"Diem-diem bae, Za." Seorang lelaki dengan potongan rambut undercut-nya menepuk pundak seorang lelaki yang duduk seorang diri di sudut ruangan. Lelaki berkacamata itu hanya menoleh dengan tatapan datarnya.
Erza Devian Alvaro, bocah gap year, yang baru kuliah saat usianya 20 tahun. Namun wajahnya masih terbilang pantas untuk disebut sebagai mahasiswa baru. Bagi yang tahu, Erza kuliah dengan uangnya sendiri. Begitupun dengan biaya kos dan kebutuhan hariannya.
Sementara lelaki yang menyapanya, Ryan Putra Mahendra. Putra bos truk wilayah pantura, dengan gaya hidup mewah bawaannya. Dia memiliki nasib yang sama dengan Erza. Baru berkuliah di usia 19 tahun. Setahun setelah dia lulus SMA dia habiskan untuk bermain game.
"Kaga kenalan lu ama mereka?" Ryan menarik kursi, dan menemani Erza duduk. Bisa dibilang hanya Ryan yang tahu siapa sejatinya Erza, karena mereka sudah dekat sejak pertama datang ke kota ini.
"Males ah, kalo aja kaga lu ajak, gua juga kaga berangkat ke mari." Sahut Erza sambil meletakkan ponselnya ke atas meja. Ini adalah kebiasaan Erza bila ada yang mengajaknya berbicara, meletakkan hp nya.
"Ma! Kenalin, nih. Erza." Ryan memanggil salah satu gadis dengan dandanan hijab modis ala-ala ukhti kekinian.
"Hai, Erza. Kenalin, Elma Adhira." Wanita itu menjulurkan tangannya, mengajak Erza berkenalan.
"Ni, Ma. Yang gua bilang satu kota ama lu." Jelas Ryan. Meski Elma sudah tahu, yang jelas Erza tak tahu dan tak mau tahu.
"Mana si Izza sama Cinta?" Ryan mengedarkan pandangan, mencari pemilik kedua nama tersebut.
"Noh, si Cinta lagi dideketin temen kelas lu." Elma menunjuk ke sudut ruangan. Tampak seorang gadis berkerudung coklat dengan kemeja kotak-kotak bercorak senada, sedang diajak berkenalan oleh seorang lelaki bertubuh tambun dengan senyum semi cabul.
"Ah, si Rey ga tau situasi banget, si." Celetuk Ryan saat melihat wajah risih Cinta.
Ini adalah 'Malam Perkenalan'. Sebuah acara yang diadakan sendiri oleh pengurus angkatan agar bisa saling mengenal satu sama lain. Meski hanya sebuah kedok untuk 'membungkus cewe-cewe cantik' di angkatan mereka. Ryan yang seorang wakil ketua angkatan tak menyadari adanya siasat ini, hingga kemarin saat Erza menjelaskannya.
"Acara itu cuma biar pada tahu siapa yang nguasain angkatan kita." Ryan kembali teringat ucapan Erza. Karena dari tadi yang menguasai panggung adalah circle David, si ketua angkatan.
Acara ini di adakan di caffee milik teman mereka, sekaligus anggota circle David. Lelaki berbadan kurus dengan wajah sok cerdas itu memang pandai merayu dan menyusun kalimat, tak heran banyak orang terbujuk untuk memilihnya.
"Gua jemput si Izza ama Cinta dulu, abis itu kita pindah tempat. Lagian acara udah kelar, bahaya kalo mereka dibungkus." Ucap Ryan, bangkit dari duduknya, menjemput dua cewe yang didekati Rey dan David.
"Ayo, Za." Ryan mengajak Erza dan Elma keluar, bersama dengan dua wanita yang mengekor di belakangnya.
"Kalian pada naik apa tadi, pas berangkat?" Tanya Ryan pada para cewe itu. Mereka serempak mengatakan taksi on-line.
"Bagus, deh. Kita balik pake mobilnya Erza sekalian." Ryan menyengir, sambil menyikut Erza yang tampak hanya menganggukkan kepala.
Brio hitam milik Erza membawa mereka keluar dari parkiran elhiva caffee, membaur bersama kendaraan yang berlalu lalang.
Kota Semarang malam hari, seperti umumnya kota-kota besar, sibuk dengan kebahagiaan. Anak muda yang nongkrong, caffee dan kelab yang penuh pengunjung.
"Kemana, nih. Ciwi-ciwi?" Tanya Ryan, yang duduk di balik kemudi.
"Ngikut aja kita." Elma menyahut sambil merapikan kerudung yang dia pakai.
"Mangkal, yok. Di poncol." Celetuk Izza, membuat seisi mobil tertawa, kaget. Namun tidak dengan Erza yang tetap datar.
"Oh, iya. Belum kenalan kita. Aku Izzatul, cewe paling kalem dan pendiem seperti kamu. Kayaknya kita cocok." Izza menoel bahu Erza.
"Erza." Balasnya singkat. Sebenarnya Erza mulai bereaksi pada tingkah Izza yang sedikit brutal dalam bercanda, namun dia menahannya.
Mobil mereka berbelok, memasuki area kota lama dengan jalan khas berpavingnya. Mereka merapat ke sebuah angkringan yang ada di pinggiran jalan. Mereka duduk beralas tikar sambil memandangi lalu lalang jalan.
"Za, ni kenalin. Ini yang sok kalem namanya Cinta, yang kaya tante girang namanya Izza." Ryan mengenalkan dua wanita yang tadi dibawanya.
Izzatun Nabila, wanita dengan hijab coklat susu yang dipadukan dengan kaos lengan panjang ketat berwarna hitam, yang tertutup oleh outer coklat tua untuk menyembunyikam dadanya yang terbilang menantang. Meski celana levisnya tetap menunjukkan betapa berisi pantatnya.
Mereka mulai larut dalam obrolan dan canda tawa. Ryan juga mengeluarkan kartu remi dari tas kalungnya.
"Seriusan, lu jomblo?" Cinta menatap Erza tak percaya. Erza dengan santainya menganggukkan kepala.
"Tapi gua normal." Lanjut Erza, berpura-pura memasang wajah panik yang membuat mereka tertawa.
"Udah gua bilang, kan. Erza kalo udah deket muncul sifat gilanya." Seloroh Ryan.
"Poker!" Seru Ryan, dengan satu sisa kartu di tangannya.
"Stop-stop-stop!" Erza meletakkan empat kartu.
"Bom!"
Ryan langsung memasang wajah lemas. Hampir saja dia menang.
Hingga tak terasa pukul satu sudah berlalu. Gelas masing-masing telah tandas hingga ampas-ampasnya. Bahan obrolan pun mulai ngelantur entah sampai mana.
"Udah, yuk. Balik." Ajak Cinta yang matanya sudah merah karena kantuknya.
Mereka pun menyudahi acara itu, dan kembali ke mobil Erza. Izza terbilang cukup bugar untuk bercanda atau sekedar mengobrol, berbeda dengan Cinta dan Elma yang sudah menyandarkan kepala pada nasib.
Erza mengantarkan Elma dan Cinta ke kos masing-masing. Namun saat sampai di kos Izza, gerbangnya sudah dikunci. Izza sendiri kaget.
"Tumben banget tu pak gundul ngunciin gerbang." Celetuknya, sambil kembali masuk ke dalam mobil.
"Emang abis ada masalah? Kalo biasanya kaga digembok, berarti abis ada apa-apa." Erza tampak membuka sedikit jendelanya.
"Bentar, gua coba telpon Cinta ama Elma. Siapa tahu masih melek." Ryan tampak sibuk menelpon beberapa nomor yang dia punya, sayangnya tak satupun menjawab panggilannya. Izza pun begitu. Erza? Jangankan menelpon, kontak teman sekelasnya saja dia tak punya.
"Ya udah, kos kalian ada yang bisa dimasukin cewe, ga? Gua nginep aja di kalian." Izza tampak sudah memasukkan kembali hp-nya. Ryan juga sudah memeriksa kembali pesan yang dia kirim ke cewe-cewe yang dia kenal.
"Kalo kos gua kaga bisa. Malem selasa pasti ada Ibu Kosnya." Ucap Ryan.
"Di gua bisa, sih. Tapi lu yakin mau nginep di gua?" Erza melirik Izza, meminta kemantapan jawaban. Ya, emang tak ada opsi lain. Izza hanya mengangguk, berpura-pura yakin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Univer-City
Teen Fictionhanya sebuah fantasi!!! berisi cerita dewasa!!! bijak memilih bacaan