Tiga
Mazaya memejamkan matanya untuk beberapa saat sebelum mengambil tas yang ia letakkan di kursi samping pengemudi, cewek itu menghela nafas sebelum keluar dari mobil. Seharusnya rumah adalah tempat ternyaman, tetapi bagi Mazaya, rumah adalah tempat yang selalu ingin ia hindari. Jika bisa, Mazaya tidak ingin kembali ke rumah orang tuanya itu.
Memang tidak ada yang membuat Mazaya merasa tidak adil, kedua orang tuanya memang tegas tetapi tidak pernah pilih kasih. Mereka akan memberikan pujian jika anak-anaknya melakukan sesuatu yang membanggakan dan juga akan memberikan teguran serta hukuman jika anak-anaknya melakukan kesalahan.
Hanya saja Mazaya merasa malas untuk melihat sikap saudara-saudaranya, sejak kecil mereka tidak pernah akrab. Mazaya tidak disisihkan, tetapi juga tidak dirangkul, ia dibiarkan sendirian di dalam keramaian. Lama kelamaan Mazaya tenggelam di dalam dunianya sendiri, dunia yang berbeda dengan semua saudaranya. Hal itulah yang membuat hubungan mereka menjadi semakin renggang, hingga saat ini.
Mazaya masuk ke dalam rumahnya tanpa membunyikan bel, kebetulan pintu rumahnya tidak dikunci. Rasa lelah yang bersarang di tubuhnya membuat Mazaya memasang raut wajah jutek, hari ini ia memang terlalu memaksakan dirinya, tidak hanya belajar di kelas, menghadiri jam tambahan serta mengikuti les, waktu istirahatnya juga Mazaya pakai untuk mengerjakan karya tulis ilmiah yang akan ia ikut sertakan dalam lomba yang diadakan di salah satu Universitas.
"Liat tuh, Mom, baru pulang jam segini. Entah keluyuran kemana."
Cibiran itu Mazaya abaikan, ia menghampiri Gina lalu mencium punggung tangan wanita yang melahirkannya itu.
"Maza ke kamar dulu ya, Mom, capek mau tidur," ucap Mazaya lalu langsung berjalan ke arah tangga.
"Makan dulu Mazaya," ucap Gina yang dibalas Mazaya dengan ucapan bahwa ia telah makan sebelum pulang ke rumah.
Gina menggelengkan kepalanya, sejak putri bungsunya itu mengikuti les tambahan, jarang sekali Mazaya makan malam di rumah. Gina merasa khawatir dengan kesehatan Mazaya jika setiap hari dia selalu seperti itu, dari wajah Mazaya saja Gina bisa tau bahwa putrinya itu begitu kelelahan.
"Orzala, jangan ganggu adik kamu kayak gitu, kasihan dia udah capek dengan kegiatannya, jangan kamu tambah-tambahin dengan ganggu ketenangannya," pesan Gina pada Orzala, sebagai orang yang melahirkan Orzala dan Mazaya, tentu Gina paham betul watak keduanya, sikap Orzala dan Mazaya yang bertolak belakang selalu bisa menimbulkan keributan. Gina yakin bahwa Mazaya tidak akan memulai pertengkaran, ia hanya akan membalas perbuatan orang padanya.
"Bukan Zala yang mulai, Mom," elak Orzala yang tidak ingin disalahkan.
"Mommy tau benar bagaimana sifat kalian, kamu harus nurut apa kata Mommy, Zala. Jangan sampai kalian bertengkar hebat dan merusak kebahagiaan di rumah ini."
Kelima anak Gina memang tidak memiliki sifat yang sama, tetapi empat anak pertamanya memiliki pola pikir yang tidak jauh berbeda, lain halnya dengan Mazaya yang benar-benar tidak memiliki kesamaan dengan keempat saudaranya yang lain. Gina takut jika suatu saat nanti perbedaan itu akan membuat keluarga mereka kehilangan kebahagiaan akibat pertengkaran antar saudara.
"Zala nggak akan gangguin Mazaya kalau dia bersikap baik ke Zala, Mom. Mommy tau sendiri gimana Mazaya, mana pernah dia baik sama Zala, ngobrol aja jarang," keluh Orzala. Bagaimanapun juga dia adalah kakak kandung Mazaya, tentu saja di hatinya ada rasa sayang untuk adiknya itu.
"Kamu harus pahamin sifat adik kamu Zala, sejak kecil Mazaya memang selalu pendiam, dia jarang bicara dengan kita, tapi bukan berarti kamu harus gangguin dia supaya Mazaya ngomong ke kamu. Kalau kamu udah pahamin Mazaya dengan baik, kamu pasti bisa ngobrol sama Mazaya tanpa harus ngeluarin kata-kata yang bisa nyakitin perasannya."
"Zala coba deh, Mom."
Orzala pasrah, lagipula apa yang dikatakan Gina tidaklah salah, ia memang belum benar-benar memahami sifat adik bungsunya itu. Orzala hanya tau bahwa Mazaya adalah orang yang sangat menyukai belajar, sangat bertolak belakang dengan dirinya.
"Yaudah, sekarang kamu masuk ke kamar. Langsung tidur, besok kita pergi pagi," titah Gina.
Orzala menurut, ia langsung menuju ke kamarnya yang berada di lantai yang sama dengan Mazaya. Gina menyandarkan tubuhnya di sofa, semakin besar anak-anaknya maka semakin besar pula tantangan yang ia hadapi. Jika ia dan suaminya salah bertindak, maka ketakutannya akan kehancuran pasti akan terjadi.
"Mommy belum tidur?"
Pertanyaan itu membuat Gina langsung menoleh. Dia Eric. Putera sulungnya. Gina tersenyum lalu menepuk sofa di sebelahnya, meminta Eric untuk duduk di sebelahnya dan langsung dilakukan oleh cowok itu.
"Mommy pikir Eric nginap di apartemen," ucap Gina seraya mengusap kepala Eric, tidak menyangka anaknya sudah sebesar ini. "Kamu udah makan? Mau Mommy siapin makan?" tawar Gina.
Eric adalah anak sulung, secara tidak langsung ia yang bertanggung jawab untuk keempat adiknya jika Gina dan Adicandra sedang tidak berada di rumah. Memiliki empat adik membuat Eric terbiasa mengalah untuk keempatnya, lama kelamaan ia menjadi orang yang terbiasa mementingkan kepentingan adik-adiknya dibandingkan untuk dirinya sendiri. Gina selalu berusaha membuat Eric tetap merasa nyaman dan disayangi, karena itulah ia lebih lembut pada Eric dibandingkan anaknya yang lain.
"Udah makan, Mom, tadi sekalian meeting sama rekan kerja," jawab Eric.
"Capek banget ya hari ini? Mau Mommy pijitin?" tawar Gina, tetapi belum sempat Eric menjawab, wanita paruh baya itu telah memijat lengan kenan puteranya.
"Eh? Nggak usah, Mom, Eric nggak capek kok." Eric menahan tangan Gina agar tidak memijatnya lagi, rasanya sungkan jika sang ibu memijatnya seperti itu, Eric merasa menjadi anak yang tidak sopan.
"Harusnya Eric yang pijitin Mommy, Mommy pasti capek banget karena ngurusin anak-anak yang bandel itu."
Gina tertawa kecil mendengar ucapan Eric. "Mereka adik-adik kamu, Eric."
Eric ikut tertawa. "Mereka ada bikin ulah apa lagi, Mom? Biar Eric yang negur mereka."
Gina menggeleng, senyum masih setia berada di wajahnya. "Nggak ada yang bikin ulah, mereka cuma heboh biasa, apalagi tadi itu Tahira sama Reyhan datang, makin ramai di sini."
"Kalau Mazaya, Mom?" tanya Eric. Si bungsu itu sering sekali memancing emosi orang.
"Mazaya baru pulang, capek banget kelihatannya, jadi dia cuekin Orzala," jawab Gina. "Mommy khawatir sama Mazaya, dia terlalu maksain diri, nanti dia bisa sakit."
"Mommy jangan khawatir, Mazaya itu pintar, dia pasti akan jaga dirinya sendiri, Eric yakin kalau Mazaya itu nggak akan buat dirinya sendiri merasa kesusahan. Bagi Mazaya, dirinya itu sangat berharga, jadi dia nggak akan mengundang kesulitan dengan sukarela."
Ucapan Eric membuat Gina merasa cukup tenang, memang benar apa yang dikatakan si sulung itu. Bagi Mazaya, dirinya sangat berharga, jadi dia pasti bisa menjaganya.
"Kalau papi ... di mana, Mom?"
Gina terdiam, ia pun tidak tau akan hal itu. Hanya senyuman tipis yang bisa ia berikan pada Eric, senyuman yang bisa membuat Eric sadar bahwa ada yang tidak benar.
☘☘☘
Rabu, 7 Juni 2023

KAMU SEDANG MEMBACA
CAYAPATA FAMILY
General FictionMazaya adalah seorang gadis yang sangat berbeda dengan saudara kandung dan juga semua sepupunya. Perbedaan itu membuat masalah dalam kehidupannya. Terkadang dia dianggap sebagai anak angkat dan terkadang dijauhi oleh saudara-saudaranya. Namun semua...