Jatuh Hati - Part 1

278 10 2
                                    

Karya: @tifany_pl


Sheryl Sheinafia

Boy William


SHERYL ——————————————————-


"Berapa lama lagi sher?" Teriak Ashilla


Buku, sudah. Novel milik Irene sudah. Aku mengecek tas ku untuk terakhir kalinya. Mendapati benda-benda penting yang memang harus kubawa hari ini. Aku mengambil satu lagi benda yang tak mungkin pernah ku lupakan. Gitar.


"SHERYYYL!!!" 


"I'm coming Shilla" Aku berbohong. Aku masih menatap cermin beberapa saat. Menyisir rambutku sedikit. Saat Ashilla menjerit kesekian kalinya aku baru keluar.


"Kita tak akan kebagian tempat tau!" Rajuknya


"Maaf" Kata ku


Hari ini adalah waktunya LDKS. Kami tak ikut yang tahun pertama. Aku tak terlalu tertarik pada hal semacam itu. Satu-satunya organisasi yang kuikuti adalah eskul seni musik. Tapi jelas sekarang sudah berbeda. Aku memutuskan untuk membuka diri pada orang-orang setelah bertemu dengan seorang cowok keren di halaman sekolah. Dia bilang dia mantan pengajar salah satu eskul. Dia tidak mau bilang eskul apa yang dia maksud. Toh aku juga tak peduli amat soal itu.


Dia bercerita macam-macam. Pertama kalinya aku mau melakukan hal yang membuang-buang waktu yang anehnya aku senang sekali akan itu. Senja datang, dia pun pamit. Rasa kecewa menyergapku. Dan dia malah berjanji menemuiku lagi esok hari.


Seminggu setelah kami berkenalan dia mengajakku ke suatu tempat. Aku diajaknya melewati halaman belakang sekolah. Di belakang semak yang rimbun ternyata ada sebuah lubang besar menuju luar sekolah.


"Jangan berisik" Bisiknya. Dia memang nyaris selalu berbisik-bisik. Tapi menurutku itu imut.


Kami keluar melalui lubang itu. Sekolahku memang berbatasan langsung dengan pemukiman warga. Dan sekarang ini kami ada di jalan setapak berbatu yang entah menuju kemana.


Boy mengisyaratkan aku mengikutinya. Dia memilih jalan-jalan yang rumit (Langkahnya zig-zag tapi aku tetap mengikutinya sambil menahan tawa). Terlalu fokus pada langkah ku, aku baru sadar Boy telah berhenti. Harusnya aku sedikit menabraknya tadi, alih-alih menabrak batu didepannya.


Boy tampak tak peduli dengan itu. Pandangannya mengarah ke tempat di depannya. Kami ada di pinggir tebing yang tak terlalu tinggi tapi cukup menyeramkan. Dan di seberang tempat kami berdiri adalah air terjun yang indah sekali. Beberapa anak kecil bermain dengan riang di bawahnya. Dan ibu-ibu mereka mencuci sambil berbincang ria.


"Belum pernah kesini kan?" Tanya Boy


Aku mengangguk. Merasa tak bisa berkata-kata melihat keindahan yang seolah tak nyata ini. Kehidupan di kota sangat jauh dari hal seperti ini. Selokan dengan air bersih saja nyaris tak ada, apalagi air terjun yang bening seperti ini.


"Keren ya. Pemandangan seperti ini bisa dengan mudah kau dapat di google. Tapi apa kau bisa menghirup udara jernihnya? Atau mungkin sensasi angin yang menampar-nampar wajahmu?"

Kata dia lagi, tersenyum.


Boy merentangkan kedua tangannya. Memejamkan matanya, terlihat damai dan tenang. Aku mengikutinya dan merasakan hal yang sama.


"Mulai saat ini, coba buka mata dan telingamu. Sapa semua orang. Berikan mereka senyuman. Buat mereka menyadari bakatmu. Ingat sekali lagi, walau semua hal bisa kau dapatkan dari gadget canggih.. Ada satu ciptaan Tuhan yang luar biasa yang harus kita syukuri kehadirannya; kemampuan kita untuk merasakan" 


Boy membuka matanya. Berbalik.


"Cukup untuk hari ini. Lain kali aku akan membawa mu ke bawah air terjun sana. Jangan lupa bawa gitarmu, sekalian kita selesaikan tugas dari Pak Ramlan" Boy mengedip. Aku tak tahu darimana dia tahu tugas itu. Ku pikir aku telah tak sengaja menceritakannya tadi. Kami pun kembali ke asrama. Dan itulah hari pertama kalinya aku mengobrol banyak hal tak penting dengan teman sekamarku, Ashilla. Dan hari pertama aku menyapa semua orang di koridor sekolah.


"Sheryl" Kata Ashilla. Menyadarkanku dari lamunan


"Aku tak tau apa yang kamu pikirkan. Tapi dari tadi ada orang yang memperhatikanmu terus" Kata Ashilla, berbisik. Dia mengedik kearah panggung aula. Dan aku melihat seseorang tepat di ujung sana. Mengenakan jas hitam, bukan jaket kulit seperti biasa. Boy terlihat lebih tampan. Dia mengerling padaku.


"Kau kenal dia?" Tanya Ashilla. Kami memilih tempat duduk di depan.


"Kenal" Jawabku


Dua orang baru saja naik keatas panggung. Mereka menggotong meja yang dilapisi kain hitam. Dan yang terjadi selanjutnya benar-benar tak masuk akal. Dua orang itu berjalan menembus tubus Boy yang langsung menghilang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 03, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jatuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang