𝐏𝐫𝐨𝐥𝐨𝐠

409 47 8
                                    

Roppongi, 2017

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Roppongi, 2017.
02:48 am.






Suara rintik hujan turun cukup deras pada dini hari ini. Orang-orang yang tinggal di distrik ini sudah memasuki dunia mimpi masing-masing, mereka mengistirahatkan diri usai menjalani aktivitas sepanjang hari.

Suara ketukan sepatu boots heels terdengar di jalanan yang sempit dan sepi. Setiap langkah pada aspal yang dipijak, menggema mengisi kesunyian malam.

Sunyi, benar-benar seperti tidak ada kehidupan saat ini. 180° berbanding terbalik dengan suasana ramai saat beberapa jam yang lalu.

Berjalan santai sambil bersenandung pelan. Kau menyukai ini, belum lagi kau merasa terhibur kala pria yang kau buntuti, kini sedang mati-matian berlari menghindarimu, sesekali dia berteriak histeris ketika sosokmu ada dihadapannya di jarak radius 5 meter.

Dengan bercak darah yang mengotori sekujur tubuh, orang mana yang tidak akan ketakutan saat melihat seseorang berpenampilan seperti itu?

Omong-omong, pria itu target terakhir yang harus kau habisi.

Ya, sebagai seorang pembunuh bayaran, kau harus menuntaskan misi secara profesional jika tidak ingin mendapat cemoohan dan berakhir di pecat.

"Menjauh dariku, wanita gila!!" Pekik pria itu dengan suara yang bergetar.

Kau tertawa kecil —geli saat melihat ekspresi pucat pasi pria itu. Tak tahu apa yang kau tertawakan, mangsamu itu ketakutan setengah mati, kini dia mengambil langkah lebih cepat agar lekas terbebas dari kejaranmu.

Disaat itu pula weapon milikmu yang sedari tadi kau genggam, kini telah tertancap sempurna tepat di leher si pria bersamaan dengan suara nyaring dari senjata api yang ditembakkan.

Berdenging dan memekakkan telinga.
Kedua tungkai mu refleks berhenti dengan napas yang tertahan sejenak.

'siapa?' batinmu.

Kau yang masih kaget kini bertambah kaget setelah sosok pria muncul dari balik ujung tembok gang didepan sana. Sepasang matamu membesar saat kau melihat rupanya.

'Sanzu haruchiyo,' batinmu.

Tidak ada satupun orang yang tidak mengenali anggota geng Bonten yang sangat berpengaruh di Jepang.

Pria dengan marga Sanzu itu duduk berjongkok, tangan kanannya hampir meraih weapon hitam milikmu, tetapi urung. Merasa ada seseorang sedang tegak berdiam diri di jalan sempit itu, membuat Sanzu menoleh.

Dia perhatikan penampilanmu yang cukup berantakan dengan air hujan membasahi dirimu dari ujung rambut hingga kaki, serta bercak darah yang mengotori tubuhmu.

'she's beautiful,' batinnya.

Setelah mencabut weapon dari leher orang yang tergeletak tak bernyawa, Sanzu berdiri dari posisi jongkoknya. Dia berjalan perlahan mendekat sambil membawa weapon milikmu yang berlumuran dengan darah.

"Hi babe, what's your name?" Tanya Sanzu sambil menyodorkan weapon milikmu.

Kau tidak menjawabnya. Malah kau menatap dia penuh waspada sambil mengambil dua langkah ke belakang. Wajah merenggut dengan pipi gembil mu membuat Sanzu terkekeh kecil.

Kau mengerutkan dahi. "?"

Sadar dengan tindakannya yang membuat kau heran, Sanzu berhenti tertawa sambil melambaikan tangan.

"Ah, bukan apa-apa. Hanya saja, kau itu tipe ku," katanya.

Kau memutar bola matamu jengah sebelum membalikkan badan, ingin membelakanginya.

"Ew, freak!"

Agaknya tertohok, namun Sanzu tidak mempedulikannya. Dia menyeringai tipis, matanya terfokus padamu yang berjalan menjauhinya.

"Hoi sanzu!" Panggil seseorang dari kejauhan.

Sanzu menoleh ke sumber suara berasal. Manik hijaunya menangkap tangan yang memegang pistol milik rekannya sudah berlumuran dengan darah. Mereka telah menyelesaikan misi, pikir Sanzu.

"Sedang apa kau di sana, ayo kembali ke markas!" Sambung orang itu.

Tangan Sanzu terangkat, meminta waktu pada teman sekaligus rekan kerjanya untuk menunggu sejenak.

"Hei babe, your weapon!" Serunya.

Kau menoleh ke belakang. Menatap lamat pria dengan luka di kedua sudut bibir itu untuk beberapa saat. Jujur kau tertarik padannya, namun kau tidak bisa karena alasan tertentu.

"Ambil saja, anggap itu hadiah pertemuan pertama dariku," katamu.

Sanzu terkekeh kecil. Poni rambutnya yang basah itu turun menghalangi pandangan, tangannya menyisir surai rosy pink itu kebelakang.

God dammit! Kau dibuat tertegun olehnya. jantungmu berdetak tidak beraturan karenanya.

Sanzu membalas tatapanmu.

"Sanzu haruchiyo. Tolong ingat itu,"

Setelah Sanzu selesai mengatakan hal itu, kedua tungkai jenjangmu lekas melangkah —membawamu menjauh dari sana. Hanya menyisakan Sanzu seorang diri di ujung jalan yang sepi.

Kau tidak yakin jika bisa melupakan nama pria itu. Nyatanya, nama itu sudah cukup lama melekat di otakmu.

Karena kau harus berhati-hati dengan para anggota Bonten jika tidak ingin identitas aslimu terkuak dan berakhir mati.

Kau mendengus, "merepotkan."




To be continue...

𝐒𝐇𝐎𝐎𝐓!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang