Sebuah Angan?

15 5 1
                                    

Suara adzan berkumandang gadis cantik tampak membuka mata perlahan - lahan. Dengan mata yang berat gadis itu langsung mengambil air wudhu. Selepas kewajiban sudah terlaksanakan, gadis itu turun ke bawah hendak membuat sarapan.

Gadis tersebut bernama Arra Khaymara, kini dia sedang menempuh pendidikan sarjana. Tiga tahun terakhir ini dia sedang mencari serta menunggu waktu di pertemukan dengan seseorang.

"Ya Allah pertemukan hamba dengan dia, setiap do'a hamba tentang dia ada secercik keraguan," do'a khusyuk Arra dalam hati. Arra tak putus asa meminta kepada Sang Khaliq untuk bertemu dengan pemuda tersebut.

Matahari yang tampak enggan muncul, burung dan ayam saling bersahutan, tangan seorang gadis yang lihai memotong sayuran, memasukkan sayuran, hingga menjadi sebuah makanan.

"Assalamu'alaikum Umi, Arra berangkat dulu ya, sepulang kuliah Arra mampir ke rumah Umi, Umi mau di bawakan apa?" tanya Arra kepad sang Umi. Sejak masuk kuliah Arra memang ingin mandiri, awalnya Arra tidak di izinkan oleh kedua orang tuanya, akan tetapi Arra meyakinkan kedua orang tuanya bahwa dia bisa. Arra juga janji tidak akan merepotkan kedua orang tuanya.

Tiba di kampus Arra langsung belajar materi yang akan di bahas hari ini, Arra takut tiba-tiba ada ulangan mendadak itu sangat menyulitkan dirinya sendiri. Arra masuk kuliah dengan jalur beasiswa, maka dari itu dia akan mempertahankan beasiswa nya itu dengan belajar walau harus terbagi waktu untuk bekerja.

"Pokoknya habis dari rumah Umi, aku harus mencari kerja part time. Bismillah," ucap Arra yang menyemangati dirinya sendiri. Untuk menyambung hidupnya, Arra gencar mencari lowongan kerja part time. Masalah gaji Arra tidak mempermasalahkannya secara dirinya sendiri belum ada pengalaman kerja.

Bel berbunyi menandakan waktu pulang namun juga menandakan dzuhur tiba. Arra santai memasukkan buku yang berserakan di mejanya, tiba-tiba Arra tersentak kala suara agak keras memanggilnya.

"Arra, ikut aku yuk," ajak pemuda tersebut. Arra bahkan hanya melihat pemuda itu sekilas.

"Maaf Tito, hari ini Arra mau ke rumahnya Umi," jujur Arra. Pemuda itu bernama Tito Arbani teman sejurusan dengan Arra. Arra memang ingin mengunjungi Uminya lantaran ada rindu yang tak terbendung.

"Habis anterin aku aja baru kerumah Umi ya?" paksa Tito.

"Maaf Tito, Arra beneran gak bisa lain waktu aja ya," tolak Arra secara halus. Pasalnya habis dari Umi dia ingin mencari lowongan kerja.

Akhirnya Tito meminta maaf lantaran sudah sedikit memaksa Arra untuk ikut dengannya. "Baiklah Arra, maaf ya tadi sudah memaksamu,"

Sebelum ke rumah Umi Arra sholat dhuhur terlebih dahulu dan mampir untuk membelikan sesuatu untuk Uminya. Arra hanya membawakan kue coklat kesukaan Uminya.

Arra memencet bel, "Assalamu'alaikum Umi," salam Arra.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh Nak, ya allah Umi rindu banget," ucap Umi sembari memeluk Arra dan mengajak masuk ke dalam rumah.

"Arra bawakan kue kesukaan Umi, nanti di makan ya," ucap Arra dengan menyerahkan buah tangannya kepada sang umi.

"Tabarakallah, terima kasih Nak," balas Umi seraya mengambil kue tersebut lalu meletakkannya di atas meja.

"Bu, tolong ini bawakan ke dapur ya lalu bagi untuk ibu dan saya," perintah Umi Fatimah kepada pembantu tersebut. Umi Fatimah enggan memanggil pembantunya dengan sebutan "Bi" menurutnya itu tak sopan, dan semua manusia sama.

"Baik Bu, terima kasih," balas Bu Siti dengan sopan lalu segera ke dapur.

"Emm, Umi, Arra mau bekerja," beritahu Arra kepada Umi. Terlihat Umi terkejut dengan ucapan Arra tadi. Arra jadi berfikir jika Umi saja terkejut apalagi Abi.

ZARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang