"Gila lo, cuman gara-gara Ari doang milih ga ikut kemping." ucap Dira, sambil beranjak dari kasur.
"Biasalah, bucin," ucap Okta sambil mengunyah makanan yang disediakan Saptha.
"Kalau lo di posisi gue juga, gue yakin lo ga akan mau ikut Ta" jawab Saptha.
"Iya, sama aja lo berdua. Intinya Saptha ga mau ikut kalau ga ada Ari, dan Okta ga akan mau ikut kalau ga ada Christ."
"Dan lo ogah ikut kalau ga ada Anang!" ucap Okta.
"Enak aja. Tetep ikut dong gue." Dira menarik bungkus makanan dari tangan Okta.
"Andai aja Adam ga pindah, gue rasa lo juga bakalan kaya gue sama Okta Dir."
"Andai Adam ga pindah, dia tetep pacaran sama si Mega. Bukan Dira." ucap Okta menarik kembali bungkusan makanan dari tangan Dira.
"Dih si nenek lampir. Najis banget gue ngomongin dia,"
"Sama. Mulutnya menye-menye banget ewh," Okta menirukan cara berbicara Mega yang terkesan dibuat-buat.
"Tiara jadi kesini gak?" tanya Dira pada Saptha.
"Kayanya ngga deh. Ortunya ribut lagi," Saptha memegang handphone Blackberrynya.
"Berat banget pasti jadi dia ya," ucap Okta. "Kita harus nguatin dia."
"Caranya?" tanya Dira
"Kita datengin orang tuanya. Kita suruh pisah"
"Geblek! Makin sedih dong Tiaranya bego"
"Daripada berantem mulu tiap hari? Gue pernah di posisi Tiara, dan sejak ortu gue mutusin buat pisah, gak ada tuh ribut-ribut lagi."
"Iya, ortu lo emang ga ribut lagi. Lo doang yang ribut ama nyokap lo tiap hari." ucap Saptha.
"Yee, lo kaya ga pernah ribut aja ama nyokap lo"
"Ga sesering elo, weqq" Saptha menjulurkan lidahnya. Beberapa detik hening, kemudian "Gimana ya caranya supaya jadi cantik kaya Tiara?"
"Iya, bener. Tiara, Mega, Mimi, Jocelyn. Kaya, cantik, pinter.." ucap Okta.
"Mega? Cantik? Pinter? Idih, najis." Dira berkata sinis.
"Seengganya enak diliat,"
"Gak ada enak enaknya sama sekali. Eneg iya,"
"Sabaaarrrrr.." ucap Saptha.
"Kita perawatan yuk!" seru Okta.
"Uangnya? Dapet duit darimana?" tanya Saptha.
"Lo kan kaya, tinggal treatment lah," jawab Dira.
"Bokap gue yang kaya. Gue mah kaga,"
"Kita coba cara tradisional. Besok lo semua kumpul disini, siang. Kita luluran." ucap Okta.
"Kenapa harus siang?" tanya Saptha.
"Karena gue besok pagi sampai siang tidur. Mumpung Minggu. Nah habis gue bangun tidur baru deh kita luluran."
"Manjur ga ide lo?" tanya Dira.
"Lo kira nenek lo suntik putih dulu? Mereka ya pasti pakai cara tradisional lah biar cakep. Kalau ga, ya ga akan nikah sama kakek lo."
"Nenek gue nikah umur 15 tahun. Lah gue umur 15 tahun masih nyalin PR-nya Anang, belum pernah pacaran pula." ujar Saptha sambil menopang dagu di kasurnya.
"Gimana kalau kita buat challenge?" ucap Okta.
"Challenge apa?" tanya Saptha dan Dira.
"Kita harus udah ciuman sama cowok yang kita suka, sebelum pesta prom night?"
"Gila, gila! Lo gila!" seru Saptha. "Tapi pengen.."
"Geblek, hahaha!" Dira tertawa.
"Tapi gimana caranya?" tanya Saptha. "Lo yakin emang Christ mau ciuman sama elo? Ari juga kaya gimana ya reaksinya kalau gue ajakin ciuman?"
"Challenge-nya agak susah sih."
"Yaelah, lo tinggal ciuman sama Anang. Pacar lo depan mata juga." Okta mendorong bahu Dira.
"Masalahnya gue ga pernah ngapa-ngapain sama dia, bego."
"Tiara kita ikut sertain ga nih?" tanya Saptha.
"Tiara suka sama siapa emangnya di sekolah?" Okta balik bertanya.
"Gue agak bingung sih sama tuh anak. Dia bilangnya sih punya pacar, yang namanya Farid Farid itu. Tapi kok ga pernah dipublish ya?" ucap Dira. "Lo pada curiga, ga sih?"
"Lo curiga apa? Farid itu cewe?" tanya Okta. "Farida dong hahaha"
"Bukan gitu anjir. Maksud Dira itu, Faridnya itu beneran ada apa ngga, itu masalahnya. Toh fotonya juga ga pernah ditunjukin ke kita."
"Nah mulai, memakan bangkai saudara sendiri. Alias lo ngapain ngegibahin temen sendiri anjir." ujar Okta.
"Lo tiba ngegibahin Mega aja gercep," ucap Dira.
"Udah ah, gue mau ke toilet dulu. Lo berdua jangan ngegibahin gue ya!" ucap Saptha.