Rara berlari menuju gerbang. Ia menoleh ke kanan kiri jalan yang sudah sepi dari anak-anak berseragam putih biru.
"Mampus gue!" umpatnya pelan.
Gadis itu menatap gerbang yang tertutup dengan gelisah. Ia terlambat masuk ke sekolah.
Rara melihat satpam yang biasa menjaga gerbang tengah pergi entah kemana. Dengan hati-hati, tangannya memegang teralis besi di depannya dan mencoba untuk menggesernya terbuka, tapi tidak berhasil.
"Masak gue harus bolos di hari pertama sih?" gumamnya dengan kalut.
"Ngapai lo?"
"Ah!"
Rara menoleh ke belakang. Ada seorang cowok berdiri sambil mengemut permen lolipop di mulutnya.
"Lo juga telat? Gerbangnya udah dikunci," ucapnya kesal. Ia heran dengan pose santai cowok di depannya. Wajahnya seperti tidak ada beban padahal mereka sudah terlambat lebih dari dua puluh menit.
Cowok itu menarik ujung lolipopnya. Ia melihat ke gerbang dan pos satpam yang sepi, lalu menyeringai. "Tsk. Gue nggak pernah telat. Yang ada gerbangnya ditutup kepagian."
"Cowok gila," umpat Rara. Ia melihat nametag di seragamnya. Terbordir sebuah nama yang membuatnya yakin bahwa cowok itu juga masih kelas satu. Terlihat dari seragam dan bordirannya yang masih baru.
Namanya Baskara Yanuar A., tidak tahu apa singkatan dari A di nama belakangnya. Mungkin Alien karna kelakuannya sedikit unik. Ia berdiri di dekat kunci gerbang, lalu meraih kunci geser dan membukanya dari balik teralis.
"Lo gila?!" pekik Rara.
"Shh! Lo mau masuk nggak?"
"..."
Rara melihat ke lingkungan sekitar. Ia memang tidak mau membolos, tapi masuk dengan cara ilegal seperti ini juga sedikit meragukan. Ia terdiam sambil menggigit bibir bawahnya.
"Kalo lo mau berdiri gemeter di depan gerbang sampek bel istirahat ya, silahkan!" desis Baskara.
Rara akhirnya mengangguk. Ia ingin masuk, asalkan mereka tidak ketahuan.
Tangan Baskara masih sibuk menggeser kunci gerbang perlahan. Ia tak mau ada guru atau satpam yang datang karna mendengar gesekan dua besi itu.
Srekkk!
Baskara berhenti sejenak. "Ini kunci nggak pernah dikasih oli apa? Brisik banget!"
"Pelan-pelan aja," bisik Rara yang sudah keringat dingin.
Brummm!!!
Tiba-tiba ada motor Ninja yang lewat di jalan itu dengan suara brisik.
Srekk!!
Baskara memanfaatkan suaranya untuk menutupi aksinya. Kunci sudah terbuka!
Rara menahan nafas saat cowok itu menggeser gerbangnya sedikit. Beruntung roda gerbang sudah sering diolesi oli, jadi mereka bisa membukanya dengan mulus.
"Buruan masuk!" desak Baskara saat ia berhasil membuat celah yang cukup untuk lewat satu orang.
Rara menatapnya cemas, ia lalu masuk dan menunggu Baskara mengikutinya. Tapi cowok itu justru anteng diantara celahnya. Setengah badannya sudah masuk, tapi sebelahnya lagi masih di luar.
"Lo ngapain disitu, cepetan masuk!" bisik Rara.
"Bentar, tas gue nyangkut di gerbang!"
Rara terkejut, ia lalu memeriksanya melalui teralis dan benar saja. Tali tas Baskara tercantol di salah satu ujung teralis yang mencuat. Ia memeriksa sekitar gerbang, memastikan tidak ada orang.
"Tunggu, gue bantu!" Rara memegang tali tasnya dan menariknya ke atas.
Tak lama kemudian, Baskara berhasil masuk. Rara segera menggeser gerbang tertutup. Ia akan kembali menguncinya, tapi tangannya ditahan oleh Baskara.
"?!" Rara menoleh terkejut.
"Nggak usah dikunci, entar kedengeran suaranya. Kita pergi ajan," jelas Baskara.
"Tapi..." Rara tak melanjutkan ucapannya.
Jika tidak dikunci, bisa saja ada orang masuk sembarangan. Terlebih jika Pak Satpam menyadarinya, ia akan curiga.
"Nggak papa, lo tadi bilang udah telat?" Baskara menaikkan sebelah alisnya. Ia lalu pergi begitu saja.
Rara melihat jam di tangan kirinya. Sudah pukul 07.35! Segera ia berjalan cepat menuju kelasnya, 7A.
Saat tiba di dekat gedung, Baskara menarik Rara tepat saat Pak Satpam lewat. Mereka bersembunyi di balik semak tanaman bunga Pecah Piring.
Rara menahan nafas, ia menunggu Pak Satpam lewat dengan hati berdebar. Sepertinya penjaga gerbang depan itu baru saja dari arah toilet. Beruntung ia tak bertemu dengannya.
Baskara melihat ke sekeliling, lalu melepaskan tas ranselnya dan menaruhnya dibalik semak. Ia menoleh ke Rara. "Lepas tas sama jaket lo!"
"Lo mau ngapain?" tanya Rara dengan waspada. Ia mencengkram jaketnya dengan kuat.
"Apa sih yang lo pikirin? Buruan lepas, tinggal disini aja. Kalo nggak, entar ditanya yang macem-macem pas lewat ruang BK."
Rara berkedip, ia lalu segera melepas tas dan jaketnya. Lalu menaruhnya di bawah seperti cowok itu.
Lokasi kelas 7 memang berada di pojok sekolah. Satu-satunya jalan adalah melewati deretan ruang guru dan ruang BK.
Setelah itu, Baskara mengambil satu buku dari tasnya. Ia berdiri dan melihat ke bawah. "Kalo ditanya kenapa nggak bawa tas, bilang aja ditinggal di UKS."
Rara menatapnya terkejut, lalu mengangguk. Ia berdiri dan berjalan melewati ruang guru dengan aman. Saat sampai di depan ruang BK, benar saja... seorang guru konseling mencegat keduanya.
"Dari mana kalian? Jam segini belum masuk kelas?"
"Anu, Pak..."
"Kami dari ruang guru, Pak. Minta tandatangan yang waktu MOS masih kurang," potong Baskara cepat. Ia melirik cewek di sampingnya.
"Iya, Pak."
"Memang kurang siapa?" tanya guru berwajah galak itu.
"Kurang Bu Devi sama Bapak," jawab Baskara dengan lancar. Ia lalu membuka buku dan memperlihatkan daftar tandatangan yang memarin menjadi tugas mereka di masa MOS. Beruntung tidak ada tanggal pada daftar ttd itu.
"Oh? Saya belum tandatangan? Kemarin saya nggak masuk kerja soalnya."
Pak BK itu langsung memberi tandatangan di samping namanya. Ia lalu menoleh ke Rara. "Kamu udah dapet ttd saya?"
"Udah, Pak. Saya mintanya dua hari yang lalu," jawab gadis itu sambil menunduk kepala.
Pak Guru itu mengangguk dan melambaikan tangan mengusir keduanya. "Yasudah, kalian bisa kembali ke kelas! Jam pelajaran sudah dimulai, tapi biasanya hari pertama masih perkenalan."
"Makasih, Pak!" seru Baskara. Ia lalu menarik lengan Rara ke deretan kelas mereka.
"Lo nggak bisa bohong dikit ya?" tanya Baskara begitu mereka sampai taman yang menghubungkan antar kelas.
Rara mengerutkan wajahnya dan berbisik dengan nada protes, "Bukannya lo yang bilang, kalo tas kita ketinggalan di UKS!"
Baskara menepuk jidatnya dengan gemas. "Mana bisa Guru BK dikibulin segampang itu?! UKS aja ada di ujung sana!" tunjuknya ke arah yang berlawanan.
"Terus lo kok nggak briefing gue?"
"Gue kira lo pinter, tsk," decak Baskara.
Rara memukul bahunya dan melepaskan tangannya yang ditarik oleh cowok di depannya. "Apa maksud lo?!"
"Shh, udah sampai kelas lo. Sana pergi!" usir Baskara menoleh ke ruang dengan tulisan 7A di papan kelasnya sebelum pergi menjauh. Ia berada di kelas yang berbeda dengan Rara.
Rara mendengus kesal. Tapi ia sadar bahwa ia masih terlambat. Setelah menghirup nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri, ia mengetuk pintu dan masuk.
"Maaf, Bu. Mengganggu pelajaran."
"Kenapa kamu telat masuk?" tanya guru itu dengan heran.
Rara teringat ucapan Baskara, ia langsung beralasan, "Saya pergi ke UKS dulu tadi, tas saja juga masih tertinggal disana."
Guru perempuan itu melihat punggung Rara. Ia lalu mengangguk. "Kenapa ke UKS?"
"Perut saya tadi sakit, Bu."
"Sekarang sudah sembuh?" Guru itu melihat wajah Rara memang terlihat sedikit pucat.
"Sudah mendingan kok, Bu."
"Oke, kamu boleh duduk."
"Makasih, Bu."
Rara langsung meduduki satu-satunya bangku yang kosong. Kebetulan itu bangku kedua dari depan. Ia baru bernafas lega saat sudah duduk.
Pandangannya menoleh ke jendela, ia bertanya-tanya apakah Baskara akan berhasil masuk ke kelasnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Anak Nakal
ChickLitAlmira bertemu Askara, dari rasa sebal terus penasaran lalu kagum dan berakhir dengan cinta monyet. Sayangnya keduanya nyaman dengan status quo hubungan mereka. Bukan kekasih, Sahabat juga tidak termasuk, hanya teman. Saudaranya bilang, tidak ada pe...