Di Bawah Atap Kelas

2 0 0
                                    

Cahaya matahari yang terik menembus deretan kaca kelas SMA Pelita Harapan. Angin semilir berhembus masuk lewat sela-sela ruangan. Keadaan yang gerah, menambah suasana siang itu semakin gaduh. Para murid XI Bahasa sedang berebut mengumpulkan tugas agar mereka segera pulang. Oh, ralat. Agar segera meneguk kopi dan bersenda gurau di warteg samping sekolah.

Mata pelajaran terakhir hari ini adalah Bahasa dan Sastra Jerman. Sosok gadis cantik yang tengah duduk di bangkunya terlihat sangat kebingungan mengerjakan tugas bahasa tersebut. Dengan rambut dark brown nya yang tertiup kipas angin kelas, ia berusaha menyelesaikan tugas itu dengan cepat. Dikala teman-temannya sudah menyelesaikan tuga, ia masih ribut dengan contekan-contekan dari ke tiga sahabatnya. Mereka adalah Moana, Dave dan Ananta. Tentu mereka tidak akan mengumpulkan tugas terlebih dahulu tanpanya.

Mereka selalu begitu.

"DONE!" 

Moana segera menyambar lembaran tersebut dan mengumpulkannya. Dia adalah orang yang paling rajin dan cekatan perihal penugasan dalam circle mereka. Meskipun tubuhnya kurus, ia selalu aktif bergerak ketimbang teman-temannya.

"Okee amann," ujar Moana sambil berjalan kembali ke bangkunya.

"Kemana kita hari ini guys?" tanya Ananta kepada mereka semua. Dia selalu bersemangat dalam hal bersenang-senang. Tentu saja ini lumrah, karena Ananta memiliki love language Q-time. Love language tidak selamanya tentang pasangan bukan?

"Taebboki! Gue punya banyak banget recom kedai Taebboki enak deket sekolah kita. Pasti lu pada suka!"

Yups, itu Dave. Si paling up to date tentang tempat atau makanan yang worth it. Pilihannya tak pernah gagal. Dia tahu betul selera temann-temannya.

Tapi tunggu dulu...

Drrrrtt someone's calling

"Halo, iya ma?"

Seketika aktivitas mereka mengemas barang terhenti. Mata mereka tertuju pada gadis berambut dark brown  seperti sudah tahu bahwa dia akan pulang duluan tanpa mencicipi Teobboki yang disarankan Dave.

"HAH?! ngapain ma???"

Raut wajah mereka berubah seperti ingin tahu apa yang terjadi didalam ponsel itu.

"Iya, aku pulang sekarang."

Ia menutup sambungan telfon tersebut setelah mengucapkan salam kepada mama.

Mereka masih menunggu.

"Brian ke rumah."

The SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang