Langkah Kayla terhenti di depan pintu rumah. Jantungnya berdegup kencang seolah siap berperang. Otaknya bekerja dua kali lipat memikirkan tanda tanya besar. Dia yang dua tahun lalu entah hilang kemana kini muncul kembali dihadapanya. Dia bahkan terseyum pada Kayla dengan penuh kehangatan. Seperti tidak ada kejadian apapun dua tahun sebelumnya.
"Apa ini? Mata yang dulu menatapku tajam, kini menatapku dengan hangat. Bibir yang dulu mengeluarkan kata-kata tajam. Kini malah tersenyum manis kepadaku. Ada yang salah dengan Brian." ujar Kayla dalam hati.
"Kay?"
Ia tersadar akan panggilan ibunya yang sudah duduk disofa ruang tamu berhadapan dengan Brian dan mamanya.
"Eh Kayla baru pulang ternyata," sambut mama Brian dengan senyuman yang lebar. "Hmm iya tante. Maaf nunggu lama" jawab Kayla.
"Duduk sini nak," kata ibu sambil mengisyaratkan Kayla untuk duduk disebelah beliau.
"Kayla, sepertinya udah lama nggak ketemu sama Brian jadi mungkin agak kaget ya," ujar papa Brian. Kayla hanya tersenyum lalu menatap lurus kearah Brian. Brian hanya tersenyum manis menatap Kayla seakan-akan penuh kerinduan dimatanya.
"Wajar dong pah. Namaya juga udah lama nggak ketemu sama calon suami, ya kan Kayla?" celetuk mama Brian. Kayla hanya tersenyum tipis dan mengalihkan pandang kembali ke Brian seperti meminta paksa klarifikasinya darinya.
"Jadi begini nak, kalian berdua kan sudah lama kami jodohkan. Ayah dan papanya Brian kira ini sudah saatnya untuk saling mengikat kalian berdua ke jenjang yang lebih serius. Toh kalian juga dari awal sudah sepakat dengan perjodohan ini kan?" jelas ayah kepada Kayla.
"Maksudnya gimana ya yah?" tanya kayla memastikan.
"Begini nak Kayla, karena menurut kami kalian sudah cukup umur dan sepertinya sudah saling cocok, jadi kami sepakat untuk kalian bertunangan terlebih dahulu sebelum menikah." kata papa Brian memperjelas.
"Iya nak Kayla. Sedari tadi pagi tante sama om dan juga ibu ayahmu sudah menghitung hari yang pas untuk kalian menikah. Tepatnya setelah kalian lulus kuliah S1 nanti. Gimana? jadi sekarang kalian tunangan dulu biar terikat," lanjut mama Brian.
"WHAT TUNANGAN?!" teriak Kayla dalam hati. "Nggak lucu sumpah! Pasti ini paksaan orang tua Brian atau bahkan ayah ibu sendiri yang memaksa. Nggak mungkin Brian nerima secara cuma-cuma ide menggemparkan ini!"
"Mohon maaf om, tante dan juga ayah, ibu tapi aku sama Brian nggak ada min-"
"Aku yang minta ke papa kalau aku mau ngelamar kamu."
Kayla terdiam.
"Ini memang keinginanku sendiri buat tunangan sama kamu." lanjut Brian.
Kesal, marah, bertanya-tanya. Itu semua bercampur aduk tidak karuan dalam benak Kayla. Ia berpikir bahwa bagaimana bisa orang yang sudah membuangnya begitu hebat kini memintanya kembali dengan cara seperti ini? Apakah dia lupa kejadian 2 tahun yang lalu? Apakah dia amnesia atau memiliki kepribadian ganda?!
"Gimana Kay? Kalau dari ayah sama ibu setuju aja," tanya ayah. "Lagian diumur segini rentan loh nak kamu kenak pergaulan bebas. Mama yakin Brian pasti bisa jaga kamu baik-baik, ya kan Brian?" tambah mama.
Brian mengangguk pasti.
"Bullshit. Jelas-jelas dia yang bilang kalau nggak cinta sama aku. Bahkan dia nyuruh aku pergi dari hidupnya. Aku yakin pasti ada udang dibalik ini semua. Nggak mungkin Brian ngelakuin ini secara cuma-cuma. Brian bukan orang yang bertindak tanpa tujuan yang jelas."
"Kay?"
Kayla terbangun dari pertandingan di otaknya.
"Bagaimana?" tanya ayah kembali.
Kayla terdiam sejenak lalu berkata, "Aku butuh bicara sama Brian dulu yah."
***
Mereka akhirnya duduk di kursi kayu teras rumah Kayla. Mereka duduk berdampingan seraya memandangi taman kecil yang ada dihadapan mereka. Brian tak henti-hentinya menatap Kayla dengan senyuman manis yang entah itu asli atau palsu.
Sementara mereka berbincang di teras rumah, ke dua orang tua mereka sedang sibuk mengobrol sambil menikmati hidangan di ruang tengah. Mereka sadar bahwa Brian dan Kayla membuthkan space yang layak untuk membicarakan masalah serius ini.
"Gimana kabarmu?" tanya Brian membuka obrolan. Ia berbicara seolah tidak ada kejadian apapun diantara mereka sebelumnya. Kayla terdiam sejenak dan mulai berbicara, "2 tahun bukan waktu yang singkat. Hubungan kita terakhir kali juga berakhir tragis. Kamu pasti punya maksud tersendiri tiba-tiba dateng kesini apalagi pakek alibi ngelamar segala."
Ia terdiam. Raut wajahnya yang semula ceria berubah sedikit terpaku. Sepertinya ia sudah memiliki jawaban dari prediksi setiap pertanyaan yang akan Kayla lontarkan. Ia menghela nafas panjang. Memalingkan wajah ke arah taman dan mulai berbicara, "Memang benar 2 tahun bukanlah waktu yang singkat."
Ia terdiam sejenak.
"Kamu tau? Setelah aku mutusin buat pergi dari kamu, coba tebak apa yang terjadi?"
Kayla tidak menjawab.
"Aku kehilangan rumahku."
Kayla terdiam.
"Oke. Mungkin kamu nggak akan percaya. Aku bakal jelasin lebih detail," ujarnya. "Setelah pergi dari kamu, aku menjalani masa-masa pacaran sama Lia. Kalau ditanya apakah aku bahagia dengan dia? Tentu aku bahagia. Dia nggak pernah marah sama aku, dia nggak cerewet bahkan selama pacaran kita hampir nggak ada masalah. Satu hal yang aku nggak rasakan selama pacaran sama dia. Bahkan aku nggak pernah ngerasain ini sama wanita manapun,"
Ia berhenti sejenak.
"Aku nggak merasakan yang namanya rumah. Tempat dimana aku bisa berkeluh kesah tanpa harus takut peng-justice-an. Tempat dimana aku bisa menjadi diriku sendiri. Tempat dimana aku nggak perlu sok strong. Dan kamu tau dimana ternyata rumahku itu?"
Kayla menunggu.
"Ternyata rumahku itu di kamu, Kayla."
Sungguh Kayla sangat terkejut dengan jawaban Brian. Jantungnya mulai berdebar. Rasa yang dulu pernah ada seketika muncul kembali dengan mudahnya. Kayla bersikeras menyangka bahwa ini hanya rayuan maut. Rasa percayanya pada Brian sudah hilang semenjak peristiwa 2 tahun lalu. Namun. hatinya tidak bisa berbohong bahwa seberapa sakit luka yang diukir oleh Brian dihatinya, Kayla tetap akan menerima Brian. Saat ini Kayla hanya tidak ingin menerima kenyataan itu. Ia tidak ingin terluka lagi.
"Jadi," Brian meraih kedua tangan Kayla. "Will you marry me, Kayla Rosalia?"
"Sungguh rasa sakit itu masih ada dalam hatiku. Sungguh rasa kecewa itu masih ada. Tapi apakah aku harus ngebuka pintu hati lagi buat Brian? Orang yang udah ngebuat luka ini."
"Brian, udah banyak hal yang kita lalui. Terakhir kali kamu ninggalin aku itu udah sakit banget buatku. Aku nggak mau rasa sakit itu lagi dan aku pun udah nggak punya rasa ke kamu apalagi rasa percaya-"
"I know," Potongnya. "Aku tau ini sulit buat kamu. Tapi aku mau berusaha. Aku mau kita mulai dari awal. Aku bakal perbaiki semua. In every part aku bakal perbaiki. Aku janji nggak akan ninggalin kamu lagi because I love you Kayla. You're my soul and I know it. Let's build our happiness together, okay?"
Kayla terdiam. Ia masih ragu dengannya tapi melihat ketulusan hati Brian untuk kembali kepadanya dan tatapannya. Oh lihat tatapannya. Matanya seperti berbicara dia memang ingin hidup bersama Kayla. Ia bingung harus memberi keputusan apa sementara kedua orang tua mereka menginginkan jawaban secepatnya.
"Please, come back to me Kayla."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Soul
RomanceBagaimana jika dua orang saling membenci dipertemukan kembali dan saling jatuh cinta?