"Cia, kamu jadi pulang besok kan?" tanya Onti May di telepon."Jadi Onti, aku kayanya bakal sampe rumahnya malem. Mudah-mudahan jam 10an udah nyampe rumah," jawab Patricia sambil tangannya membuka passport miliknya untuk melakukan pengecekan.
"Onti ga perlu tungguin aku, kuncinya taruh aja di pot."
"Gak apa-apa, nanti Onti tungguin aja. Onti bakal siapin sup buat kamu."
"Oh ok deh, thank you Onti. Love you so much. Cia beres-beres dulu yah."
"Okay, Love you too."
"See you soon," kata Patricia mengakhiri percakapannya dengan bibinya di telepon.
Patricia merasa beruntung karena ada Onti May yang mau bantu jagain papah. Onti May adalah adik kandung dari ibunya yang meninggal bulan lalu karena sakit yang tak kunjung sembuh. Saat itu Patricia tidak dapat pulang karena ia harus menyelesaikan kuliahnya. Kesedihan dan penyesalan menghantuinya selama beberapa hari.
Perasaan sedih karena tidak dapat menemani ibunya di ujung usianya sempat membuat dirinya jatuh dan kehilangan arah. Beruntung ia masih memiliki teman seperti Jane dan Rob yang setia menemani dan menghiburnya. Merekalah sumber kekuatan bagi Patricia saat itu.
Kini perpisahan dengan kedua sahabatnya itu menjadi hal yang berat baginya. Jane dan Rob yang sedang membantu membereskan barang-barang milik Patricia pun tak kuasa menahan kesedihan mendengarkan percakapan telepon Patricia dengan bibinya. Mereka berdua bersedih membayangkan teman dekat mereka akan pergi jauh.
Usai menutup telepon, Patricia menatap kedua sahabatnya. Kesedihan terpancar dari wajah kedua sahabatnya itu. Patricia pun langsung mendekat dan berlutut. Sebuah pelukan hangat menyelimuti kedua orang sahabat yang selalu setia menemaninya dalam suka dan duka. Tak perlu kata-kata untuk mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih. Hanya perlu sebuah pelukan untuk mengungkapkan semuanya. Dan itu menjadi akhir dari kebersamaan mereka.
Keesokan harinya Patricia sudah berada di bandara. Jane dan Rob tidak dapat mengantar hari itu, namun itu tidak membuat Patricia sedih. Hari itu pikiran Patricia dipenuhi oleh perasaan gembira, karena akhirnya ia dapat pulang ke kampung halamannya untuk bertemu ayahnya dan Onti May. Dua tahun sudah mereka tidak berjumpa. Ini adalah momen yang sudah lama Patricia nantikan.
Dua belas jam perjalanan terasa sangat menyiksa. Kesabaran Patricia sedang diuji. Sepanjang perjalanan ia terus memikirkan keluarganya. Mendiang ibunya, ayahnya, dan juga Onti May menyelimuti pikirannya. Namun kini Patricia telah berdiri di depan sebuah pintu berwarna putih dengan hiasan kaca buram berbentuk lingkaran di tengahnya. Tempat di balik pintu ini menyimpan banyak kenangan. Bayangan akan orang yang datang dan pergi di dalam kehidupannya membuat Patricia terdiam sejenak. Ia menarik napas panjang sebelum akhirnya ia membunyikan bel.
"Iya sebentar," suara yang tidak asing bagi Patricia terdengar dari dalam rumah diiringi dengan suara langkah kaki seseorang.
Sebuah pelukan langsung mendarat begitu pintu di buka. Pelukan penuh rasa rindu dan sukacita.
"Oh Cia! Onti kangen banget. Onti udah tungguin dari tadi, ayo masuk. Sini Onti bawain kopernya,"
"Halo Onti. Udah gak usah Onti, Cia bisa sendiri." kata Patricia menolak pertolongan Onti May.
Kasian, Onti May sudah tau. Gak mungkin Patricia membiarkannya membawa koper yang beratnya hampir 20kg.
Patricia langsung masuk ke dalam sambil membawa kopernya. Patricia melongok ke kiri dan ke kanan, namun ia tidak melihat sosok ayahnya.
"Onti, papah mana?"
Mendengar pertanyaan Patricia, kegembiraan di wajah Onti May mendadak sirna.
"Papah kamu belum pulang," jawab Onti May lesu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy Issues
Romance"Papah kenapa diem aja?" Suara Patricia memecahkan keheningan. "Tadi katanya papah suka, papah barusan bohong yah?" "Ngga kok, papah ga bohong." "Klo gitu jangan cuma diem aja ngeliatin Cia kaya gitu, Cia kan malu. Papah boleh ngapain aja kok. Bukan...