"Bun, Ayah di mana, sih?"Untuk ke sekian kalinya pertanyaan itu keluar dari bibir mungil putriku, Maryam.
Sejak kelahirannya, ia belum pernah satu kali pun bertemu dengan ayahnya."Bun ...." Lagi, panggilan Maryam membuat aku tersentak kaget. Fokus menyetirku terpecah. Segera aku menepi, berhenti sejenak.
"Bunda apa aku nggak punya ayah?" tanyanya.
Kupandangi wajah polos putriku, anak berusia 6 tahun ini belum mengerti apa permasalahan hidup yang tengah kuhadapi.
Mulutku selalu bungkam saat Maryam bertanya tentang ayahnya. Aku tak sanggup menerangkan perihal lelaki yang menyebabkan hadirnya malaikat kecil ini ke dunia. Mengingat tentang lelaki itu, sama saja menoreh luka di hatiku. Luka lama yang masih selalu basah dan bernanah meski sudah bertahun lamanya.
"Apa aku tak punya ayah?"
"Sayang, kamu punya ayah. Semua orang juga punya. Hanya saja ayah kamu sedang pergi jauh. Kita tunggu ayah pulang dengan sabar. Nanti juga pasti kembali, Sayang."
Ya, tak mungkin juga selamanya aku menutupi tentang lelaki yang telah membuat Maryam hadir. Kelak dia dewasa, Maryam juga membutuhkan ayahnya untuk menikahkan dia dengan lelaki pilihannya.
Maryam tersenyum semringah.
"Ayah akan pulang kalau Maryam berjanji akan selalu jadi anak yang baik."
"Bener, Bun? Aku janji nggak nakal lagi. Aku akan sabar nunggu ayah pulang. Di sana, di depan pintu rumah. Aku duduk manis di sana."
Ada binar kebahagiaan yang terpancar pada matanya. Namun, menoreh luka menganga dalam jiwa ini.
Wajar Maryam merindui sosok seorang ayahnya. Di tempat ia bersekolah, ia selalu bercerita padaku, jika teman-temannya selalu diantar oleh ayah mereka. Sedangkan dirinya, selalu saja aku atau kadang kakak lelakiku.
Maryam pernah mengira, jika Mas Yudha adalah ayahnya, karena kakakku itu dipanggilnya dengan sebutan ayah. Namun, seiringnya waktu dia memahami, jika kakak lelakiku itu adalah pamannya.
Hanya pelukan yang bisa kuberi untuk menenangkan dirinya. Bulir air mata coba kutahan meski dada ini sesak. Lalu akan berubah isak kala sendiri. Aku tak ingin terlihat rapuh di mata Maryam.
Aku kembali melanjutkan perjalanan kembali ke rumah. Setelah sampai, segera kurebahkan tubuh di ranjang. Ingatanku kembali berputar di mana peristiwa menyakitkan itu bermula.
***
Tujuh tahun lalu ....
Sebelum hadirnya Maryam dan pertemuan aku kembali dengan Mas Hisyam hingga kami memutuskan menikah.
Aku pernah membuat Mas Hisyam kecewa, meninggalkan dia tanpa kabar.
Hampir empat tahun aku tinggalkan dia, karena satu alasan kenapa aku meninggalkan negeri tercinta ke negerinya Pangeran Charles. Inggris.Saat itu, aku sudah terikat kesepakatan bersama Mas Hisyam. Untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan. Meski usia aku dan Mas Hisyam masih sangat muda. Kala itu usiaku masih 19 tahun dan dia 22 tahun.
Hubungan kami pun sangat didukung oleh kedua belah pihak. Ibu Mas Hisyam sangat menyayangi aku. Mungkin, perhatian ibu dari kekasihku itu aku anggap berlebih, karena sejak kecil Mama sudah tiada. Ayah, sendiri membesarkan aku dan Mas Yudha.
Mas Hisyam sendiri saat itu masih berkuliah semester akhir, dia telah mempunyai pekerjaan sampingan sebagai owner dari bengkel motor. Lumayan besar, sebab dari usaha kecil-kecilan yang dianggapnya sebagai hobi, ia bisa membuka beberapa cabang di beberapa kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Topeng Kesempurnaan
RomanceApa jadinya jika kesempurnaan cinta yang didapatkan Ayesha dari Hisyam dan sahabatnya Sarah hanya sebuah topeng untuk mencapai apa yang diinginkan. Ayesha terjebak dalam cinta segi tiga kehidupan poligami yang diciptakan Hisyam. Bagaimana jika Ayesh...