Never Will

127 3 0
                                    

I fell for you but hit the ground

🍁🍁🍁

Mark sangat cantik. Jeno ingin meneriakkan itu keras-keras pada rekan kerjanya yang kini sibuk menaruh atensi penuh pada laptopnya yang menyala. Bola mata indahnya bergerak-gerak ke kanan-kiri sembari jemari kanannya sibuk mengetuk-ngetuk pelipisnya dengan ritme yang teratur.

Ya Tuhan.

Rasa asing yang singgah terhitung satu bulan dalam dada Jeno kepada Mark ini membuatnya gila. Sedikit-sedikit gugup, sedikit-sedikit tersenyum sendiri, sedikit-sedikit ingin mencuri pandang pada Mark Lee yang bahkan memiliki tempat duduk paling ujung, jauh darinya, di dalam ruang tempat mereka bekerja.

Jeno bingung. la sakit kepala. Namun, kupu-kupu sibuk terbang kesana-kemari dalam rongga perutnya. Membuat Jeno kadang ingin merutuki dirinya sendiri akan semua hal aneh ini.

"Kau sedang kasmaran ya?"

Jeno terperanjat. Tatap matanya lepas dari wajah yang ia pandangi sejak lima menit lalu. Kini berganti menyorot laki-laki sebaya yang bersandar di kubikelnya dengan senyum menyeringai di ujung bibir.

"Gadis mana hm?"

Jeno melengos. Mendecih kemudian memilih mengabaikan Jaemin. la kembali teringat dengan berkas yang menunggu untuk dikirim ke atasan. Jeno tadi coba kerjakan dengan cepat supaya ia bisa habiskan waktu yang tersisa dengan memandang Mark lama-lama.

"Yak, Jeno-ya! Sejak kapan kau main rahasia-rahasia denganku?" Bangku kosong milik rekan satu devisi di sampingnya mendadak diisi oleh Jaemin. Tampaknya laki-laki itu akan memburu Jeno dengan berbagai pertanyaannya yang membuat bising dan sakit gendang telinga. "Gadis mana itu? Cepat katakan."

"Kau tak punya pekerjaan ya sehingga bisa berkeliaran ke tempatku?" Fail terkirim. Jeno kini terpaksa harus meladeni Jaemin karena tak punya kesibukan lain yang tersisa. "Sana kembalilah ke kursimu."

Tempelengan ia dapatkan dari Jaemin. Jeno meringis menanggapinya. Ingin balas tapi Jaemin buru-buru menahan lengannya. "Ini jam istitahat tahu. Kau sih sibuk melamun dan tersenyum-senyum sendiri seperti
orang gila dari tadi."

Memang. Gila karena Mark. Apalagi? la sampai tak sadar jam sudah bergulir menunjukkan waktu tengah hari saat melirik arloji perak pada pergelangan tangan kiri.

"Atau memang benar gosip yang beredar?" Jaemin memelankan suaranya. Kedua matanya memicing memberi tatapan menyelidik pada Jeno.

Jeno mengernyit. "Gosip apa?"

Kemudian Jeno berusaha mereka ulang segala tingkah laku yang pernah ia kerjakan di perusahaan tempat belanja online, tempat ia bekerja, tiga tahun ini.

Nihil. Sependek otaknya mengingat, Jeno tak temukan apa-apa yang salah. Rasanya ia tak pernah berbuat neko-neko. Ia tak pernah terlambat berangkat kerja juga tak pernah pulang terlalu cepat dari jam yang ditentukan. Ia tak pernah melebihkan jam istirahat atau main ponsel di tengah tumpukan pekerjaan yang belum tuntas. Ia tak pernah menyebar berita bohong atau mengadu domba antarteman sejawat. Ia juga tak pernah menggoda teman perempuan dan mengajaknya pergi berkencan kemudian.

Lalu apa?

"Kau suka Mark Lee."

Apa?

"Oh ayolah, Jeno. Jangan terkejut. Kupikir gosip itu sudah menyebar satu mingguan ini." Ia benar-benar tak tahu. Sungguh. Siapa mulut rombeng yang mengatakan kebenaran yang semenjak satu bulanan ini coba Jeno terima dengan lapang dada itu? "Benar tidak?"

Oh, jadi itu alasan mengapa Mark kerap bertingkah aneh di sekitar Jeno akhir-akhir ini. Ia mengerti kenapa Mark sering kikuk dan salah tingkah bila sedang satu lift dengannya, mengantre di sebelahnya saat jam makan siang, memperbanyak dan mencetak dokumen keperluan kantor, atau sesederhana bertemu tatap saat suasana sekitar sedang ramai-ramainya. Gosip ini sampai ke telinga Mark juga pasti.

Never Will || Markno AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang