The beginning : 01.

1.3K 79 6
                                    

Attention : Bahasa tidak baku dan baku.
Cerita ini saya ambil alur campuran modern dan tradisional, harap maklum jika tidak sesuai dengan ekspektasi kalian, terimakasih atas perhatiannya. Salam hangat, Hazeen.

''''''''''''''''''''''''''''''''''

Feroz berjalan dengan angkuh menuju kelasnya, dengan tas yang berada dibahunya yang hanya pegangan tasnya yang sebelah.

"11 Reguler 3", Feroz memberhentikan langkahnya sebelum memasuki kelas. Ia menatap lama tulisan didepan kelasnya.

Waktu terasa cepat sekali, dia sudah kelas 11. Namun, dirinya tak bersungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu disini, dasar Feroz!.

Tepukan dibahu membuat dirinya tersadar, Feroz menyatukan alisnya tajam lalu menoleh kesamping melihat siapa yang berani menepuk bahunya dengan kencang.

Cih, si kadal boncel.

Siapa si kadal boncel yang dimaksud Feroz?.
Jawabannya Adalah, Ardian Adhlino Gavin.
Yang biasa disebut Kadal boncel, mengapa ia disebut Kadal boncel?.

Karena Ardian, memiliki tubuh yang terbilang pendek untuk seukuran lelaki, dia juga mirip dengan kadal, jadi semuanya memberi sebutan nama "kadal boncel" khusus untuknya.

Ardian merenggut kesal kenapa semua orang masih memanggil dirinya kadal boncel coba?. Dirinya sangat muak.

Feroz terheran-heran melihat temannya merenggut, lalu bertanya.

"Kenapa Lo? ".  Feroz dengan santai menanyakan hal tersebut.

"Bisa ga sih, gak usah manggil sebutan itu. Gue muak! Feroz Argawasara!." Ardian mendelik kesal lalu menjawab dengan hentakan kakinya, seperti omega saja eh bagaimana jika hasil tes Ardian benar-benar Omega?!.

Feroz terkekeh geli melihat temannya sebal karena dipanggil sebutan khusus itu.

Feroz menyeringai tipis lalu tangannya ia bawa merangkul bahu sempit temannya dan mengajak masuk kelas.

Sebelum guru killer yang mengajar hari ini masuk.

Feroz melangkahkan kakinya menuju kursinya, dan ia melihat satu kursi paling depan ujung pojok kiri kosong.

Ia menghela nafas, lagi-lagi rivalnya tak berada dikelas melainkan diruang osisnya.

Ia mendelik kesal, ketara sekali. Sampai-sampai circle wanita yang dipojok kanan melihat dirinya secara intens.

Feroz bertambah kesal, lalu dirinya berteriak kepada segerombolan wanita itu.

"APA LO LIAT- LIAT?" Feroz berteriak dengan keras kepada circle wanita-wanita itu.

Salah satu dari mereka mendelik kesal lalu menjawab dengan teriakan tak kalah mengelenggar kelas.

"GUE PUNYA MATA, TERSERAH GUE DONG" teriak davinia dengan wajah yang ikut kesal.

Feroz menyudahi acara kesalnya, lalu ia berjalan keluar sebelum ditahan oleh sosok lebih tinggi darinya.

Feroz mengangkat kepalanya dan, shit.
Ia bertatapan langsung dengan rivalnya.

Acara membolosnya kali ini gagal lagi.

Feroz berusaha menghindar dari tubuh tegap sang ketua osis. Namun dirinya tak bisa, bahunya dicengkram keras oleh tangan lebar yang dimiliki oleh ketos tersebut.

Ketua OSIS tersebut adalah Dean Gautama.
Dean menatap tajam ke arah Feroz, lalu berkata lirih ditepat telinga.

"Lo mau kemana? Bolos lagi? Ga bisa, ada gue disini, selama ada Dean Gautama. Lo ga bisa pergi dari gue, Feroz. Ingat itu."

Enigma : obsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang