[1] Aku Lapar, kak

28 11 15
                                    

"Udah siap, kak?" Sepuluh atau biasa dipanggil Uluh menyentuh tangan kakak kakak laki lakinya yang duduk di atas kursi sambil memejamkan mata, rasa kantuk menyerangnya karena dia baru bisa istirahat pukul 12 malam.

Ini sudah jam 5 pagi.

Delapan atau bisa dipanggil Devan kini membuka matanya kemudian mengelus rambut pendek Uluh.

"Makan dulu, yuk!"

Uluh mengangguk lucu, selanjutnya dia menarik tangan Devan ke arah dapur untuk mencari makanan.

"Em.. gaada makanan matang, kak!"

Devan berpikir sejenak, bagaimana cara mereka memasak sedangkan kakak kakaknya masih bekerja.

Tersisa Lima yang memang tak segiat kakak kakaknya yang lain, dia selalu datang lebih awal dan sedang istirahat. Devan tak boleh mengganggunya jika tak ingin dimarahi.

Ada Tujuh juga yang hari ini mendapat pekerjaan yang berbeda dengan mereka.

Oh! Tentu saja Devan ingat adik perempuan yang hanya berbeda 2 tahun darinya itu. "Biar Bila aja! Bentar lagi pasti dia datang."

Bila adalah Sembilan. Bila kini sedang buang air.

Benar saja, tak lama kemudian, Bila datang ke dapur, mencari keberadaan Uluh dan Devan.

Melihat wajah Devan dan Uluh yang memelas, Bila peka sekali jika saudara saudaranya itu sedang kelaparan. "Kalian mau makan?"

Dan hanya diangguki mereka berdua.

Bila tersenyum kecil kemudian merenggangkan otot otot tangan dan pinggulnya sebelum mulai memasak.

"Oke, ayo lihat apa aja yang ada di kulkas!" Bila mendekati kulkas dan membukanya.

Matanya berbinar ketika melihat telur dan sosis.

"Wah ada telur sama sosis! Kita bakal makan enak!"

Mendengar pernyataan Bila, Uluh dan Devan jadi sangat bersemangat untuk makan.

"Yeay!!" Uluh bersorak kesenangan, dagunya di letakkan di atas meja makan sambil menunggu Bila.

Sedangkan Bila memasak, Devan dan Uluh benar benar tertidur di meja makan.

Bila hanya tersenyum sembari mengocok telur dadarnya, belum juga 5 menit tapi mereka sudah tertidur.

Setelah telur selesai dikocok, dia menghidupkan kompornya, memanaskan minyak di atas wajan.

Cklek

Suara pintu yang terbuka dapat didengar jelas oleh Bila, itu pintu ruang tamu. Mungkin salah satu dari kakak mereka telah pulang.

"LOH? KALIAN BELUM JALAN JUGA?!"

Bila terlonjak kaget.

Itu Ibu.

"Kita lapar, Bu. Mau makan dulu.." Sahut Bila sambil menundukkan wajahnya, tak berani menatap wajah sang Ibu.

Uluh dan Devan pun terbangun dan terkejut melihat ibunya sedang berdiri sambil berkacak pinggang di ambang pintu dapur.

"Waktu adalah uang, Bila!"

"Kalo kamu melewatkan waktu satu menit saja.. BERAPA UANG YANG SUDAH KAMU LEWATKAN?"

"KALIAN BERANGKAT SANA!"

Uluh dan Devan berdiri di samping Bila.

"UDAH SANA BERANGKAT JANGAN DIEM AJA! KAYAK ORANG BODOH TAU TIDAK?!"

Bila panik ketika dia mencium bau bakar, dia segera mematikan kompor yang tak jauh darinya.

Wajan itu sudah menciptakan kepulan asap hitam.

Adena semakin marah.

"IHH! KALIAN MAU HANCURIN RUMAH INI? KALIAN KENAPA NYUSAHIN TERUS SIH?!" Adena mengamuk, dia menjambak rambut Bila dan Uluh, menyeretnya keluar rumah, sedangkan Devan mencoba melepas pegangan erat ibunya pada saudaranya.

Setelah tiba di luar rumah, Adena mendorong mereka hingga tersungkur ke tanah.

"TIDAK BOLEH KEMBALI SEBELUM DAPAT TIGA JUTA!!!"

BRAK!

Adena membanting pintu, meninggalkan anak anaknya yang menangis kesakitan dan kelaparan.

"Kita... gak jadi makan, yah kak?" Tanya Uluh pada Bila.

Bila menangis, dia merangkak pada Uluh dan memeluknya. "Maafin kak Bila yah, Uluh.. harusnya kakak ga perlu buang air, tadi, biar telurnya matang sebelum ibu datang."

"Aku lapar kak.."

To be continued

Memang pendek pendek yah guys ^^

Aku baru aja balik dari kesibukanku hehe, kayaknya aku mau rajin rajin update deh 😌

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Siblings (Satu to Sepuluh)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang