Halo semuanya
Gimana bab 1 nya? Seru kan.
Serang kita lanjut bab 2 ya. Happy Reading 🙂
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
9 Tahun yang lalu
Dua orang anak sedang bermain di taman. Langit sore yang indah menemani mereka bermain. Mereka sedang asik bermain kelereng, "yessss, aku menang," kata salah satu anak. Anak itu mengambil semua kelerengnya."Ihh, kamu curang," anak yang kalah itu mencoba merebut kelereng yang ada di tangan anak yang menang. "Nggak tuh, kamunya aja kali yang nggak bisa main hahaha." Anak itu menjulurkan lidahnya.
Anak yang kalah itu murung. Wajah kecilnya cemberut. Dia kalah dalam permainan itu. "Udahlah gak usah cemberut gitu, aku traktir cilok, mau gak?" seketika wajah murung anak itu menghilang. Senyum kecil muncul di bibirnya. "Nah gitu dong, jangan cemberut mulu," ucap Arkhan, teman kecil Ardan. Anak itu selalu memakai plester di hidungnya. Dia selalu bersama Ardan, lebih tepatnya Ardan selalu mengikuti kemana pun Arkhan pergi. Bagi Ardan, Arkhan sudah seperti kakaknya.
Matahari sebentar lagi terbenam. Ardan dan Arkhan telah selesai makan cilok mereka. "Ayo kita pulang. Nanti kalo kita terlambat pulang, kita bisa dimarahin," ajak Arkhan. Ardan kecil mengangguk. Mulutnya masih belebotan oleh saus kacang. "Itu bersihin mulut kamu dulu," Arkhan menunjuk mulut Ardan. "Arkhan, besok kita main lagi kan?" tanya Ardan.
"Iya, besok aku tunggu di tempat biasa ya," jawab Arkhan.
Keesokan harinya
Ardan telah sampai di tempat janjian, "Loh, Arkhan belum dateng. Katanya dia mau nunggu di sini," wajahnya menunjukkan ekspresi kesal. Arkhan tidak pernah telat jika ada janji. Ardan memutuskan untuk duduk di ayunan taman.
Dari kejauhan terdengar suara memanggil-manggil nama Ardan. Ardan mencari-cari suara tersebut. Di persimpangan gang, berlarilah anak kecil dengan plester bermotif gajah di hidungnya sambil membawa alat pancing ikan. Dari wajahnya memancarkan kegembiraan, senyuman lebar menghiasi wajah Arkhan. Senyuman itu membuat Ardan ikut tersenyum.
"Wahhh apa itu?"
"Ini alat pancing ikan," jawab Arkhan sambil menunjukan alat pancing itu. Mata Ardan berbinar-binar. Ia baru pertama kali melihat alat pancing itu. "Hari ini kita akan memancing ikan." Mendengar itu, Ardan berloncat-loncatan kegirangan. Mereka berdua pun pergi ke danau.
Danau itu cukup besar dan dalam. Danau tersebut sepi pengunjung, hanya ada beberapa pengunjung yang sedang memancing. Mereka berdua duduk di tepi danau, di bawah pohon rindang. Kail pancing sudah siap, Arkhan melemparnya jauh. Ditemani langit petang yang indah dan nyanyian burung-burung, mereka tertawa lepas. Senyum gembira terpancarkan dari wajah mereka berdua.
Mereka sudah menunggu setengah jam. Tidak ada tanda-tanda umpan mereka termakan ikan. "Kok lama si," kelur Ardan. Ardan yang bosan melihat ke sekeliling. Matanya terhenti di sebuah perahu kayu tua. "Wah ada perahu di sana," Ardan menunjuk perahu kayu tua itu. Ardan berlari ke tempat perahu itu berada. "Mau kemana?" Arkhan yang melihat Ardan berlari mengikutinya ke perahu itu. "Lihat ada pancingan," Ardan menunjuk pancingan yang berada di perahu kayu itu. "Heiii kamu mau ngapain? bahaya tau," Ardan berusaha untuk naik ke perahu itu. "Mau ambil pancingan lah. Aku juga mau memancing ikan kaya kamu," jawab Ardan.
"Jangan, itu bahaya. Kamu bisa pinjam punya aku," seru Arkhan sambil memegang tangan Ardan, mencegahnya naik ke perahu kayu. "Nggak mau," Ardan berusaha melepaskan cengkraman tangan Arkhan. "Yaudah, biar aku yang ambil. Kamu di sini aja ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Revenge
ActionRasa ingin balas dendam tidak bisa ditahan lagi. Terlalu banyak kejadian dalam hidup Ardan yang membuat rasa itu bergejolak dalam hatinya. Puncak rasa ingin balas dendam ini ketika kematian sang ayah. Ardan membutuhkan bantuan untuk membalaskan den...