2. Lee Jeno

42 7 0
                                    

"Lo siapa?"

"Jeno," katanya dengan suara husky-nya yang khas. "Lee Jeno."

*****

"Jeno tuh ganteng banget. Dia bukan manusia, dia malaikat!"

"Mulai dah lo, Yeon! Jangan ngelebih-lebihin, deh! Nggak ada orang yang seganteng malaikat!" balas Jaemin memutar bola matanya malas. Ia terkadang harus mengingatkan sahabatnya itu dari ucapan berlebihannya.

Ia ingat Siyeon pernah bercerita kalau gadis itu jatuh dari tangga dan rasanya ia nyaris mati—padahal dia masih hidup sampai sekarang dan bokongnya pun hanya sakit kurang dari sepuluh menit.

Lalu, Siyeon pernah bercerita dirinya terbentur oleh meja saat mengambil sesuatu di lantai. Ia bilang kepalanya bocor karena basah, padahal itu adalah keringatnya sendiri. Memang gadis bodoh.

"Gue serius, Jaem! Sekarang gue bukan cuman ngelebih-lebihin! Ini kebenaran dari hati gue yang paling dalem!"

"Oke, oke." Jaemin akhirnya mengalah dari sahabat cantiknya tersebut. "Jadi, dia siapa?"

"Jeno," jawab Siyeon sambil tersenyum lebar. "Lee Jeno."

*****

"Lo ngelamun?"

"Hah?" Tersentak, Jaemin sontak berdiri dari rebahannya dan membalas dengan linglung. "Apa?"

Jeno terkekeh pelan, "Ternyata bener, lo ngelamun."

Hening. Jaemin tak membalas ucapannya dan justru berspekulasi di dalam pikirannya sendiri.

"Jadi..." Jeno memecah keheningan, "Pengen ngasih tau gue apa masalah lo? Gue rasa lo butuh temen buat dengerin cerita lo."

"Nggak, gue gak butuh temen. Gue bisa ngatasin ini sendiri." Jaemin menjawab dengan desisan lirihnya.

"Nggak, nggak." Jeno menggeleng dengan keras kepalanya. "Lo harus cerita."

"Kenapa jadi lo yang maksa, Jeno?"

Jeno tampak gelapan sejenak, ia mengusap tengkuknya pelan. "Umm... Karena gua pengen jadi temen lo?"

"Lo nanya gue?" Jaemin mengerutkan dahinya bingung. Tak paham dengan Jeno yang tiba-tiba ada di ruang musik dan menawarkan—lebih tepatnya memaksa Jaemin untuk bercerita, lalu menawarkan diri menjadi temannya.

Jaemin memajukan tubuhnya dengan pandangan mengintimidasi. "Ah, gue tau! Lo ada sekongkol sama Siyeon, kan? Ngaku!" tuding Jaemin sambil menatap netra hitam Jeno dengan pandangan menyudutkannya.

Jeno membalas dengan cepat, enggan dicurigai. "Nggak, sumpah! Lo bisa bunuh gue kalo gue bohong sama lo!"

"Udahlah, gue mau pulang," final Jaemin seraya berjalan pelan, melenggang melewati Jeno.

"Tapi, lo belum cerita!" ujar Jeno, meraih pergelangan tangan Jaemin untuk ditahan.

"Gue pusing, gue mau pulang." gumam Jaemin. "Apa yang lo mau sebenernya? Kenapa lo harus peduli? Bahkan kita nggak saling kenal sebelumnya."

"Gue... Gue tau lo," ucap sang pemilik netra hitam tak kalah pelan. "Dan gue tau apa masalah lo."

"Terus kalo lo tau, kenapa masih maksa gue buat cerita? Lo mau ngetawain gue apa gimana? Lo butuh sesuatu dari gue? Silahkan ambil dan jangan ganggu gue lagi!" Serangan bertubi-tubi dari mulut Jaemin pun dilontarkan dengan keras.

"Nggak, Jaemin! Nggak! Tolong, jangan berpikiran negatif sama gue. Gue..." Jeno menggantungkan ucapannya, sedangkan Jaemin bersedekap. Menunggu ucapan yang akan Jeno keluarkan.

Jeno merasa keheningan ini memojokkannya. Ia menimbang-nimbang ingin mengeluarkan kata-kata selanjutnya atau tidak. Ia bimbang, sungguh.

"Ah, apa pun yang lo mau dari gue... Lebih baik lo berhenti dari sekarang. Gue nggak punya apa pun yang bisa gue berikan sama lo. Gue pergi." Jaemin berkata dengan santai dan kembali melanjutkan langkahnya yang beberapa saat sempat tertahan.

Namun, belum sempat knop pintu terbuka, tangannya lagi-lagi ditahan oleh tangan milik Jeno. Belum sempat ia menoleh untuk memaki pria yang beberapa waktu ini mengusiknya itu, punggungnya tiba-tiba dihempaskan hingga ia terhimpit oleh pintu dan tubuh Jeno.

"What the fu—"

Ucapan Jaemin tak pernah akan selesai karena bibirnya tiba-tiba sudah dibungkam dengan bibir tebal kepunyaan Lee Jeno yang kini melumatnya. Mata Jaemin membulat melihat mata Jeno yang terpejam, wajah mereka telah menempel sempurna hingga menjulingkan mata Jaemin yang memaksa untuk melihat salah satu pria yang populer di sekolahnya ini.

Dengan kekuatan penuh, tangan Jaemin mendorong dada Jeno hingga ciuman mereka terlepas dan tubuh pria itu mundur beberapa senti.

Terengah-engah Jaemin mencoba untuk menetralisir napasnya, ia berujar dengan marah. "Apa yang lo lakuin?! Lo gila, hah?!"

"Nggak," balas Jeno dengan suara husky-nya, menatap netra kecoklatan milik Jaemin, kemudian menyelami netra itu dengan teduh. "Gue cuman... Umm... Gue suka sama lo."

Jaemin melotot. Bukannya senang karena diberi ungkapan sedemikian rupa oleh sang casanova, Jaemin justru bertanya dengan amarah yang sudah terkumpul penuh di ubun-ubunnya. "Gue lelucon buat lo?"

"Lo gay..."

"Terus, kenapa kalo gue gay?"

"Bisa dengerin gue dulu, Jaemin?" Tatapan mengintimidasi dari Jeno seketika membungkamnya. Ia menutup mulutnya rapat-rapat untuk menyimak penjelasan dari Jeno dengan seksama. "I know you gay from my gaydargay radarGue udah suka sama lo dari sebelum gue deket sama Siyeon. Gue sengaja deketin Siyeon biar bisa deket sama lo. Tapi, ternyata tanpa Siyeon pun sekarang gue bisa deketin lo sendiri."

Jaemin tertegun, ia mencerna tiap kata yang terucap dari Jeno dengan perlahan. Tak lama, ia mengangkat kepalanya dan menatap Jeno emosi. "BAJINGAN! LO MAININ HATI TEMEN GUE!"

"Kenapa lo marah? Dia udah mengkhianati lo, kan? Lo masih manggil dia temen? Really, Dude?"

Seketika kesenyapan hadir di antara mereka. Mulut Jaemin seketika terkatup, tak dapat membalas skeptisan dari mulut Jeno barusan karena memang itu benar adanya. Mengapa ia masih menyebut Siyeon teman kalau nyatanya gadis itu telah mengkhianatinya?

"Gue suka lo! Harusnya lo seneng karena mungkin lo bisa ngebales Siyeon, sekaligus menjalin hubungan sama gue," papar Jeno. "Lalu, apa yang masih lo pikirin?"

"Gue... Gue harus pergi," pamit Jaemin seraya menggeser badan Jeno dan berbalik, membuka pintu ruang musik lalu keluar dengan gusar.

Namun, sebelum pintu tertutup Jaemin sempat mendengar kata terakhir dari Jeno yang pelan, tapi masih bisa ditangkap oleh indra pendengarannya.

"Lo bisa pikir lagi dan bicara sama gue di lain waktu."

Dan dengan embusan napas pelannya, pintu seketika ia tutup.

BERSAMBUNG

Don't forget to voment guys!
Thank you!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FAKE FRIEND || NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang