Akad pernikahan sudah selesai dilaksanakan. Nathan dan Natya resmi menikah dimata hukum dan agama. Meski tak ada pesta mewah yang dilaksanakan, pernikahan keduanya berjalan lancar dan hikmad.
"Kalian sudah resmi menikah sekarang. Jadi kapan kalian berikan kami cucu?" Tanya Herman— ayah Nathan.
"Kita menikah karena permintaan ayah dan ayah mertua. Rencana dimasa depan, Nathan dan Natya yang atur." Jawab Nathan.
"Nathan, kalian berdua sama-sama anak tunggal. Setelah kalian menikah, kami bakal kesepian. Apalagi ibu udah ga ada. Mungkin kehadian cucu akan mewarnai hidup kami." Ujar Januar— ayah Natya.
"Saya punya adik. Saya bukan akan tunggal." Ucapan Nathan tentunya membuat Natya dan ayahnya terkejut.
"Ayah mertua jangan khawatir soal Natya. Saya akan berusaha untuk memberikan kehidupan yang baik dan layak untuk putri ayah." Ucap Nathan mengalihkan pembicaraan.
Ucapan Nathan tadi membuat Januar semakin yakin dengan menantunya itu. Meskipun Nathan lebih muda satu tahun dari putrinya, sikap Nathan terlihat sangat mandiri dan bertanggung jawab. Ia yakin, putrinya akan baik-baik saja bersama Nathan.
"Natya istriku, mari ikut saya pulang ke rumah baru kita." Ajak Nathan dengan suara dan tatapan yang lembut.
Januar dan Herman merasa senang melihat kedua anaknya akur. Tak seperti di buku novel yang terjadi ketika tokoh utamanya dijodohkan selalu berawal dengan pertengkaran, Nathan dan Natya memulai hidup baru mereka dengan penuh kasih. Mereka yakin, kisah Nathan dan Natya akan berakhir bahagia.
Natya pun mengangguk menyetujui untuk mengikuti sang suami. Meski berat meninggalkan ayahnya seorang diri, tapi ini yang harus ia lakukan.
"Ayah, Natya pergi dulu. Nanti Natya main kesini lagi sama Nathan."
"Iya sayang. Ayah selalu tunggu kedatangan kalian berdua." Ucap Januar seraya memeluk putri semata wayangnya itu.
Perpisahan antara putri dan ayah tentunya diiringi dengan tangisan. Nathan yang melihat istrinya terus menangis, memberikan tisu untuk menyeka air matanya.
"Rumah kita ga jauh dari rumah ayah mertua. Lo boleh sering main ke rumah ayah mertua kok. Gue ga larang." Nathan merubah ucapannya seperti sediakala.
"Apartemen gue ga gede. Gue harap lo bisa menyesuaikan diri dengan tempat kecil."
"Ya, makasih."
Perjalanan ditempuh selama 45 menit. Ini terbilang cepat karena jalanan tidak macet. Jika macet bisa menghabiskan waktu hingga 2 jam lamanya.
Nathan membantu Natya membawa barang bawaannya hingga kedalam rumah. Natya berdecak kagum melihat ruangan yang bersih dan rapih. Nathan serajin itu membersihkan seluruh ruangan, ia sendiri malas untuk membersihkan kamarnya.
"Kamarnya ada dua, tapi tempat tidurnya cuman ada satu. Soalnya kamar yang satunya dijadiin gudang."
"Oh oke-oke."
Nathan menunjukkan setiap ruang dirumahnya, "Pintu putih itu toilet luar. Ada satu lagi toiletnya didalam kamar. Terus yang sebelah kiri itu, gudang. Disana dapur, dan pintu dekat kulkas itu ruang cuci baju."
"Oke-oke."
"Ini kulkas baru gue ganti, lo bisa pake bagian kiri, gue bagian kanan."
"Iya-iya."
"Untuk kompornya pakai kompor listrik. Tempat bagian atas isinya bahan-bahan dapur, dan bagian bawah perabotan. Lo bisa pake sesuka hati lo, tapi tolong disimpan lagi ditempat semula. Biar gue ga bingung nyariin."
KAMU SEDANG MEMBACA
AMERTA [Jaemin]
Ficción General"Karena pernikahan itu abadi, Nat. Ga ada kata 'cerai' dalam kamus gue." -Nathan Pramudya Aksara. -Langsung aja ya dibaca dan jangan lupa tinggalkan vote dan komen kalian.-