01.

119 20 1
                                    

Selamat membaca!!

****

Dua remaja berjenis kelamin perempuan dan laki-laki itu, tegah menikmati semilir angin yang menyapu lembut wajah mereka.

Keduanya saling menatap satu sama lain. Terdapat tatapan penuh cinta di mata keduanya.

"Cantik."

"Memang sejak kapan kamu liat aku jelek, huh?" Balasnya, sambil memonyongkan bibir.

"Sejak kapan ya? Oh ya! Kamu jelek kalo abis nangis!"

"Aku si gadis mental tahu, tapi kehidupan jahat banget sama aku. Jadinya cengeng deh," keluhnya.

"Tapi nggak masalah, mau sepahit dan segetir apapun hidup aku, aku di sini masih punya kamu."

"Terima kasih ya, untuk segalanya. Terima kasih karena kamu mau menjadi tempat pulang buat aku, i love you, Rio!!"

"Love you more, Sisil cantik!! Ini udah tanggung jawabku. Gadis baik kayak kamu harus di lindungi. Maaf ya, karena dunia terlalu kejam buat kamu yang baik hati."

"Tapi kamu jangan pernah merasa sendiri. Aku selalu ada di sini, di sisi kamu."

"Terima kasih, Rio!"

"Rio, ini udah hampir mau malam. Taman juga udah mulai sepi. Ayo pulang, aku takut di marahi Ayah."

"Ayo, princess."

****

Sisil tersenyum kecil sebagai sapaan kala melewati ayah dan bundanya.

"YaTuhan, melihat mukanya saja saya sudah sangat muak," ujar Arini, dengan nada keras. Sengaja, agar Sisil mendengar suaranya.

"Mengapa dia sungguh tidak tahu diri? Sudah di usir berkali-kali, tetapi tetap saja pulang kerumah," keluh Arini lagi.

Sisil menghentikan langkahnya, Membalikkan badan menghadap sang bunda. "Bunda, maafkan Sisil. Secepatnya Sisil akan pergi dari sini, sekali lagi maaf, bunda."

Ada dua hal yang tidak Sisil mengerti di dunia ini.

Pertama, matematika.
Kedua, mengapa kedua orangtuanya begitu membencinya.

"Seharusnya saya tidak memiliki anak seperti mu. Tidak berguna, pembunuh, pembawa sial," ucap pedas, Andre.

"Maaf, yah."

Sisil selalu di cap sebagai pembunuh. Padahal, dirinya sendiripun tidak mengerti maksud arti pembunuhan yang selalu di ucapkan oleh ayah dan bundanya.

Tidak ingin mendapatkan lebih banyak kata-kata menyakitkan. Sisil memilih pergi menuju kamarnya.

Jika tidak ada Rio di hidupnya, mungkin sudah lama ia memilih untuk menyerah.

Rio hadir ketika warna gelap di kehidupan Sisil mulai merekah. Kehadiran pria itu, memberi warna lain di hidupnya.

Sisil hanya punya Rio di hidupnya. Hidup Sisil pun hanya untuk Rio. Jika Rio memilih untuk pergi dari hidupnya, berarti tugas Sisil di dunia telah berakhir. Ia tidak memiliki alasan apapun untuk bertahan.

Drtdrtt

Mendengar nada dering dari handphonenya, Sisil dengan cepat melihat kontak yang menelpon dirinya. Tersenyum kecil kala mendapatkan nama Rio di layar telpon.

"Halo."

"Udah mandi belum?"

"Dih, aku baru aja nyampe, loh."

"Yaudah, sekarang kamu mandi sana. Bau! Nanti selesai mandi langsung ke depan rumah ya, aku udah pesan makanan buat kamu. Makan yang banyak, biar sehat."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RedupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang