Lala baru tersadar jika pemuda di depannya adalah orang yang semalam datang ke indekos. Lala terkesima akan parasnya yang mirip dengan Jin BTS, tetapi lebih gelap sedikit. Gadis itu kemudian melihat ke arah Bu Anga, ia mengangguk tanda setuju. Pikir Lala ini juga bisa menambah pemasukan kantong.
"Hari ini tolong pelajari skripsinya Rizal dulu ya, La." Bu Anga menepuk bahu Lala seolah ia ingin membagi kesusahan yang Lala tidak tahu.
"Baik, Bu."
"Lala emailnya apa?" kata Rizal sopan.
"Melatilala_111@gmail.com."
"Ok, ntar aku kirim filenya."
"Tapi semampu Lala ya, Mas Rizal. Soalnya Lala jurusan psikologi bukan ekonomi." Gadis itu berusaha menegaskan bahwa tugas yang diberikan padanya di luar kemampuannya.
"Konsep sudah ada La, tinggal membuat jadi tulisan saja. Katanya kamu penulis, pasti bisa."
Batin Lala menjerit sekencang-kencangnya. Penulis buku anak disuruh bikin skripsi, cara berpikir yang sangat unik. Lala berusaha tetap tenang, meskipun dalam hatinya ada banyak keraguan. Gadis itu kemudian berpamitan ke Bu Anga dan Rizal.
Lala mengirimkan ponsel ibunya, sebelum ia melaju ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, gadis itu dikejutkan dengan suara tangis Kemi. Ia ingin masuk, tetapi terdengar suara berat lelaki sedang berbicara serius. Lala akhirnya mengurungkan niatnya untuk masuk. Ia memilih berada di luar kamar. Tak seberapa lama seorang lelaki paruh baya keluar dari kamar Kemi diikuti oleh seorang wanita paruh baya yang sangat cantik. Lala memberanikan diri untuk masuk. Kemi masih menunduk sambil menangis.
Lala memeluknya. Kemi tak bergeming. Ia masih tetap menunduk. Sesekali ia mengusap air matanya. Lala kemudian menepuk-nepuk bahu Kemi pelan.
"La, ajak aku keluar dari rumah sakit ini?" Kemuli mendongak sambil berkata pelan.
"Setelah kami sehat, Kem." Lala kemudian duduk bersebelahan dengan Kemi. Kemu hanya menghela napas berat.
"Sabar bentar lagi, ya? Nanti malam kutemani." Kemi kembali ke pembaringan, karena rasa kantuk seketika datang.
Lala kemudian mengambil laptopnya dan mulai membuka email dari Rizal. Di bacanya perlahan maksud dari pemuda itu. Lala tak mengerti, tetapi ia mencoba kembali membacanya berulang. Skripsi ini terlihat sudah jadi kenapa Bu Anga meminta Lala membantunya. Lala membaca kembali, tetapi ia tetap tidak paham.
Kesibukan Lala semakin meningkat. Ia bekerja keras untuk bisa membantu Ibu dan adiknya. Lala sampai saat ini tak paham, kenapa ibunya memiliki hutang yang sangat besar. Secara mereka hidup juga tidak berlebihan.
Gadis itu membetulkan tangan Kemi yang terlentang ke bawah. Ia kemudian melangkah ke luar kamar untuk mencari udara segar. Ia berjalan lurus mengikuti lorong rumah sakit, yang tak tahu kemana ujungnya. Saat menengok ke belakang, ia menabrak seseorang yang masih intens dengan gawainya.
"Kamu," katanya.
"Maaf, Mas Rizal." Lala bersikap biasa hanya bahasanya agak belepotan.
Lala segera berpamitan dan berbalik ke kamar Kemi. Rizal mengikutinya dari belakang. Lala semakin mempercepat jalannya. Rizal juga mempercepat jalannya. Gadis itu tanpa ekspresi berjalan cepat sehingga sampai di ruangan yang sama yaitu tempat Kemi.
Lala segera masuk ke dalam tanpa bertanya satu kata pun kepada pemuda itu. Anehnya pemuda itu kembali meneruskan perjalanannya. Lala agak kesel dengan pemuda itu, tetapi ia pendam saja sendiri. Lala teringat, jika ia belum mengabari Pak Mus. Lala kemudian mengabari tetangganya itu mengenai ponsel ibunya yang Lala kirim dari Jakarta.
Tiba-tiba Lala dikejutkan akan sosok Rizal di depan pintu kamar Kemi. Ia melambaikan tangannya ke arah Lala. Gadis itu terlihat datar, meskipun dalam hatinya bergemuruh ingin menjitak kepala Rizal. Entah mengapa Lala agak sebal dengan sosok pemuda yang satu ini.
Setelah jas polos dark blue semakin membuat penampilan Rizal berwibawa. Tak heran jika banyak mata yang mencuri pandang kepadanya. Pemuda itu tidak terlalu menghiraukan orang sekitar, perhatiannya cukup tertuju kepada gadis di depannya.
"Sudah dipelajari?"
"Sedang dipelajari, Mas. Menurut Lala itu skripsi sudah jadi. Kenapa disuruh membuat kembali ya, Mas?"
"Oh, menurutmu sudah ok, gitu. Baik kirim kembali balik sore ini lengkap dengan editnya ya, La?" Lala semakin geregetan akan tingkah polah Rizal.
Gadis itu mengangguk, kalau pamit. Rizal hanya tersenyum melihatnya. Ia kemudian melaju ke arah pintu keluar.
"Kok bisa-bisanya Bu Anga punya ponakan kayak gitu. Semakin diturutin semakin menjadi, tetapi aku butuh. Lala kamu bisa. Semangat!" Lala kemudian membuka laptopnya kembali. Di saat yang sama Kemi sudah cekikikan akan tingkah polah Lala.
"Kenapa emang ame Dosen Lo?"
"Auk ah ...."
Lala kemudian mengeluarkan kue pukis kecil-kecil yang di belinya di jalan untuk Kemi.
"Tahu aza, aku lagi ngidam ini."
"Astaghfirullah, Kemi. Nyebut!"
"Wkwkkwkw. La, ngomong-ngomong nih, kapan aku diajak ke indekos? Aku kan mupeng?"
"Ok, selepas pulang dari rumah sakit. Inget ya Kemi, jangan kayak lagi nonton konser IDOL!"
"Nggak gitu juga konsepnya, La. Mungkin sedikit terperanjat ntar. Wkwkwk." Lala melihat senyum Kemi bisa mengembang kembali itu sudah cukup baginya.
Lala kemudian larut tenggelam dalam dunia laptopnya. Kemu yang bermain ponsel akhirnya kembali tertidur. Tepat menjelang ashar, Lala sudah mengirimkan semua keperluan skripsi Rizal.
Ponselnya tiba-tiba berdering. Tatkala mau diangkat tiba-tiba berhenti. Lala melihat ke chat pada ponselnya. Senyum mengembang sempurna ternyata ada dua berita yang membahagiakannya. Naskahnya diterima. Ia juga mendapat royalti dari penjualan bukunya. Ia tidak bermimpi. Terkadang rezeki datang di saat yang sedang dibutuhkan.
"Alhamdulillah ya, Allah," lirih Lala. Gadis itu kemudian pamit.
"Pakai motorku dulu, La. Nanti malam tanteku mau menemaniku, kamu nggak usah tidur disini," ucap Kemi.
Lala hanya mengangguk dan kemudian berjalan pulang. Pikir Lala di dunia ini banyak kejadian terjadi dari satu kedipan mata. Ibunya sakit, Kemi kecelakaan, Mas Wisnu wisuda, Mbak Uci magang, belum lagi anak kost lainnya.
Malam ini Lala berencana mau menyelesaikan naskah anaknya kembali. Tubuh lelahnya berkata lain. Selepas mandi ia tak kunjung keluar dari kamar dan terlelap sampai dini hari. Gadis yang sedang datang bulan itu terperanjat akan waktu yang berjalan dengan sangat cepat.
Lala berjalan keluar kamar. Perutnya sudah berbunyi. Suara gitar terdengar dari lantai satu. Lala tak menghiraukan keramaian yang masih terdengar di lantai satu. Ia tetap menuju dapur dan membuat mie. Rencananya mau membagi mienya dengan penghuni lain, tetapi jumlahnya tak sesuai dengan mie yang dipegang. Akhirnya ia melaju ke atas kembali. Sambil makan ia mulai membuat chat. Matanya membulat tatkala ada chat dari Rizal. Ia meminta revisi dan menyuruhnya mencari ide baru untuk membuat skripsi.
"Orang ini sudah oleng rupanya," ucapnya pelan. Kekesalannya teredam akan rilis lagi terbaru BTS Take Two. Ia enggan untuk berpikir mengenai esok hari. Gadis itu bersenandung sembari kembali mempelajari skripsi dan juga ide-ide baru yang akan ia sodorkan ke empunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
3M
Teen FictionMelati Niken Sari adalah mahasiswi semestes 3 di Universitas Bangun Bangsa. Ia berusaha hidup mandiri tanpa membebani keluarga. Ia pernah depresi, karena kondisi keluarganya yang terlilit hutang. Hal itu tak membuatnya putus asa. Ia tetap berjuang u...