadi sasaran mereka lagi.

Selepas perginya kakaknya, Agra menghadap ke El, "lu kemarin di dandanin lagi?"

"Iya anjing, pengen gua santet tuh kakak."

"Heh mulut lo," tegur Agra dingin.

"Iya iya maap, udah lah jangan bahas itu lagi kesel gua kalo diingetin lagi."

"Hm, tidur."

Friends? Or What? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang