1st Rhyme

3.4K 12 1
                                    

Izza membuka pintu kamar yang tidak terkunci itu, disambut hangat oleh ruangan seluas 5x5 dengan pintu kamar mandi di salah satu dinding. Sebuah spring bed dan satu set PC gaming adalah hal paling mencolok di sana. Lemari plastik standar dengan cemin besar di pintunya. Namun ada hal yang tak wajar. Kamar ini terlalu rapi untuk kamar kos cowo.

Aroma coklat maskulin tajam, menyeruak ke dalam hidungnya. Aroma khas Erza yang sejak tadi samar tercium, namun kali ini sedikit membuat hasratnya naik. Di atas meja kecil di sebelah spring bed terdapat botol parfum kecil yang menjadi biang kerok pemancing hasratnya.

Erza masuk, setelah memarkirkan mobilnya. Dia meraih sebuah kaos lengan panjang dari dalam lemari, dan diberikan pada Izza.

"Pake itu dulu aja, biar kaga kusut kemeja lu." Ucap Erza sambil melangkah ke luar kamar setelah menanggalkan sweater-nya yang asal disampirkan pada sandaran kursi gaming-nya.

Izza sejenak tertegun saat melihat lengan Erza dibalut urat-urat yang menonjol tipis. Sebegitu berotot-kah dia? Atau gua yang kaga sadar? Izza larut dalam pikirannya saat hendak berganti pakaian di kamar mandi. Dia memandangi tubuhnya yang bertelanjang dada, menyisakan bra putihnya di tubuh bagian atas. Pikirannya sudah berkelana entah kemana, membayangkan hal-hal indah saat hanya ada mereka berdua di kamar. Saat kulit Erza menyetuh, membelai lembut kulitnya. Namun seketika dia ragu karena ukuran dadanya yang tidak terlalu besar, meski sebenarnya terbilang besar bila dibandingkan anak-anak di angkatannya.

Erza kembali ke kamar dengan dua cangkir minuman hangat. Secangkir kopi dan teh. Dia sedikit kaget melihat Izza yang tidak mengenakan hijabnya. Erza mengira Izza hanya cantik karena memakai hijab, nyatanya dia tetap cantik setelah menanggalkan hijabnya.

"Eh, biasa aja liatnya. Ga usah sange gitu." Izza terkekeh, menertawakan ekspresi salah tingkah Erza.

Erza duduk di kursi gaming-nya dan mulai sibuk dengan jurnal-jurnal yang sudah dia unduh. Izza yang penasaran, menarik sebuah kursi di depan meja belajar Erza. Dia melihat apa yang sedang dikerjakan teman barunya itu.

"Jurnal banyak amat, buat apaan?" Izza sedikit menyondongkan tubuhnya, mendekat ke monitor, membuat buah dadanya menempel di lengan Erza.

"Kaga, cuma iseng aja." Erza berpura-pura meraih cangkir kopinya, agar tangannya tak terlalu lama bersentuhan dengan dada Izza. Bukan munafik, namun Erza tak mau terjadi pemerkosaan secara brutal.

Erza tak bisa membayangkan bila wajahnya terpampang di media sebagai pelaku pelecehan seksual pada teman kampus yang baru dikenal. Itu belum termasuk reaksi kerabat dan tetangganya.

"Studi kasusnya ngeri-ngeri, njir." Izza menegakkan kembali tubuhnya, menyeruput teh hangat dari cangkirnya.

"Yah, namanya juga buat pembelajaran. Itung-itung buat jaga-jaga." Balas Erza, yang harusnya sudah fokus dengan jurnal-jurnal itu tapi malah mengobrol dengan Izza.

Hingga tak terasa, waktu berlalu. Jam di display monitor komputer Erza menunjukkan pukul setengah tiga, dan percakapan mereka sudah ngelantur entah sampai mana.

"Seriusan, gua putus gara-gara dia ngajak chek-in." Izza berucap sambil menahan senyuman malu.

"Emang lu kaga mau nyobain gitu? Lagian kan dia cowo lu, ortu kalian juga udah deket. Dia kaga bisa lari lagi." Erza memberikan tanggapannya yang terkesan santai itu, namun dalam batinnya dia sungguh tersiksa. Dia baru sadar bahwa Izza tidak memakai bra. Terlihat sebuah sembukan kecil, puting, dari balik sweater yang dia pinjamkan. 

"Ya sebenernya pengen, sih. Gua kasih tahu, ya. Kebanyakan cewe tuh aslinya gampang kepancing, cuma mereka bisa nahan kalo cuma pancingan kecil. Kecuali kalo udah kesentuh ininya." Izza melebarkan kakinya, menunjuk selangkangannya yang tertutup celana jeans.

Hening sejenak..... Canggung. Hingga Erza bereaksi dengan menarik tubuh Izza ke dalam pelukannya. Tangan kanannya meraih kepala Izza, mendaratkan bibirnya ke bibir Izza yang ternganga, membuat lidahnya dapat masuk dengan mudah. Tangan kirinya menahan punggung Izza agar tubuh mereka tetap saling menempel.

Izza yang awalnya kaget, mulai menerima permainan lidah Erza sambil mengalungkan lengannya ke leher Erza. Izza juga membenarkan posisi duduknya di atas pangkuan Erza.

Melihat reaksi Izza yang menerima, Erza menggerakkan tangan kirinya masuk ke dalam sweater yang dikenakan Izza, mencari puting yang sejak tadi menyembul.

"Uh... Shit..hhh." Lenguh Izza saat Erza mencubit lembut putingnya sambil memilin-milinnya pelan.

Bibir Erza turun ke bibir bawah, dagu, dan berhenti cukup lama di area leher Izza. Menghirup dalam-dalam aroma keringat perawan, membuat kepala Izza menegadah dengan mata terpejam. Izza sekuat tenaga mengigit bibir bawahnya, agar desahannya tak lolos sembarangan.

Erza mengangkat tubuh Izza, menghempaskan tubuh wanita itu ke atas spring bed, menimbulkan suara decitan cepat. Erza hendak langsung menindih tubuh Izza, namun gerakannya ditahan.

"Gua lepas dulu, bangsat. Panas banget!" Izza tiba-tiba berubah lebih vulgar dari sebelumnya.

Baru saja sweater itu terlepas, Erza langsung menyerbu dada Izza yang mulus nan tegang itu.

"Ummhhh... Njing, pelan-pelan, Za... Aahhh... Ahhhh... Ahhh..." Racauan Izza tak lagi terbendung. Sengatan dari bibir Erza yang bermain di dadanya, ditambah gesekan di selangkangannya membuat seluruh tubuhnya panas. Izza sendiri dapat merasakan selangkangannya yang mulai lembab.

Pergumulan mereka kian memanas, terlebih selepas keduanya telanjang bulat. Izza sedikit kaget dengan apa yang dia lihat. Barang milik Erza yang terbilang panjang itu berhasil membuat matanya melotot dan wajahnya memanas.

"Okhhh...." Suara yang terdengar dari mulut Izza saat meng-oral barang Erza dengan brutal. Izza memang sering melakukan oral seperti ini dengan mantannya, demi menahan mantannya agar tidak merenggut perawannya. Namun siapa sangka, kali ini bahkan keperawanan Izza dipasrahkan dengan suka rela. Terlebih saat melihat barang milik Erza yang menggiurkan.

Erza mendorong tubuh Izza hingga telentang, membuka kedua paha mulus nan kencang wanita itu. Erza menggesekkan perlahan kontolnya ke bibir memek Izza yang mengkilap, membuat wanita itu panas dingin tak karuan. Debaran-debaran muncul di hatinya, detik-detik terakhir dia masih gadis.

"Gua masukin, ya? Manis." Erza sok izin sambil mendorong perlahan pinggulnya.

"Emmmmhhhh..... Akkhhh...." Izza mencengkram pundak Erza, mengerang kesakitan. Rasa perih langsung menyerang area selangkangannya, seakan tubuhnya disobek. Padahal baru saja bagian kepala.

Erza yang sudah tidak sabar langsung melumat bibir Izza sambil meremas-remas buah dadanya. Membuat Izza kembali keenakan, dan melupakan rasa perih di bawah sana. Erza juga menarik kembali batangnya, dan menggesekkannya di bibir memek Izza.

Saat Izza sudah terbuai.

"AKKKHHHHH!!!!" Dia terbelalak, kaget. Rasa sakit yang luar biasa, membuat memeknya terasa ngilu. Namun karena cairan kewanitaannya, rasa ngilu itu sedikit lebih nikmat.

Erza mulai menggoyangkan pinggulnya saat Izza sudah dapat beradaptasi dengan benda yang ada di dalam memeknya.

"Ah... Ahhhh... Fuck... Yesshhhh.... Hahhhh....." Racau Izza sambil mengacak-acak rambut Erza, yang sedang sibuk menciumi lehernya sambil meninggalkan bekas merah.

"Anjing, enak banget memek lu, Za. Lu ngelontteeehhh.... Haahhh.... Fuck...." Erza memainkan tempo gerakan pinggulnya, membuat wanita yang digagahinya semakin terbuai.

Hingga dua jam berlalu. Memek Izza sudah dipenuhi oleh cairan kental milik Erza, bahkan meluber hingga keluar. Tubuhnya yang mulus, mengkilap oleh keringat. Wajahnya yang putih bersih pun masih dipenuhi semu merah sisa pertempuran. Izza tepar sambil berbantalan dada bidang Erza.

"Enak banget."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Univer-CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang