14 TAPE

3 0 0
                                    

Ruen terbangun dari tidurnya setelah mendengar dering Alarm ponsel yang berbunyi tiba-tiba di tengah malam.
Setelah beberapa kali Alarm itu terus berbunyi tak karuan, Ruen mendecih kesal sambil mematikan Alarm ponsel sialan itu dengan geram terpaksa.
Setelah meraih ponsel nya di sebelah ranjang tempat tidur, Ruen terduduk di kasur nya sambil menghela nafas berkali-kali untuk menenangkan kekesalan nya.

"Aku bahkan tidak memasang satupun Alarm sama sekali." Gumam Ruen dengan suara serak kelelahan.
Setelah itu dia beralih melirik Jam, dan cukup terkejut melihat Jam sudah menunjuk Pukul Dua dini pagi dengan benar-benar pas seperti kemarin.
"Tidak, apa akan terulang lagi??" Lirih Ruen dengan wajah yang terkejut memucat.
Tidak berselang lama setelah kekagetannya, ketukan pintu terdengar dari arah pintu luar membuat pria itu tersentak kaget dan bergidik ngeri takut.

Ruen pun diam memilih mengabaikan suara itu, dia takut akan hal buruk yang bisa saja terjadi. Namun semakin lama berselang, ketukan pintu semakin keras dan menggangu. Ruen takut, tapi dia geram dengan hal itu, dia beranjak berdiri menghampiri pintu sambil menghentak-hentakan kakinya tanda berang.

Ruen meraih gagang pintu, membuka kunci pintu dengan cepat sambil memperhatikan kondisi di mana ketukan pintu masih terus berlanjut tidak sabaran.
Hingga ketika Ruen membuka pintu dengan kasar, dia membelalakkan matanya tanda terkejut. Pundaknya menggigil melihat apa yang terjadi di hadapannya.

Kondisi lorong kosong dan sepi, membuat sebuah ketakutan kecil terbenak di dalam kepala Ruen ketika dirinya harus berhadap-hadapan dengan lorong balkon luar. Dia bisa melihat kondisi tempat itu yang gelap, sunyi, dan sepi, membuatnya tersadar jika dirinya hanya seorang diri di tempat itu.

Ketakutannya di perkuat ketika Ruen mengingat dirinya menyadari jika ia tengah menjadi satu-satunya mahluk hidup yang mendiami Apartement lantai empat saat itu. Dia tidak bisa menepis rasa takutnya, Ruen menengok kekanan dan kiri seberani mungkin berharap ada seseorang yang hanya iseng mempermainkan nya.

Ruen pun segera melirik ke bawah, dia melihat sebuah Tape rekaman suara di atas keset depan rumah nya, Tape itu tengah di letakkan dengan tenang ditempat yang sama, Lagi.
Dengan pasrah, Ruen meraih Tape persegi panjang itu, lalu membawanya masuk kedalam kamar miliknya secepat mungkin.


Sampai terlihat sebuah ruangan, di dalam ruangan itu terdapat satu Radio tua klasik berwarna hitam putih.
Radio antik itu terlihat lebih lebar dan besar dari ukuran Radio keluaran baru zaman sekarang yang biasanya.
Radio itu terlihat bersih dan terjaga seperti sering di bersihkan. Itu lah suatu alasan mengapa Radio nya masih bagus meski sudah sangat tua. Ruen, dia mencintai Radio itu.
Ruen mengelus kepala Radio itu sambil menatap Tape yang ia pegang di lengan kanannya.

Sebelum Ruen memasukkan Tape rekaman suara itu, Ruen dengan cermat memperhatikan setiap inci dari Tape. Bagaikan seorang pria ahli berlian yang memperhatikan sebuah benda berharga.
Ruen lalu membalikkan Tape, di punggung Tape itu, terlihat sebuah simbol hati yang tergambar oleh pena merah di tengah-tengah.
Tapi ada satu lagi, di pinggiran ujung punggung Tape itu, terlihat sebuah catatan dengan pena biru yang dianggap Ruen adalah petunjuk utama.
Catatannya kecil,
Hingga membuat harus mendekatkan wajah pada Tape itu lalu sedikit memicingkan kedua mata agar jelas terlihat.

"-1912, itu apa? Sebuah Kode? Petunjuk? Waktu kejadian? Atau, Nomor tahun?" Benak Ruen sambil akhirnya melirik Tiga belas Tape lain yang bertumpuk-tumpuk di samping Radio.
"Ini yang ke Empat belas." Kata Ruen sambil memasukkan Tape itu kedalam Radio kesayangan nya.

Ruen diam beberapa detik, ruangan pun ikut diam, menunggu Radio membaca Tape dan membunyikan setidaknya sebuah suara untuk memecah keheningan. Hingga tidak lama kemudian, Radio berbunyi menciptakan sebuah iringan nada dan musik indah dari Tape yang berasal entah dari mananya itu. Lagu Romansa? Ya, hawa dan setiap melody lagu yang di keluarkan dari lagu itu tepat seperti lagi Romantis.

"Lagu Romansa tahun 90-an?" Tebak Ruen sambil mendengarkan semua nada cantik dari lagu itu. Tidak hanya sebuah lagu dari Tape. Empat sampai Lima lagu yang di keluarkan dari semua Tape itu semua nya Romansa. Lagu-lagu yang mungkin jadul dikeluarkan karna terdengar seperti lagu tahun 80 hingga 90 an yang di perkuat dari nomor di punggung Tape seperti tadi semula.
Semua lagu terkesan indah menyentuh meski tanpa lirik, membuat Ruen mengangguk kagum pada pengirim Tape ini.

Di tambah lagi, Ruen berpikir, naif jika 'seseorang' ada yang mengiriminya lagu melalui Tape ini sebagai kode ungkapan perasaan.
"Kau nampaknya begitu memahami seleraku, ya?" Kata pria itu sambil menyenandungkan beberapa nada lagu dengan pelan.

Dia lalu menghela nafas sejenak, lalu menjatuhkan tubuhnya pada ranjang tempat tidur sambil menatapi dinding langit-langit kamar. Ruen mulai menutup matanya memulai kembali tidur, membiarkan semua lagu yang di bunyikan Radio bergema semalaman.

Kesadaran Ruen akhirnya mulai menghilang di tengah pemikiran nya yang berkelok. Namun di sisi lain, matanya masih terbuka setengah sadar memperhatikan kondisi sekitarnya.
Dengan kondisi nya yang setengah sadar, dia melihat lampu kamar nya yang tiba-tiba menyala, mati, lalu berkedip-kedip halus. Apa aliran listrik terganggu? Pikirnya dengan kantuk menyerbu.

Ruen masih terdiam melamun tenang menyaksikan lampu hias klasiknya yang ia letakkan di sisi ranjang, hidup, menyala, mati.
Bola lampu yang menyala itu tiba-tiba memancarkan sinar yang silau terang, kemudian meledak keras di hadapan Ruen.

Ruen melompat dari tempat tidur, lalu gercap menjauh dari tempat itu.
"Tuhan! Apa yang terjadi pada listriknya?" Kata Ruen setelah mengeluarkan Ponsel dari sakunya dan menyoroti bekas pecahan itu dengan senter ponsel. Setelah melihat dengan jelas, Ruen menghela nafas lalu menyorot lampu tempat sekitarnya yang ikut mati, seperti di adegan film horor yang tempat latarnya tiba-tiba menggelap mendekati adegan Jumpscare.

Sekali lagi Ruen menghela nafas menenangkan pikirannya. Dia melihat kearah balkon, setelah menghampiri ke balkon luar, menatap langit sambil melihat-lihat kondisi sekitar gedung, Ruen menghela nafas lega menyadari hanya mati lampu biasa di sekitar wilayah, bukan sesuatu yang lain.
"Hanya pemadaman listrik. Kuharap bukan sesuatu yang buruk." Guman
Ruen yang diam menetap di atas balkon.

"Aku tidak mau mengganggu Justan jam segini, tapi mungkin aku butuh teman untuk di jaga tidur." Batin Ruen masih terdiam memandangi pemandangan dari atas gedung, Kota terlihat begitu kecil dari atas sini. Semua nya indah, apalagi udara indah yang menyegarkan bagi Ruen terus memanjakan kulit putih pria itu.

"Ah, tidak. Berpikir apa aku? Justan akan kesulitan jika aku merepotkannya. Sebaiknya aku kembali tidur mengingat besok ada kelas." Lirih Ruen pada dirinya sendiri sambil terkekeh kecil.

Pria itu membalikkan badannya kembali menuju kamar, dia menutup pintu balkon yang transparan, kemudian menutupinya dengan Gorden untuk menjaga privasi dari Rumah bagian dalam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 11, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TRAGEDY ON A DECEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang