Subuh hari itu ramai dengan riuh kokok ayam jantan yang berawal dari desa seberang. Langit masih gelap, baru ada setitik jingga mengintip dari kejauhan. Satu per satu jendela kayu mulai dibuka sebagai tanda pemilik rumah sudah siap memulai aktifitas, tanpa kecuali ibu Janu yang sekarang sedang melipat kain jariknya.
Ibu sedang duduk di atas gelaran tikar rotan yang setia menjadi alas tidurnya, dan dengan ditemani bantal kapuk yang sudah mulai mengeras, Ibu lepas penatnya di sana. Kedua daun jendela kamar sederhana itu sudah lebih dulu dibuka, membuat udara dingin yang membawa serta wangi samar bumbu dapur dari rumah-rumah di sekelilingnya masuk ke dalam. Ibu tahu, sudah tiba waktunya untuk pergi ke pasar untuk menjual sayur dan menukar kembali uang itu dengan bahan masak lainnya, sebab ada dua laki-laki di rumah yang harus ibu perhatikan; dua laki-laki yang ibu tidak pernah putus untaian doanya agar kelak bisa hidup lebih bahagia di setiap tanah yang mereka pijak.
Ibu terima jika harus hidup berteman dengan ketidakadilan, walaupun faktanya, Ibu memang tidak punya pilihan untuk bebas. Tapi tidak apa-apa. Ada Janu dan Teja yang pilihan hidupnya belum sepenuhnya terampas oleh keadaan. Masih ada harapan untuk mereka, tetap ada jalan meskipun kabut masih tebal. Jadi Ibu titipkan mimpinya untuk bisa hidup bahagia kepada dua anak laki-lakinya, di setiap malam sebelum Ibu menutup mata, setelah mencium kening keduanya yang sudah lebih dulu pulas.
"Janu, ayo bangun."
Suara ibu yang berulang mulai membangunkan alam bawah sadarnya. Dingin udara pagi turut merasuk ke dalam tubuh yang hanya berselimut kain jarik seadanya, membuat Janu perlahan membuka mata sambil sesekali mengusap wajah.
"Eh? Janu langsung bangun. Pintarnya anak Ibu."
Janu bangkit dari posisi tidurnya, sekarang duduk dengan posisi sedikit meringkuk dengan kedua tangan menarik kain jariknya untuk tetap melingkar pada tubuh bagian atasnya. Ibu tersenyum melihat Janu yang berusaha untuk segera bangun walau kedua mata mungil itu masih sesekali merapat menahan kantuk.
"Janu, tolong bangunkan Teja, ya? Ibu tinggal petik sayuran dulu."
Janu mengangguk tanpa menjawab, membuat Ibu mengangguk kecil lalu mengusap rambut Janu yang masih berantakan sebelum bergegas ke sungai untuk mengambil air sekaligus memetik sayur yang sengaja ibu tanam di pekarangan.
"Ja, bangun."
Teja bergeming, jarik yang menjadi selimutnya hanya menutupi bagian pinggang sampai ujung kakinya. Janu yang sudah benar-benar bangun pun heran melihat bagaimana sahabatnya itu tidak terganggu oleh dinginnya udara pagi walaupun hanya berselimut kain tipis, setengah badan pula.
"Teja. Bangun, Ja."
Janu terpaksa menggoyangkan lengan Teja sekarang. Walaupun dua usaha pertamanya gagal, tapi Janu tidak berhenti begitu saja. Ia balas dengan tepukan cukup keras pada bagian lengan yang sama dengan sebelumnya, ia tepuk lengan itu sampai menimbulkan suara. Cukup keras, sampai Teja akhirnya membuka mata.
"Sakit, Nu."
"Kamu sih, susah dibangunin."
"Ini kan sudah bangun?"
Teja menyusul duduk di sebelahnya. Rambutnya yang sedikit lebih panjang dari Janu jatuh menutupi sebagian wajahnya sebab sedikit membungkuk. Janu sudah selesai melipat jariknya, sudah ia letakkan pula di atas bantal tipisnya. Janu paksa tubuhnya untuk berdiri dan mendekat ke arah jendela, ia posisikan kedua tangannya saling memangku untuk kemudian ia jadikan alas menopang dagu. Warga desa sudah ramai melintas di depan rumahnya, membawa urusan masing-masing yang pasti tak akan Janu pahami. Kecuali jika itu berkaitan dengan keranjang sayur kosong seperti yang dibawa ibunya lewat barusan.
"Teja, ayo ikut Ibu ke sungai."
Teja sempatkan diri untuk memicingkan mata mendengar ajakan Janu yang tiba-tiba, tapi apa kuasanya untuk menolak? Jadi dengan setengah hati karena tetap ingin meringkuk di atas tikar, Teja akhirnya ikuti kemauan sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Berakhir - Woohwan
Fanfiction"Walaupun saya harus pulang ke negara asal ayah, saya akan tetap tunggu kamu." Dari Johannes untuk Janu. Di sini: Park Jeongwoo sebagai Janu So Junghwan sebagai Johannes Watanabe Haruto sebagai Teja