chapter thirty one

52 2 0
                                    

HAPPY READING








5 tahun kemudian.

Malam hari.

Seorang gadis tengah duduk disebuah taman yang sangat indah. Dirinya mengenakan suit berwarna biru dongker.

Mengenakan kaca mata bening yang cantik bertengger di hidup mancung nya. Dia menatap lurus kedepan, dimana disana berdiri sebuah gedung yang sangat tinggi dan juga besar. Sebuah perusahaan yang sangat mendunia yang ia bangun satu tahun yang lalu dengan kerja keras nya sendiri.

Gadis itu menerawang kedepan. Gadis itu mengingat bahwa dulu setelah lulus sekolah. Dirinya dan Arleno harus berpisah lagi. Arleno kuliah disebuah university di Inggris. Dan dirinya kuliah di Australia. Zia, gadis itu mendapat beasiswa di sana.

Gadis itu juga menjadi lulusan terbaik di kampusnya. Bukan hal yang mudah untuk menjalani nya. Tapi Zia terus berusaha dan belajar. Sampai dirinya sakit berkali-kali dan juga hampir menyerah. Tapi gadis itu tetap terus berjuang hanya demi impiannya.

Perusahaan yang dia bangun dan memiliki cabang dimana-mana serta kuliahnya. Itu adalah murni kerja keras Zia. Zia tidak membiarkan keluarga Frendco membantu dengan uang dan kekuasaan nya itu.

Hanya waktu Zia ingin membangun perusahaan dan butuh modal. Gadis itu meminjam uang Frendco, Zia sebenarnya tidak mau. Tapi karena Frendco bilang bahwa lebih baik dirinya meminjam uang pada pria itu dibanding harus pinjam di bank.

Bahkan Zia sudah melunasi semua pinjaman nya pada Frendco. Memang awalnya Frendco menolak tapi Zia terus memaksa.

Zia melihat seorang laki-laki yang berjalan kearahnya dengan membawa satu cup berisi coklat panas. Itu adalah Arleno, pacarnya. Cowok itu terlihat semakin dewasa dan juga sangat tampan.

Perusahaan nya semakin berkembang pesat. Prestasi nya tak terhitung, dan juga bahkan saat mereka berpisah selama beberapa tahun ini sampai sekarang, cinta cowok itu kepada Zia semakin besar. Awalnya Zia berpikir bahwa cowok itu nanti akan bertemu dengan wanita cantik dan lebih baik dari dirinya di Inggris.

Tapi sepertinya perkataan Arleno tentang dirinya hanya tertarik pada seorang Skotalazia, itu memang benar.

"Ini, buat kamu," Arleno menyodorkan coklat panas itu setelah duduk disebelahnya.

Cocok sekali dengan hawa dingin ini. Ah, cowok itu sangat peka sekali.

"Makasih," ucapnya tersenyum lalu menyeruput coklat panas itu.

"Masuk ke dalam aja, kalo gak aku anterin pulang. Disini dingin, kamu kan gak kuat kalo dingin," ujarnya lembut sambil mengusap rambut Zia.

"Gapapa, aku masih mau disini. Liat langit, indah banget soalnya apalagi ada bulan sama bintang," katanya menatap ke atas, melihat ke langit dimana disana bertabur bintang yang terang dan juga bulan.

Berbeda dengan Zia yang selama beberapa menit diam dengan memandang langit malam dan juga menikmati semilir angin yang dingin tapi menyejukan.

Arleno malah sadari tadi hanya melihat wajah gadisnya. Mata cowok itu tidak beralih dari menatap Zia. Seakan tak ada objek lain yang indah selain Skotalazia.

"Ar.." panggil nya menoleh kearah wajah Arleno.

"Hm."

"Dulu aku sebelum mengenal kamu, aku selalu sendirian. Selalu kesepian, selalu takut. Kamu tahu? Aku dulu jelek banget."

Entah kenapa bibirnya berbicara seperti itu. Sudah selama bertahun-tahun, tapi baru kali ini Zia berbicara tentang hal seperti ini pada Arleno. Tentang lukanya, tentang hidupnya.

SKOTALAZIA ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang