Seorang gadis berjalan memasuki pekarangan rumah susun yang padat, banyak anak kecil berlarian kesana kemari, tawa mereka mengisi sore kala itu bermain dan bercanda seperti tak ada beban, bisa dibilang gadis itu iri...
Ia berjalan menaiki tiap anak tangga yang tertutup debu itu, disini tak ada lift yang memudahkan kalian mencapai lantai atas, tak ada eskalator pula yang mempercepat kalian untuk sampai dilantai yang dituju, hanya tangga diam yang membuat kalian mengeluarkan tenaga extra untuk mencapai lantai atas, tak peduli betapa lelahnya kaki, tak peduli betapa beratnya beban yang dibawa, jika ingin mencapai lantai teratas ya mau tak mau harus menaiki satu persatu anak tangga.
Disini, lantai 6 adalah tujuan akhir gadis itu ia melangkah menuju ruang nomor 116, namun retinanya menangkap sesuatu yang asing, ada sosok perempuan yang menunggunya didepan pintu hitam lusuh itu.
"Kamu sudah pulang?"tanya wanita berpakaian blazer hitam itu.
"Sudah saya bilang bukan? Tidak perlu kemari lagi saya tidak tertarik dengan tawaran anda"
"Sayang"tangan wanita itu meraih pipi mulus Nadhiera.
Ia mengelak, reflek yang ia perbuat seperti bukan keinginannya.
"Kita obrolin di dalam ga enak didengar tetangga"
Gadis itu meraih kenop pintu usang itu, dan masuk diikuti oleh wanita itu dibelakangnya.
"Mau apa lagi"tanyanya to the point.
"Mamah cuma-"
"Jangan pakai sebutan itu, saya jijik"
"Nadhiera sebarapa kamu menyangkal pun saya ini mamah kandung kamu, dan akan tetap seperti itu selamanya"
"Mamah?"helaan napas berat gadis itu lepaskan.
Sesak...
"Anda sebut dir anda seorang ibu, ibu macam apa yang meninggalkan putrinya di panti asuhan? Jika anda seorang ibu maka anda akan mendedikasikan hidup anda untuk merawat saya, tapi apa yang anda lakukan? Anda membuang saya!"
Lega?...
"Nadhiera, mamah ga pernah berniat membuang kamu, tapi mamah perlu waktu, bagaimana mamah bisa merawat kamu disaat batin dan finansial mamah tidak siap? Saya akan lebih menyesal jika merawat kamu dengan keaadaan saya yang menyedihkan waktu itu"
"Mamah minta maaf sayang, mamah juga ingin merawat kamu, menimang kamu, dan menyusui kamu, tapi apa daya mamah nak?"
Air mata itu, air mata yang sedari tadi ia tahan tak dapat lagi ia bendung, bohong.. bohong jika Nadhiera bilang ia tak rindu pada sosok ibunya, bohong jika Nadhiera bilang ia tak membutuhkannya saat ini.
Pecah.. pecah sudah pertahanan Nadhiera ia sekarang rapuh ia membutuhkan pelukan mamahnya.
Wanita itu menarik tubuh gadis dihadapannya yang ia sebut putrinya.
"Maafin mamah Nadhiera, mamah juga ga mau kita seperti ini tapi wanita jahat itu yang membuat keadaan menjadi rumit seperti ini, mamah minta maaf sayang"ia menarik putrinya lebih dalam kedalam dekapannya, sesekali ia mencium pucuk kepala putrinya itu.
Gadis itu sesak, sakit, sedih, marah, dan rindu bercampur menjadi satu dalam sukmanya, relung hatinya ngilu, gadis yang disebut sebagai Ms Einstein itu kini benar-benar rapuh, otak geniusnya tak mampu memikirkan apapun sekarang, seketika semua rumus fisika yang baru saja ia pelajari disekolah tadi lenyap semuanya, saat ini ia bukanlah Nadhiera siswi jenius kebanggaan kota kembang itu ia hanya Nadhiera, Nadhiera Zalaykya yang rapuh dan rindu sosok mamahnya dan dekapan hangatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMUDRA; PI HIGH SCHOOL
Teen FictionPelita Indonesia, sekolah elite dengan para murid dengan kecerdasan diatas rata-rata didalamnya, sistem pembelajaran yang ketat nyatanya tak hanya membuat muridnya pintar namun juga tertekan, Pelita yang seharusnya menerangi dunia malah menyimpan ke...