✗ Baikan?

203 20 4
                                    

Wendy ketiduran di sofa ruang tv, Irene yang melihat hal itu ketika membuka pintu pertama kali mengeluarkan tawa.

Namun ketika ingat bahwa hari ini begitu melelahkan dia membuang nafas. Sudah pula dirinya lelah dengan ekskul yang membuat pusing, belum juga sore nanti harus latihan. Tapi dirinya agak senang karena akan bertemu Suho.

Irene perlahan mendekati tubuh gadis itu. Wendy tertidur dengan pulas nya. Wendy saat kecil sudah tertidur bak bidadari, tenang seperti air. Tidak seperti dirinya yang petakilan.

Irene mengambil tangan Wendy yang tersampir pada dudukan sofa. Menjabatnya secara perlahan, "maaf," ujarnya dengan suara tertahan.

Kemudian wajahnya dia bawa pada telapak tangan Wendy. Wajah nya kini seperti dipegang Wendy. Irene sampai tidak sadar bahwa yang lebih muda dari nya itu kini membuka mata.

Sekitar 6 detik Wendy memandangi Irene yang tenggelam dalam telapak tangannya. Ini hal klasik yang menjadi kebiasaan keduanya. Cara meminta maaf mereka sedari masih kecil.

Sampai tepukan pada kepala Irene membuat gadis itu mendongak. "Wen?" ujarnya parau.

Tatapan mata kedua nya bertemu, Wendy tersenyum kecil. "Iya gue maafin, gue juga ngga bisa marah lama-lama sama lo. Tapi anter beli sayur, gue pengen masak."

"Deal."

.
.
.
.
.

Wendy yang sudah siap dengan setelan nya untuk pergi ke supermarket menuruni tangga rumah dengan lucunya. Rambut panjangnya memantul di punggung. Irene menatap itu dengan senyum manis namun dengan jantung tidak dapat tenang.

Bagaimana tidak, Irene lupa kalau sore ini harus latihan drama sementara dirinya sudah berjanji pada Wendy untuk mengantar gadis itu membeli sayuran.

Irene rasanya ingin menampar pipi nya sekuat tenaga. Bodoh banget sih.

"Yuk kak!" Wendy tersenyum lebar ketika sudah berada di depan Irene, membuat kakak nya itu menelan ludah dan menggigit bibir dalamnya.

"W-wen-"

Wendy memandang aneh wajah Irene yang terlihat pucat dan ketakutan. "Kenapa deh? Itu hp lo juga bunyi ngga lo angkat telfon nya?"

Irene mengabaikan ucapan Wendy dan membiarkan ponselnya yang terus bergetar dan mengeluarkan nada dering menampilkan keterangan bahwa Jennie yang menelponnya begitu brutal.

"I-itu a-an-anu."

"Kak sumpah lo jelek kaya gitu, kenapa sih???"

Irene menelan ludah terlebih dulu sebelum menarik nafas begitu lama dan membuangnya dengan panjang. "Gue lupa gue harus latihan drama sekarang."

1

2

3

Wendy terdiam. Dalam pandangan Irene, mata Wendy tidak lagi berbinar, senyum gadis itu juga perlahan memudar, jangan lupa bahu nya yang tadi terangkat kini luruh dengan lesu.

"Oh ya bagus," katanya singkat tanpa senyuman, "Semangat." Kemudian gadis itu berlalu meninggalkan Irene untuk keluar rumah lebih dahulu.

Irene mengejar jalan Wendy yang lambat, Irene dapat melihat Wendy mengetikkan sesuatu pada ponselnya dan menempelkan ponsel itu pada telinganya.

Irene keringat dingin. Namun dirinya hanya diam, Wendy mode ngambek memang menyeramkan! Irene tidak suka perasaan ini, tapi Irene tidak berani.

Adiknya itu berdiri di sebelah pot luar biasa besar milik Mama Bae.

"Apa susahnya sih keluarin jay bentar!?" Suara Wendy meninggi sampai membuat Irene berjingkat. Jay itu nama motor Yuju, Irene sudah hafal.

"Lo nolak permintaan gue hah!? Gue bisa jalan tai! Tapi lo temen gue, seenggaknya ada effort lah buat sahabat lo." Irene dapat melihat Wendy yang pendek itu meremat tangannya sendiri membentuk kepalan marah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Numpang HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang