Srikandi terbangun. Badannya terasa sangat sakit, napasnya sangat berat, dan ia dapat merasakan air matanya yang akan keluar. Dan akhirnya ia menangis kencang.
Sudah 15 tahun sejak ibunya yang tiba-tiba menghilang Ketika Srikandi berusia tujuh tahun. Kepergian tersebut meninggalkan luka yang belum sembuh dalam hatinya. Tidak ada penjelasan yang jelas kabar hilangnya ibunya menjadi sebuah misteri yang menggantung di udara. Orang-orang sekitar yang hanya mampu berspekulasi dan memperbincangkan di belakang, mengatakan bahwa ibunya kabur dengan pria lain, atahu ibunya kabur karena Lelah mengurus Srikandi yang bandel.
Tentu saja semua itu adalah kebohongan bagi Srikandi. Ibunya adalah orang paling baik dan tulus, ia bahkan tidak pernah menaikkan nadanya saat marah atahu memukulnya saat ia pulang bermain dengan baju yang kotor.
Pintu kamarnya terketuk lembut, "Nak, sudah bangun?" kata ayahnya.
Srikandi melirik kearah jam yang menunjukkan pukul 6 pagi, "Sudah ayah" balasnya.
Semenjak ibunya menghilang, ayah Srikandi yang awalnya bekerja pada pos, menjadi pemilik sebuah kedai bubur dan roti di rumah mereka sendiri. Srikandi yang melihat beban yang dipikul ayahnya bekerja seorang diri dengan umur yang sudah tidak lagi muda, memilih untuk bekerja paruh waktu di perpustakaan daerahnya, karena jarak rumahnya dengan kota besar sangat jauh, dan terkadang pada hari libur ia membantu ayahnya dirumah.
"Ayah, Srikandi berangkat ya!" ujarnya sambil tergesa-gesa keluar rumah.
"Tidak sarapan dulu?!" teriak ayahnya sambil mengikuti Langkah anaknya yang cepat.
Srikandi melambaikan tangan memberi isyarat "Tidak".
Srikandi melangkah cepat menuju perpustakaan, melewati jalan-jalan yang sibuk dengan kegiatan pagi. Ia berusaha mengejar waktu agar tidak terlambat. Sesampainya di perpustakaan, Srikandi melepas tasnya dan menghirup aroma buku yang khas. Walaupun perpustakaan ini bukanlah perpustakaan yang besar, koleksi bukunya yang terbilang sedikit, dan sedikit pengunjung, ia menikmati segalanya di bangunan ini.
Hawa ketenangan yang sangat damai, sembari membersihkan, dan merapikan buku-buku, ia berpikir buku apa yang akan ia baca lagi. Iya, baca lagi. Bisa dibilang 99,999% seisi buku ini telah dibaca oleh Srikandi.
"Srikandi."
Srikandi menoleh dan mendapati nyonya Samantha ada dibelakangnya.
"sedang memikirkan ingin membaca buku apa ya?" tebaknya.
Srikandi tersenyum, "Iya, seperti biasa."
Samantha menunjuk kearah tumpukan kardus coklat, "Itu buku-buku baru Srikandi, perpustakaan kota mengirimnya tadi malam, kamu bisa menaruhnya di rak, lalu membacanya setelah itu." Ujar Samantha.
"Wow..." Srikandi tertakjup sambil membuka salah satu kardus. Beberapa buku memang buku bekas, namun masih layak untuk dibaca. Ia menata buku-buku itu sesuai peletakan yang telah ditentukan.
"Kardus terakhir!" gumamnya sambil melakukan peregangan kecil dan Kembali Menyusun buku-buku tersebut.
"Selesai!" ujarnya dengan senang, pinggang nya terasa sedikit pegal karena ia harus mengangkat kerdus itu sesuai dengan peletakan bukunya.
"Srikandi, ini masih ada yang tertinggal." Teriak Yuyun, teman kerjanya, atahu bukan teman.
"Hei yuyun, kamu tadi nggak liat ya, aku sudah menaruh buku-buku dari 5 kardus! Lakukanlah sendiri, toh ya Cuma satu!"
"Srikandi, ini itu bagian dari tanggung jawabmu, ya harusnya kamu yang meletakannya." Ujar yuyun lalu melenggang.
Srikandi menghela nafas, ia cukup kesal dengan Wanita yang umurnya 2 tahun dibawahnya itu, hanya harena ia adalah keponakan dari Samantha, kepala perpustakaan, ia terkadang semena-mena. Saat Srikandi mengambil buku terakhir yang tertinggal, ia merasa ada yang berbeda dengan buku tersebut. Sampulnya terlihat agak kusam, dan tergores-gores, seolah telah melalui perjalanan Panjang.
Ketika Srikandi membukanya, halaman-halaman di dalamnya memancarkan kilauan lembut dan kata-kata terlihat berkedip-kedip seakan memiliki kehidupan sendiri. Dibolak-baliknya sambul depan dan belakang, tidak ada penulis maupun penerbit, namun yang jelas ia sangat pensaran mengenai buku yang ia pegang.
Dibukanyabuku tersebut, "Sira bener pengin ngertosane, kudu mlakuake kalawan cahya".
KAMU SEDANG MEMBACA
Nexus Kriptus : Ritus Pembuka Pintu Alam
FantasyTaukah kamu nak, apa yang lebih terang dari sebuah cahaya?' Anak kecil dengan mata coklat muda itu bergeming, berpikir jawaban teka-teki yang diberikan ibunya. 'Apakah senter?' Ibunya terkekeh lembut, 'salah, coba tebak lagi.'" Srikandi, seorang gad...