1. Awal Mula

64 6 0
                                    

"Tumben lo ngehubungun gue di hari Minggu gini, ada apa?" tanya Siyeon, sang gadis bersurai hitam dengan dress selutut yang memberikan efek manis sekaligus seksi untuknya. Ia terduduk di depan Jaemin dengan santai setelah menyeruput coffee americano Jaemin seenaknya.

Dengan canggung, Jaemin mengusap tengkuknya perlahan. "Gue mau ngakuin sesuatu ke lo."

"Apa?"

"Gini, kita udah temenan lama. Gue mau ngaku kalo gue selama ini... Gue..." Jaemin terbata menelisik wajah Siyeon yang terlihat menunggu ucapannya. "Gue gay."

Sesaat, Jaemin dapat melihat bahu sahabatnya yang tiba-tiba menegang. "H-Hah?"

"Gue ngerasa perlu jujur sama lo tentang ini. Gue ngerasa kalo lo bisa dipercaya untuk ukuran temen deket yang udah tiga tahun bareng." papar Jaemin sambil menunduk, mengelus gelas minumannya.

"Lo tau, Jaem," Siyeon menggantungkan ucapannya, menarik atensi kepala Jaemin untuk mendongak. "Nggak peduli apa pun keadaannya, nggak peduli apa pun orientasi seksual lo... Lo tetep sahabat gue."

"Beneran?" Jaemin memastikan dengan matanya yang membulat lucu.

"... Iya, Jaemin."

*****

"Siyeon, tolong bilang sama Jaemin sahabat lo buat dateng ke pesta ulang tahun gue," ujar Mina, teman beda kelasnya. "Tapi, lo gak diundang. Gue cuman ngundang anak-anak populer dan yang paling keren aja buat dateng ke pesta private gua."

Muak.

Awalnya Siyeon biasa saja, namun makin ke sini semakin memuakkan bagi Siyeon. Ia berpikir, mengapa semua terasa memihak Jaemin dan membandingkannya dengannya padahal Siyeon adalah sahabat Jaemin?

Ia benci direndahkan apalagi dibedakan.

"Mina... Kalo gue bilang Jaemin nggak sekeren yang ada di pikiran lo, gimana?"

Gadis bersurai pirang itu mengerutkan dahinya bingung. "Maksud lo apa?"

"Jaemin gay, dan lo harus hati-hati kalo ngenalin pacar lo sama dia. Lo harus tau, Jaemin penggoda ulung!"

"Lo jangan bohong, Siyeon..." Mina memperingati dengan tampang gusarnya.

"Gue berani sumpah buat itu, Mina."

*****

"Sekarang gue tau kalo our perfect boy is a gay!" Mina berujar dengan santai saat Jaemin baru melewatinya, membuat Jaemin yang merasa demikian langsung membekukan langkahnya. Namun seolah tak ingin ketahuan, Jaemin kembali berjalan untuk pura-pura tak peduli.

"Jadi, apa gue perlu manggil nama lo, Jaemin?" Mina kembali berujar dengan nada tak enaknya.

Tubuh Jaemin menegang, seketika membalikkan tubuhnya dengan dahi mengernyit sebal, "Apa yang lo mau?"

"Nggak ada, cuman..." Mina menggantungkan kata-katanya dengan nada yang menjengkelkan bagi Jaemin, "Lo harus patuh sama gue."

"Nggak, gue gak mau." Jaemin seketika menolak. Ia tak pernah mau menjadi pesuruh bagi orang lain, bahkan dalam mimpi sekalipun ia tak sudi.

"Terserah, tapi jangan harap rahasia lo ini bakal aman kalo lo nggak mau nurutin kata-kata gua."

"Lakuin aja. Lakuin apa yang lo mau. Gue gak peduli." Terdengar santai meskipun Jaemin tengah ketar-ketir di hatinya, menyumpahi si ular Mina yang tahu rahasianya selama ini.

Mina terlihat tak suka karena Jaemin tidak takut akan ancamannya. "Fine!"

Dengan langkah menghentak, Mina berjalan melewati Jaemin sambil membenturkan bahu mereka hingga Jaemin agak mundur dari tempatnya semula.

*****

Keesokan harinya, Jaemin berjalan diiringi dengan tatapan merendahkan dari sebagian siswa. Tapi, ia tampak tak peduli.

Hingga saat memasuki kelas, tubuhnya dihadang oleh tubuh Minhyung yang menatapnya nakal. Sebagai informasi, Minhyung seorang biseksual, ia pria paling bajingan di sekolah ini sehingga tak ada yang mau untuk berhubungan dengannya. Ia tak akan segan untuk mengatakan keinginannya secara gamblang seperti sekarang, "Hei, mau nyepong kontol gue? Gue rasa bakal nikmat kalo orang yang mau nyepong kontol gue itu orang yang katanya sempurna—oh my God, gue lupa kalo our perfect boy, suka nyepong kontol."

"Minggir."

"Setujui dulu ajakan kencan gue."

What the fuck, Dude? Orang gila mana yang mengatakan suck a dick is a date?

Jaemin mengendikkan bahunya cuek. Ia berpikir, toh namanya juga sudah jelek, buat apa harus terlihat baik lagi? Maka dari itu Jaemin tersenyum menantang, memajukan tubuhnya untuk mendekati Minhyung. Jari lentiknya bermain-main di dada Minhyung, menggoda dengan sensual.

Jaemin mendekatkan wajahnya untuk berbisik tepat di samping telinga Minhyung. "I'm sorry, Dear. I don't want to play with a small dick."

Kemudian Jaemin melewati celah yang tersisa di pintu, melewati Minhyung yang terpaku. Pria itu berjalan santai tanpa mengindahkan tatapan-tatapan menguliti dari teman-temannya-bukan, bukan temannya. Hanya orang-orang yang sempat dekat dengannya.

"Hei, Siyeon!" sapanya riang, seolah tidak terjadi apa-apa. Toh, ia hanya menyapa sahabatnya. "Lagi ngapain?"

Siyeon menatapnya dalam dan dengan pelan ia berujar, "Jauhin gue. Lo bukan temen gue lagi, gue gak mau punya temen gay. Maaf."

Bagai disambar petir di siang bolong, Jaemin langsung menatap Siyeon dengan tidak percaya. "Apa maksud lo? Kemarin, lo bilang—"

"Gue cuman..."

"Hei, Siyeon! Sini, gabung sama kita! Lo sendiri yang bilang mantan sahabat lo itu gay, kan? Masih mau lu temenan sama dia?" tanya Jihyo, teman satu geng Mina. Ia datang untuk memotong percakapan antara Siyeon dan Jaemin.

Siyeon terdiam, ia otomatis menunduk saat merasakan tatapan yang Jaemin layangkan padanya.

"Gue pikir kita temen..." desis Jaemin dengan pandangan terlukanya.

Dan dengan cepat, Jaemin beranjak meninggalkan kelas. Ia pikir, membolos sehari saja tak masalah. Jaemin hanya penat, sungguh.

Jaemin berjalan lunglai sambil menatap lantai, melewati lorong yang mulai sepi karena jam pelajaran akan segera dimulai. Kakinya melangkah menuju ruang musik yang ada di ujung, jarang dijangkau oleh murid di sekolahnya.

Ruang musik itu sudah hampir tak terpakai karena ekskul musik sudah dihapus dan juga pelajaran seni budaya pun hanya memakai ruang musik itu dua sampai tiga bulan sekali. Oleh sebab itu ruang musik tak pernah dikunci. Kunci itu selalu menempel di dalamnya.

Ia menutup pintu ruang musik dan menguncinya, merebahkan tubuhnya pada tumpukan matras yang agak berdebu. Ia sudah tidak peduli lagi kalau seragam putihnya itu kotor.

Jaemin memejamkan matanya, menumpahkan lengannya tepat di atas matanya. Sejujurnya, ia tak apa semua orang membencinya. Asal jangan sahabatnya, jangan orang-orang terdekatnya.

"Haha, ternyata sesakit ini ya dikhianati temen sendiri," gumamnya seraya tertawa miris dalam pejaman matanya.

"It's okay, akan lebih baik kalo lo nangis."

Mata Jaemin sontak terbuka, menatap pria yang berdiri tepat di samping wajahnya yang tengah memandangnya kelewat datar.

"Lo siapa?"

BERSAMBUNG

Don't forget to voment guys!
Thank you!

FAKE FRIEND || NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang