Fifian Monika, memberanikan diri untuk bicara pada suaminya yang terkenal dingin tak banyak bicara.
“Jevan…, Hm… a-aku memutuskan untuk pulang ke rumahku hari ini.”
Jevan yang tengah menghadap kulkas langsung berputar mendengar kata yang terucap dari istri yang dijodohkan ibu padanya. Setelah benar-benar menatapnya ia pun mengangguk. “Baiklah.”
Pria bertubuh tinggi itu pergi ke dapur mengambil sesuatu dan melemparkannya tepat ke hadapan istrinya.
“Apa ini?” Suara Jevan jelas sekali menusuk ke telinga Fifi.
Gadis belia yang masih delapan belas tahun itu terpaku menatap baju yang kurang bahan terlempar ke hadapannya.
“Kau bilang ingin berubah menjadi lebih baik, tapi kenapa kau masih menggunakan pakaian seperti ini?”
Pekikan Jevan di pagi buta ini berhasil membuat jantung Fifi berpacu hebat.
“Aku mencium bau rokok dan alkohol dari baju itu. Kemana kau menggunakannya?” teriak Jevan lagi.
“Aku ke kelab!"
Jevan mendecih lalu mengerling tak habis pikir.
“Oh, ya, kelab malam memang duniamu,” tutur Jevan kesal.
Jevan mengambil gunting dari rak dan berjalan menuju kamar mereka.
Ia membuka lemari istrinya dan mengeluarkan semua baju yang terbilang seksi dan mulai mengguntinginya dengan brutal.
“APA YANG KAU LAKUKAN?!"
Fifi balik meneriaki suaminya yang sudah tak terkendali. Ia tak mampu mengendalikan air matanya yang kini sudah membasahi pipi.
“HENTIKAAAN!” jerit Fifi sampai mengintip urat lehernya. Ia sudah tak tahan dengan kelakuan gila suaminya yang dingin ini. Sekalinya bicara malah menyakitkan.
“Tak kusangka, ternyata aku melakukan kesalahan besar karena telah menerima kau sebagai suamiku,” sesal Fifi sambil menyapu air matanya dengan kasar.
Perkataan itu menarik hati Jevan, hingga ia beranjak dan membalikkan badan.
“Kau tahu, baju itu lebih berharga dari pada dirimu di mataku. Ketika aku kesulitan untuk menjadi istrimu, baju itu mampu membuatku lebih percaya diri di hadapan pria lain. Aku lebih berani untuk merayu pria yang ada di kelab itu dari pada suamiku sendiri. Bahkan untuk menyapa kau saja aku harus menyiapkan mental dulu. Begitulah kau di mataku,” terang Fifi dengan air mata yang masih saja keluar.
Jantungnya berpacu lebih cepat dari sebelumnya. Fifi sangat marah kali ini.
“Kau pikir, bagaimana denganku? Aku bahkan tak tertarik sama sekali dengan dirimu!" Jevan berbohong. Setelah mengucapkan kata itu ia seperti tersadar akan kesalahan.
Ari menghela napas kesal melihat Jasmin yang sudah seperti istri ditinggal mati suami. Bersimbah air mata.
“Baiklah, kalau kau memang mau pergi, silahkan.”
Ari menjatuhkan gunting ditangannya, lalu pergi meninggalkan Fifi sendiri. Pagi yang cerah ini, harusnya menjadi hari yang baik karena ini adalah hari pernikahan mereka untuk satu bulan. Kenapa malah pertengkaran hebat yang terjadi?
Mendengar ucapan suaminya, Fifi tak mau berlama-lama. Ia langsung membereskan pakaian dan bergegas meninggalkan rumah yang dibeli Jevan atas nama mereka berdua.
Benar, dia memang tak tertarik padaku. Untuk apa bertahan di sini lagi. Kepala Fifi di penuhi dengan kalimat Jevan yang menusuk jantungnya.
Jevan frustasi, ia membanting dirinya ke kursi yang ada diruang kerja. Ia sedang tak ingin melihat Fifi. Hanya itu satu-satunya ruangan yang tak boleh dimasuki istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Jevan
RomanceFifi Rubiyanti gadis berusia delapan belas tahun terpaksa menikahi pria asal Jakarta yang bernama Jevan Julian. Di awal pernikahan Fifi sangat kesulitan untuk sekedar mendekatkan diri dengan suami barunya yang punya sifat pendiam. Dia juga kerap me...