Kau, Si Kucing, dan Sang Hujan

2 0 0
                                    

Hujan turun deras tepat ketika aku sampai di naungan emperan sebuah kafe pinggir jalan.

Aduh, batinku. Duit ludes, hp lowbatt, mau nerobos juga seragam masih harus dipakai besok.

Aku duduk di bangku kayu di bawah atap seng yang berirama dihujam tetes-tetes tangisan langit. Kutepuk-tepuk ujung rokku yang basah. Tak ada pilihan lain selain menunggu hujan mereda sepertinya.

Lima menit berlalu, aku mulai bosan. Awalnya aku berniat menyalakan ponsel untuk mencari hiburan. Tapi kemudian aku menepuk dahi mengomeli diri sendiri yang begitu pelupa. Dengan sombong, benda persegi panjang itu persisten menampilkan layar hitam hampanya. Aku menghela napas.

Sepuluh menit berlalu. Merasa rajin, kukeluarkan buku paket matematika dan membuka halaman yang dijadikan PR oleh guruku tadi siang di sekolah. Soal-soalnya sedikit dan tergolong mudah sehingga bisa cepat kuselesaikan. Rampung. Aku menghela napas.

Lima belas menit berlalu. Seekor kucing kurus mengeong lirih sambil menyundul-nyundulkan kepalanya ke kaki berbalut sepatu hitam putihku. Aku membuka tutup botol minumku, mengalirkan isinya ke tadahan telapak tangan kanan untuk memudahkannya melepas dahaga. Sayang ia menolak dan kembali mengeong. Bodohnya aku. Ia bisa minum dari mana saja dalam kondisi cuaca seperti ini. Bukan air yang ia minta.

Makanan? Bekal makan siangku sudah habis tanpa sisa sebutir nasi pun. Uangku juga tidak mungkin cukup untuk memesan sesuatu di kafe. Hanya beberapa koin perak yang tersimpan dalam dompet nyaris kosong. Aku menghela napas.

Dua puluh menit berlalu. Aku sudah berusaha cuek bebek, tapi kucing berbulu perpaduan putih, hitam, dan karamel itu terus saja mengemis padaku. Aku menggigit bibir gemas. Kenapa tidak minta saja kepada pelayan kafe atau pemuda berpenampilan elit yang asyik bermain gitar di salah satu meja tak jauh sana? Kalau kau terus-terusan begini, Wahai Kucing, kesannya malah seperti aku yang berlaku pelit.

Dua puluh lima menit. Aku semakin tak acuh dengan keadaan sekitar. Hujan memang tak kunjung berhenti, tapi kucing kurus itu kini melingkar tertidur dengan dengkuran halus, masih di tempat yang sama. Sepertinya ia lelah. Begitupula yang kurasa. Hari ini begitu sibuk dengan ulangan-ulangan harian dan tugas organisasi. Sepertinya bukan ide yang buruk untuk tidur sebentar ditemani bunyi debur taburan hujan dan melodi gitar akustik yang dipetik lembut dalam latar belakang.

Kusandarkan punggungku pada dinding kaca kafe yang terasa dingin. Nyaman. Kantuk serta-merta menyergapku seiring angin sepoi yang menghembus sejuk. Menit-menit setelahnya kuisi dengan berpetualang ke alam mimpi. Entah apa yang terjadi di alam nyata pada si kucing atau sang hujan, aku tidak tahu sampai ketika satu jam terlewat tanpa terasa, aku terbangun oleh kehadiran seseorang yang berdiri di hadapanku.

Sosoknya masuk dalam jangkau pandangan. Berpakaian serba hitam dengan gitar disarungkan juga diselempangkan. Ia menatapku empatik sambil mengulas senyum tipis di antara dua pipi. Aku segera menyadari posisi kucing tadi yang kini menggeliat di gendongannya. Ia juga sudah membuka mata, pelan menoleh ke arahku dan mengeluarkan eongan. Kuperhatikan perutnya yang membuncit kenyang, tak lagi kempes seperti tadi. Lelaki tadi membuka mulut, mengatakan sesuatu yang sukses membuatku ternganga.

"Ada mobil otw ke sini. Nanti kau bisa pulang menaikinya." suaranya begitu renyah dan menenangkan. "Itu ada sedikit hadiah dariku."

Aku melirik bungkusan di samping. Sepertinya produk kafe yang di-package rapi dalam kantung kertas kecokelatan. Sebelum aku sempat bertanya mengenainya pada lelaki itu,

Sosoknya telah pergi seolah tak pernah ada. Sepertinya kucing tadi juga dibawanya. Mereka berdua hilang digantikan sebuah sedan hitam yang tiba-tiba datang.

Ketika aku membuka kantung kertas tadi, kudapati seporsi toast, latte dalam cup, seuntai gelang kayu, berukir indah, serta selembar mungil sewarna kertas novel bertuliskan :

"Semoga kita dapat bertemu lagi."

Wajahku menghangat, dan bersamaan dengan tiupan ringan AC mobil yang membelai lembut, aku tersenyum sedih.

.

Ditulis pertama kali pada : 8/12/2021

Ditulis ulang + revisi pada : 19/12/2021

nemu ini, daripada mbusuk dan nggak pernah dibuka lagi, mending post sini ajalah. siapa tau suatu hari bisa jadi ide cerita yg lebih serius.

dan yah, ini literally dapet idenya dari cover Pretender-nya Official Hige Dandism oleh Mafumafu, lagu yg diatas itu~ 

uwu

just random thoughtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang