tatap

6 2 0
                                    

Cavi pov

Setelah kemarin sempat tidak masuk sekolah. Bahkan dihari ke 2. Semuanya terlihat baik-baik saja. Namun, farsya masih terlihat kesal denganku. Bahkan Sampai beberapa hari selanjutnya.

Tepat di hari saat aku aku baru saja berangkat sekolah. Aku menatap punggungnya didalam kelas tepat setelah bel istirahat berbunyi. Tempat duduknya tepat didepan ku. Aku bahkan tak menyadarinya karna saat hari pertama, tempat itu diisi oleh murid lain kelasku.

Sanki yang sedari tadi sibuk dengan game bot ditanganyapun tiba-tiba menepuk punggungnya, membuatnya reflek berbalik.

Aku sedikit mengangkat alisku. Berharap dia bisa sedikit menatapku. Tapi, naasnya dia hanya berbalik menatap sanki dengan senyum tipisnya.

"Apa?"

"Gue laper.., makan yok?" Ajaknya

"Boleh, yokk" farsya langsung berdiri setelah menerima tawaran sanki. Aku sempat menggaruk telingaku  kecil melihatnya yang sudah berdiri, karna artinya aku tak punya celah untuk bertanya. Namun sanki menepuk pundaku.

"Yok ikut cav"

Setelah ajakanya, aku melihat farsya menjatuhkan pantatnya kembali dikursinya. Sanki yang juga melihatnya reflek menepuk pundaknya. Lalu melompat dari meja untuk duduk disampingnya.

"Ngapain duduk, gue dah bangun nih"

"Mager"

"Kok tiba-tiba banget sih.., lu pms apa gimane?"

Aku melihat jelas ekspresi wajah sanki yang kesal dengan gadis didepanya. Aku yakin sekali, dia kesal karna sanki juga menawariku ikut denganya.

"Dahlah. Sana pergi aja gue mager"

"Emang lu gak laper?"

"Gak mood. Ck udah ah sanaa pergi" ucapnya dengan mendorong punggung sanki.

Sanki menatapku. Berbisik pelan 'kenapa?' Sembari menunjuk gadis disampingnya. Aku hanya mengangkat pundaku. Bahkan aku juga tak  mengerti kenapa dia bersikap seperti itu.

Sanki yang menyerah ahirnya berdiri dan mengajakku untuk segera keluar dari kelas ini. Saat berada didepan pintu, aku mencoba mencuri pandang ke arah farsya. Menatapnya sesaat, dan benar saja, dia langsung memalingkan wajahnya, padahal jelas-jelas tadi sempat menatapku dengan mata sinisnya.

Yah, dia menghindariku. Aku memang tak peduli dengan sekitar, tapi bukan berarti aku tak memperhatikan. Sampai beberapa hari, hal itu terulang dengan beberapa hal yang berbeda.

***

Tepat diminggu setelahnya, aku mendapat kesialan pertamaku. Apalagi kalau bukan telat masuk sekolah, bukan apa-apa tapi aku yakin tipsyku tadi malam masih terlihat karna selebrasi balap lagi, dan sialnya, aku sendirian.

"Berdiri disini!"

Suara ketus itu kini menyeru tepat digendang telingaku. Aku sempat menghela nafasku dan menggeleng sembari menatapnya. Siapa lagi kalau bukan farsya, anak kesayangan guru BK. Sumpah, ini hari sial paripurna semenjak aku sekolah disini.

Aku berdiri ditengah lapangan. Menatap datar tiang bendera didepanku. Ini terlalu klise untuk sekolah ini menurutku.

"Ambil pemberat diujung lapangan itu"

Dia menunjuk sebuah pemberat diujung lapangan. Aku mendekat sesuai perintahnya, tapi siapa sangka. Pemberat ini dirangkai seperti tas gendong. Aku sempat terkejut lalu menatapnya yang sedang berdiri ditengah lapangan dengan mengatupkan alisku.

"Pake dong" ucapnya dengan ekspresi meledeknya.

Shit

Pemberat ini seperti lebih dari 10kg. Aku memang sudah terbiasa mengangkat beban. Tapi, mungkin bagi ukuran murid lain yang belum terbiasa, mereka akan kewalahan mengangkatnya.

I'M JAANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang