Hujan

1 0 0
                                    

Sore itu hujan lebat mengguyur membasahi jalanan ibu kota, Naila berdiri di depan kantornya menatap dan sesekali menghirup dan menikmati aroma pentatoniks favoritnya. Tak lama kemudian sekretaris barunya yang sudah bekerja selama kurang lebih satu minggu itu menghampirinya berdecak pinggang dengan kesal menatap hujan di depannya.

"Kenapa kau kesal?" Tanya wanita di sampingnya.

"Aku lupa membawa mantel atau hodie ku, jadi aku tidak bisa pulang." dengus pria itu.

"Begitu."

"Kau sendiri kenapa masih disini?" Tanya  laki-laki itu.

"Hah? aku? tentu saja menunggu hujan ini sedikit mereda." jawabnya asal.

"Kau tidak berubah, ya."

"Payungku tertinggal di dalam mobil, dan mobilku ada di parkiran luar tidak di bastman." jawabnya.

Ingata keduanya seketika berputar begitu mendengar kata payung. Teringat akan masalalu mereka? mungkin saja. Naila menatap hujan sekali lagi sebelum akhirnya wanita itu melangkah dan berlari kearah mobilnya dan mengambil payungnya dari sana.

Naila kembali dari mengambil payungnya dan berjalan mendekakati Arjuan yang masih diam disana, "Tolong simpan ini diruanganku." ucapnya memberikan paper bag yang cukup besar itu kearah Arjuna.

"Ini apa?" tanyanya polos.

"Sudah taruh saja."

Naila pergi meninggalkan laki-laki itu masih dengan wajah polos dan tak mengertinya. Mata onyx nya memperhatikan kepergian wanita itu yang perlahan menghilang bersama sang hujan. Ingin rasanya mulut pria itu bertanya, namun entah mengapa bibirnya mendadak membisu.

*

Huhan semakin deras mengguyur Jakarta sore itu, pergantian sif kerja telah berlangsung satu jam yang lalu. Disini lah Arjuna berada di ruangan yang satu minggu ini ia gunakan untuk bekerja, ya. Ruangan itu adalah ruang kerja Naila.

Arjuna masih setia menunggu di ruangan itu menunggu hujan mereda serta menunggu Naila yang belum kunjung kembali. Paper bag hitam yang dititipkan padanya dia letakkan di meja tak jauh darinya, rasa penasaran terus menghantui perasaan pria itu. 'Harus kah aku membukannya?' batinnya ragu.

kreat...

Pintu ruangan itu terbuka menampilkan Naila berdiri di ambang pintu dengan pakaian dan rambut sedikit basah. Sepertinya ia kehujanan, tapi tadi ia menggunakan payung.

Ia melangkah kearah meja kerjanya, meletakkan paperbag Barwa putih dan mengambil paperbag hitam yang tadi Arjuna letakkan dimejanya. Kemeja putih yang wanita itu kenakan basah, dan sedikit menampilkan belahan dadanya. Arjuna yang melihat hal itupun, berusaha mengalihkan pandanganya dari Naila.

"Kau belum pulang?" Tanya wanita itu.

"I-Iya, hujannya masih deras. Kau darimana?" Jawabnya gugup.

"Mall, gak jauh dari sini." Ucap wanita itu berjalan menuju kamar mandi yang kebetulan ada diruangan itu.

"Oh, begitu."

'Sial, dia seksi sekali.' Umpatnya dalam hati.

Naila kembali meninggalkan Arjuna, berjalan masuk kedalam kamar mandi dan mengganti pakaiannya, menghapus make up diwajahnya, serta menata kembali rambutnya.

5 menit berlalu... Naila keluar dari ruangan itu dengan sweter putih berleher panjang, celana panjang berwarna hitam, serta coat hitam panjang, rambut nya ia cepol asal dan menampilkan leher lenjangnya.

"Sepertinya hujan ini akan awet. Kau ingin pulang atau tetap disini?" Tanya Naila menghampiri laki-laki itu lagi.

"Kau mengusirku?" Canda laki-laki didepannya.

"Tidak."

"Sepertinya aku akan lembur juga hari ini." jawab pria itu menatap kearah jendela.

"Kalau begitu bisa bantu aku?"

"Bantu apa?"

"Meletakan kotak-kotak itu di dapur." jawab Naila menunjuk kearah tumpukan kotak di samping pintu ruangannya.

"Tentu."

.

.

.

Arjuna membawa kotak-kotak itu ke dapur sesuai perintah Naila. Wanita itupun ikut mengangkat sebagian besar kotak itu. Setibanya didapur, ia langsung membuka kotak kotak itu, lalu berseru. "Guys! Jangan lupa makan ya!"

"Iya, Bu!" Ujar mereka semua.

Sekeras apapun wanita itu bersikap, tapi tak sedikitpun mengurangi kenyamanan para pekerjanya. Wanita yang terkenal tegas itu selalu mementingkan kenyamanan para karyawannya, memastikan mereka semua dalam kondisi baik saat bekerja. Itulah mengapa para pekerjanya nyaman berdiri disampingnya beliau, selain ramah dan pengertian, sifatnya yang hambel dan mudah berbaur serta tak memandang kasta dan status mempu membuat siapapun nyaman bersamanya.

Arjuna yang melihat kejadian itu akhirnya tau, kenapa wanita itu begitu cepat meraih kesuksesannya. Perjuangan panjang wanita itu begitu tercermin dari sifat dan prilakunya yang begitu ramah dan lembut. Ia mampu menjadi ibu, teman, kakak, bahkan adik, merangkul semua dalam rentangan tangannya, merangkul mereka untuk selalu menjalani susah senang bersama.

"Kak Nai, ada yang nyariin kakak di lobi." Ucap seorang gadis muda dengan setelan formal dan rambut terikat rapi.

"Oh, oke, saya kesana sekarang." Wanita itupun beranjak pergi menuju lobi.

Setelah Naila pergi para karyawan yang semula duduk mengerjakan pekerjaannya masing-masing kini satu persatu dari mereka berdiri, mengambil masing masing satu cup mie instan yang ada didalam kardus lalu menyeduhnya, tak lupa mereka pun menyeduh satu gelas teh atau kopi hangat, beberapa ada juga yang mengambil roti untuk mengganjal perut sambil bekerja. Ini lah perhatian kecil yang sering Naila lakukan untuk para karyawannya, dengan menyediakan mereka snack untuk teman bekerja agar tidak bosan.

Sementara itu di lobi kantor, wanita karier itu terlihat memeluk seorang pria jangkung dihadapannya. Beberapa saat kemudian ia melepaskan pelukannya dengan pria itu dan menatapnya lekat. Dari kejauhan Arjuna yang melihat kejadian itu terperangah, melihat wanita yang dicintainya berpelukan dengan pria lain. Tak ingin berlama-lama disana ia buru-buru kembali ke meja kerjanya di ruangan Naila, ia tak ingin ketahuan mengintip wanita itu.

Siapa pria itu? Kenapa Naila Az-Zahra ya tak tersentuh itu memeluknya?

TBC.....

Terlambat Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang