dua

3K 257 38
                                    

Sejauh apapun aku pergi, kembaliku tetap ke kamu.

Seminggu lalu setelah pertengkaran yang entah berakhir damai atau hanya ditahan supaya Julian tidak ikut merasakan, Jonathan terpaksa harus pergi ke luar kota

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seminggu lalu setelah pertengkaran yang entah berakhir damai atau hanya ditahan supaya Julian tidak ikut merasakan, Jonathan terpaksa harus pergi ke luar kota. Bisnisnya yang sedang dia usahakan untuk menjadi lebih besar dengan membuka pabrik baru di salah satu wilayah industri membuatnya pergi selama beberapa hari.

Meskipun dia tetap menjadi Jonathan yang nampak tenang dan sempurna, tapi ada banyak kegelisahan yang dia simpan rapat. Tidak seorang pun dia ijinkan untuk tahu kelemahannya, yaitu Aruna. Dia sengaja jarang terbuka mengenai pernikahan dan sosok istrinya. Termasuk saat ini ketika rumah tangganya menghadapi masalah.

Jadilah dia terlihat seperti seorang suami yang tak peduli pada sang istri. Mungkin Aruna juga membutuhkan waktu untuk menenangkan diri, begitu kata otaknya yang sangat rasional. Tidak apa-apa berpisah sebentar, siapa tahu saat bertemu nanti mereka bisa kembali mesra seperti kemarin-kemarin.

"Jonathan, kamu itu pengecut kalau kabur dari masalah." Pagi itu hari terakhir Jonathan mengawasi pabrik barunya. Seharusnya dia pulang malam hari kalau tidak ada telepon dari sang ayah. "Pulang! Istrimu di rumah sakit."

Oh tidak.

Bagaimana bisa Jonathan sebodoh ini.

Aruna yang dikenal sangat lucu dan ceria itu sesungguhnya wanita paling rapuh. Dia ditinggalkan ibu, kemudian ayah, dan mungkin saja terlintas dipikirannya kalau Jonathan akan ikut pergi juga.

"Pak, saya sudah pesan tiket untuk Anda pulang. Urusan di sini bisa saya handle." Refal menjelaskan pada bosnya yang terlihat sangat khawatir. "Sopir rumah sudah menunggu di bandara, Bapak bisa langsung menuju rumah sakit."

Jonathan mengambil bungkus rokok di atas meja. Namun dengan cepat Refal menghentikan. "Itu milik saya, Pak."

Tentu saja Refal tidak mengijinkan bosnya merokok. Permasalahan akan semakin rumit kalau-kalau suatu saat Aruna tahu kejadian ini. Jadi lebih baik mencegah dan cepat-cepat mengirim Jonathan pulang ke Aruna.

"Silakan, Pak. Saya antar ke bandara."

Penerbangan pagi itu terasa lama dan menyiksa. Gerimis menemani Jonathan merenungkan sikapnya selama ini. Pernikahan jelas tidak mudah bahkan untuk dirinya yang sudah sangat yakin semua akan berjalan lancar sebab sudah lama dia mengenal Aruna. Pikirnya, apa-apa yang tidak baik untuk Aruna memang harus tegas dia jauhkan. Termasuk bagaimana dia terlalu protektif dan takut Aruna merasakan kesedihan.

Tanpa disadari, Jonathan terlalu menekan Aruna untuk begini dan begitu. Masalah terlambat makan yang harusnya sederhana malah menjadi pertengkaran yang tak kunjung selesai.

Dua jam berlalu, dia mulai menemukan titik temu. Semua berawal dari dirinya, seorang Jonathan Prawira Adijaya yang terlalu mecintai Aruna. Rasa cinta itu mulai kehilangan arah, sudah tidak pada tempat yang seharusnya.

"Sayang," panggilnya pelan di samping ranjang tempat Aruna dirawat sejak semalam. Wanita itu masih lelap tertidur. Ada rasa lelah di wajah pucat yang biasanya selalu menampilkan senyum.

Jonathan menahan sendu. Rasa bersalah dengan cepat menggerogoti hatinya.

"Maaf selama ini aku keterlaluan bikin kamu jadi Aruna yang beda. Maaf nggak ijinin kamu jadi diri sendiri."

Aruna membuka matanya yang masih ingin melanjutkan tidur. Tapi kalimat-kalimat pilu dari sang suami memaksanya bangun sebentar.

Aruna cuma ingin menjelaskan.

"Jo," bisiknya pelan. Dia mengusap pucuk kepala Jonathan yang sedang mencium punggung tangan Aruna.

"Hei, kamu bangun. Ada yang sakit?"

Aruna mengerjap pelan. "Maaf, aku kayak anak kecil susah diatur."

"Enggak, Sayang. Kamu nggak gitu. Aku yang salah. Maaf selama ini aku kelewatan atur semua yang kamu lakuin."

"Kamu nggak akan ninggalin aku 'kan? Aku selama ini susah nurut. Kamu sebel banget ya makanya pergi lama?"

Jonathan menahan tangisnya, dia berkali-kali mencium punggung tangan Aruna. "Aku di sini, selalu sama kamu. Kita cuma bisa kepisah maut. Selain itu, gimana pun caranya, sejauh apapun kita kepisah, aku selalu pulang ke kamu."

Dia menarik napas sebentar. "Aruna, aku pergi buat kerja bukan ninggalin kamu. Maaf aku pamitnya dadakan dan nggak jelasin ke kamu dulu."

Aruna menatap langit-langit kamar, air mata mengalir dari sudut matanya. "Aku mau tidur, nanti bangunin, ya? Aku belum mau pergi dari dunia ini ninggalin kamu sama Julian." Rasa lelah, pusing, dan sakit lekas membawa Aruna ke mimpi yang gelap dan tak berkesudahan.

"Tumor jinaknya lebih baik cepat dioperasi, Pak." Seketika Jonathan enggan mendengarkan penjelasan dari dokter yang menangani istrinya.

Interaksi ; Johnny Suh AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang