(1) When My Eyes Keep Staring at You

27.6K 793 100
                                    

Gadis itu berjalan dengan wajah tanpa ekspresi. Ia menyipitkan mata dan menipiskan bibirnya. Sibuk berkomat-kamit untuk meredakan kekesalan yang memang sudah berada di ubun-ubun.

"Keluar sekarang juga atau aku yang akan memaksa kalian semua untuk keluar!" katanya dengan dingin seraya menghentikan langkah.

Ia berbalik. Melipat tangannya di depan dada dan melihat sekeliling. Menatap dengan bengis para pria ber-tuxedo hitam yang mulai keluar dari tempat persembunyian masing-masing. Shin Je Wo mengibaskan rambutnya ke belakang. Tidak peduli seberapa menyeramkannya ia menatap pria-pria itu, gadis itu tetap terlihat memesona. Dan sayang sekali, dengan gaya penuh otoritas seperti itu malah membuatnya terlihat lebih cantik lagi.

"Yak! Dengar, berhenti mengikutiku! Aku tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh, jadi kalian tidak perlu menaati perintah laki-laki tua itu untuk terus menempel padaku seperti hama. Sekarang, silakan enyah dari pandanganku. Sebelum aku benar-benar mematahkan kaki kalian." Suara merdu itu mengalun dengan penuh ketegasan dan aura yang tidak bisa dibantah. Membuat pria-pria di hadapannya terdiam. Seolah sadar dengan kondisi emosi gadis itu yang mengkhawatirkan, semua pria itu mengangguk patuh.

"Baiklah, Tuan Putri. Tapi Tuan Besar berpesan supaya Anda kembali ke rumah sebelum makan malam," jawab seorang laki-laki dengan nada patuh yang kentara.

"Aku tahu apa yang harus kulakukan. Termasuk pulang tepat waktu. Jadi, kalian boleh pergi sekarang juga. Dasar orangtua menyebalkan!" sungut gadis itu sambil menghentakkan kaki. Berbalik dengan kesal kemudian melanjutkan perjalanan.

Shin Je Wo melangkahkan kakinya menuju deretan toko di pinggir jalan. Memasuki salah satunya yang langsung disambut oleh dentingan bel saat pintu itu terbuka. Ia melihat sekeliling dan langsung menjatuhkan tubuh di kursi di hadapan seorang gadis manis yang sedang sibuk dengan novelnya. Ia langsung menyeruput gelas di hadapannya dengan beberapa tegukan besar, kemudian diakhiri dengan desahan lelah yang terdengar amat berlebihan.

"Kenapa? Apa lagi yang dilakukan ayahmu kali ini?" tanya Hyemi tanpa mengalihkan tatapan dari novelnya.

"Seperti biasa. Ayah tetap mengirimkan para prajuritnya untuk mengawalku. Cih, yang benar saja. Aku bisa menjaga diriku sendiri. Apakah menurutnya segala ilmu bela diri yang ia ajarkan padaku itu belum cukup? Sehingga harus ditambah pengawal tidak berguna yang bisanya hanya merusak pandanganmu saja. Malangnya lagi, semuanya tidak ada yang tampan dan benar-benar kaku. Payah!" keluh Je Wo panjang lebar. Sepertinya benar yang orang-orang katakan, gadis ini memang bermulut tajam.

"Kau pikir ayahmu ingin memberikanmu suami, sehingga harus menyediakan segudang pria tampan untukmu?"

"Tetap saja. Harusnya dia juga memikirkan bagaimana berada di posisiku. Bagaimana rasanya berdekatan dengan pria-pria berwajah datar yang bisanya hanya berkata 'Baiklah... Tidak. Terima kasih...' Berani sekali mereka mengaturku untuk pulang tepat waktu. Cih, aku tidak sudi."

"Tetapi kau tetap bisa kabur kan? Alasan apa lagi yang kau katakan? Oh ya, sepertinya masih ada satu pengawal setiamu yang tidak bisa meninggalkan Tuan Putrinya sendirian." Hyemi berkata sambil mengedikkan dagunya ke arah belakang Je Wo.

"Aku tahu. Sudahlah. Aku tidak akan bertingkah hari ini. Lama-lama aku bisa gila karena ayahku dan semua kekuasaannya yang mulai terasa menyebalkan itu."

***

Setelah menghabiskan lima tahunnya di Amerika, akhirnya pria itu kembali menginjakkan kakinya di Seoul. Kota ini masih terasa sama baginya. Jalanannya. Aromanya. Juga suasana rumah di hadapannya yang masih sama hangatnya saat ia meninggalkannya dulu.

Cho Kyuhyun melangkahkan kaki menapaki halaman rumahnya. Membuka pintu dan langsung disuguhi oleh pemandangan yang tiba-tiba ia rindukan. Kakinya mulai melangkah lebih dalam. Melewati perabotan-perabotan mewah yang tertata rapi, hingga menuju ruang keluarga yang luas. Seketika terbayang segala aktivitas dan gelak tawa yang pernah mengisi rumah itu. Membuatnya terdiam di tempat hingga akhirnya tersentak saat sebuah suara mengalir ke telinganya.

This is LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang