Memasuki lorong yang penuh dengan sel tahanan di kanan dan di kiri. Suara nyaring dari beberapa narapidana terdengar bising di telinga Gladis. Ia mencari keberadaan ayahnya di tiap sel tahanan. Walau sebenarnya polisi akan mengantarkan langsung.

"Apa ayah masih jauh?"

"Dia berada di ujung sana."

Sudah sampai. Di sel tahanan nomor 304. Si polisi membuka jendela kecil di pintu dan menyebut nama ayah Gladis untuk keluar.

Ini adalah dua hari sebelum eksekusi ayahnya. Karena kasus pembunuhan ibunya sendiri sang ayah mendapat hukuman penjara selama dua puluh tahun dan hukuman mati. Namun tak disangka kalau jadwal eksekusi nya berubah lebih cepat, bahkan sebelum Gladis menjadi mahasiswi.

Sang ayah keluar dengan berat hati. Ia malu dipandang oleh anaknya sendiri, kalau ia adalah seorang narapidana yang akan dieksekusi dua hari lagi. Bendungan air mata yang membuat pandangan buram jatuh setetes demi setetes membasahi pipinya. Diusapkannya air mata tersebut dengan lembut oleh Gladis, sama halnya yang dilakukan sang ayah ketika Gladis menangis kala itu.

"Dimataku ayah tak pernah salah, ayah hebat, ayah adalah pahlawanku."

"Biarkan aku ikut bersama ayah nanti, atau tukar saja posisi ayah denganku. Orang baik tak pernah bersalah ayah."

Sang ayah memegang telapak tangan putrinya, "Dan yang baik tak selamanya benar, Gladis."

Gladis menangis saat itu juga. Di benaknya tersimpan ribuan pertanyaan, ribuan opini yang ingin disampaikannya pada sang ayah. Namun itu semua tertahan. Hidupnya penuh dengan gunjingan, nyinyiran dari kerabat, tetangga, bahkan temannya sendiri yang mengatakan bahwa ayahnya pembunuh, maka ia juga akan menjadi pembunuh.

Jika saja di awal aku bisa mengatasi hal ini sendiri, mungkin ayah tak akan terseret kesini, pikir Gladis. Ia memeluk ayahnya seerat mungkin sambil terus menangis di pelukan. Air matanya membasahi pundak sang ayah. Namun tak apa, ini akan menjadi pelukan terakhir bagi mereka. Dalam hatinya ia terus berdoa pada Tuhan untuk keselamatan sang ayah atau sebuah keajaiban datang untuk membebaskan ayahnya.

Tetapi itu semua percuma, jika takdir sudah mengatakan yang sebenarnya.

~..~

Setelah jenazah sang ibu di autopsi, ternyata sang ibu mengalami gangguan jiwa semasa hidupnya. Juga seorang pecandu alkohol akut. Karena sakitnya itu menyebabkan ia hampir membunuh putrinya sendiri, namun ternyata dirinya sudah dibunuh di tangan suaminya. Dan kini yang terkena hukuman adalah suaminya.  

THE END

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 17, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

who's the villain? [END] Where stories live. Discover now