Begin To See Daylight

9.2K 1.4K 170
                                    

Fraser Residence Orchard, Singapore.




Samahita melepas sepatunya begitu memasuki apartemen Raline dengan kopi dan coklat pesanan Guguh, Mila, dan Raline.

Ia mengedarkan pandangan ke area ruang tengah yang terlihat sepi, tapi samar bisa didengarnya suara berbincang dari arah balkon apartemen. Kaki Samahita melangkah pelan setelah melepas dan meletakkan clutch bag miliknya ke atas sofa secara sembarangan.

Bifold door pemisah antara balkon dan ruang tengah terlihat terbuka, tidak susah bagi tubuh langsing Samahita untuk menyelinap di antara celah kecil pintu.

"Beli kopi lama bener, sih, Mbak?" Si bungsu beranjak dari wicker chair, melangkah ke arah Samahita untuk membantu membawa pesanan minumannya ke atas meja.

Sebenarnya ini tadi menjadi tugas gadis muda itu, tapi karena Raline membuat alasan kalau perutnya sedang sakit maka Samahita-lah yang harus membeli kopi dan minuman pesanan Raline.

"Kamu beli yang lain sekalian?" tanya Mila, menatap keseluruhan tubuh Samahita yang menjulang tinggi di hadapan kursi yang didudukinya.

Samahita menggeleng, "Sekalian jalan-jalan sebentar."

"Alchemist?" Senyum Raline sontak melebar. "Ini berarti coklatnya buat aku, 'kan, ya, Mbak?" tanyanya, memeluk minuman yang dipesankan khusus oleh Samahita tadi.

Mengabaikan Raline, Samahita memilih duduk di kursi yang sebelumnya diduduki Raline. Untungnya, adiknya itu tidak banyak berkomentar dan memilih pindah duduk di atas lantai balkon yang dingin daripada duduk bersebelahan dengan Samahita.

"Beli yang di mana, Mbak?" tanyanya sambil menyeruput minuman coklatnya.

"Di International Plaza."

Guguh berdecak pelan, "Jauh juga belinya, Kak? Wong, Ayah minta beli kopi yang ada di lobby bawah aja, kok." Meski sambil mengomel, Guguh tetap mengambil white regular espresso pesanannya.

"Sudah dibelikan, terlanjur! Mbok, ya, bilang terima kasih ke anaknya mau beli ke Alchemist tau Ayahnya suka kopi di sana!" Mila akhirnya ikut turun tangan, menepuk lumayan keras paha Guguh yang duduk di sebelahnya.

"Terima kasih, Kak, anakku sing paling ayu... (anakku yang paling cantik)" Guguh sampai mengangkat gelas kopinya ke hadapan Samahita, membuat si sulung hanya bisa menahan senyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Beberapa jam lalu, Guguh memang mengatakan kalau dia ingin minum kopi dan menyuruh Raline untuk pergi ke lobby—membelikannya espresso—sebelum akhirnya tugas itu beralih ke Samahita. Karena tahu kopi kesukaan sang Ayah, Samahita berinisiatif untuk pergi ke Alchemist sambil jalan-jalan sebentar—mumpung Radhika juga sudah tidur sejak sore tadi.

"Mama jadi pulang besok?" Samahita kini yang bertanya.

Sebelum menjawab, Mila sempat menatap ke arah Guguh. "Kalau Mama harus pulang besok. Tapi, kalau Ayahmu kayaknya masih mau di sini dulu," jawabnya.

"Iya gitu aja. Biar Adek ada temennya di sini," sahut Raline sambil meringis lebar.

"Minggu depan kayaknya Ayah baru balik ke Semarang." Setelah terlihat seperti berpikir, Guguh akhirnya menjawab. "Kamu kapan balik ke Bali, Mbak?" tanyanya menatap Samahita.

Bukannya Samahita yang menjawab, Raline justru mengangkat salah satu tangannya. "Mbak Sita janji mau di sini lamaan, ya!"

Samahita mengangguk, "Kemarin sempet atur jadwal sama Agni. Dua minggu ini Sita mau off dulu, kasian Radhika ditinggalin terus. Beberapa hari lalu sempet protes, tanya kenapa Mama kerja mulu," jawabnya dengan raut terlihat sedih.

(LIKE) HERDING CATS (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang