CHAPTER 1

1.2K 122 23
                                    

Pagi ini suasana di kediaman Wang tampak ramai setelah mendengar kabar bahwa hari ini akan datang calon pasangan bagi Yibo yang merupakan cucu dari Wang Talu. Seorang konglomerat terkenal yang memiliki banyak cabang perusahaan. Kabarnya ia telah mencarikan calon pasangan untuk cucunya ke mana-mana hingga akhirnya menemukannya di desa Ning.
 
Yibo sendiri adalah seorang pengusaha muda lulusan Amerika yang kini meneruskan perusahaan ayahnya yang sudah meninggal. Parasnya tampan dengan postur tubuh tinggi bak seorang model. Banyak gadis baik di kampusnya dulu di Amerika, maupun para karyawannya di perusahaan sangat mengagumi ketampanan pemuda itu. Sayangnya, meskipun tampan,  pintar, dan memiliki semua, tapi Yibo tidak pandai bergaul. Ia merupakan pribadi yang introvert dan kerap tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Hasilnya sang kakek harus selalu menegurnya.
 
"Kau sudah mendengar berita ayahmu yang akan membawa calon istri bagi Yibo sore ini?" tanya seorang wanita dengan dandanan yang modis dan bermerek dari ujung kaki hingga kepala pada sang suami yang sedang sibuk membaca dokumen yang menumpuk di meja.
 
"Hm," jawab lelaki yang bernama Yunxi itu tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen yang sedang ia baca.
 
"Kenapa kau tampak tenang? Jika Yibo menikah, dia akan mendapatkan semua kekayaan keluarga ini, dan kita akan dapat apa?" celetuknya lagi mencoba mendapatkan atensi sang suami.
 
Yunxi melepas kaca mata lalu menatap sang istri yang tampak khawatir. "Kau tak usah khawatir, bukankah kau tahu sifat Yibo bagaimana? Dia tak akan mudah menerima keputusan ayah."
 
"Kuharap begitu. Kalau tidak, bagaimana dengan nasib kita, Dylan dan Dilraba? Harusnya Dylan yang menjadi CEO di perusahaan Ayah, bukan Yibo yang memiliki perangai buruk seperti itu. Kabarnya wanita itu cantik, tapi berasal dari desa."
 
"Mau cantik atau tidak, Yibo adalah pemuda yang tak peduli dengan orang lain. Kurasa dia tak akan mudah jatuh cinta."
 
"Benar juga. Tak ada yang tahan dengannya selain putri kita yang selalu menempel padanya," sahut Yang Mi sedikit lega.
 
                     _____
 
Seorang pemuda dengan mole di bawah bibir kini sedang menatap sepanjang jalan yang ia lewati. Rumah, pepohonan, bukit-bukit yang tinggi seolah berpamitan padanya. Ada perasaan berat saat harus meninggalkan kampung halaman beserta ayahnya di desa yang sedang sakit, tapi karena janji yang harus dipenuhi, akhirnya ia menuruti permintaan sang kakek.
 
Hanya tiga bulan. Setelah semua selesai, aku akan kembali ke sini.
 
 
 
Xiao Zhan menghirup udara dalam-dalam. Ia sudah berpikir besok udara yang akan dihirupnya begitu sesak, penuh dengan manusia di ibu kota yang berlalu lalang.
 
"Tuan Xiao Zhan, kereta akan segera berhenti di stasiun," ujar seorang lelaki yang diminta kakek Wang mengantar Xiao Zhan hingga ke kediaman Wang. Ia hendak membawa koper Xiao Zhan, tapi pemuda itu segera berkata, "Tidak usah. Biarkan aku yang membawanya sendiri." Xiao Zhan segera merebut koper miliknya yang bergambar beruang sembari tersenyum kaku. Ia tidak pernah dilayani seperti ini. Meski Xiao Zhan bukan dari keluarga yang miskin, tapi pelayanan berlebihan tak pernah diterapkan di keluarganya.
 
Akhirnya lelaki itu mengalah, ia membiarkan Xiao Zhan turun membawa kopernya sendiri.
 
"Wah, inikah kota Beijing?" Xiao Zhan berkata dengan wajah takjub ketika pertama kali menginjakkan kakinya di kota yang penuh dengan teknologi itu.
 
"Benar. Selamat datang di kota Beijing. Sekarang, mari ikut saya. Kita sudah dijemput di sebelah sana." Lelaki berpapan nama Lee Han itu mengarahkan Xiao Zhan menuju tempat parkir yang tidak terlalu jauh dari pintu keluar stasiun. Di sana, terparkir mobil Lexus keluaran terbaru dengan bodi yang mulus dan tampilan yang mewah.
 
Mewah sekali? Harga mobil ini pasti sangat mahal. Kakek Wang ternyata sangat kaya raya.
 
Xiao Zhan tak berhenti menatap takjub pada interior mobil saat ia masuk ke dalam. Biasanya ia hanya menggunakan sepeda jika ingin berbelanja ke pasar. Baginya bersepeda sangat baik untuk kesehatan. Namun, Zhan teringat saat membonceng kakek Wang dengan ugal-ugalan di desa. Ia kemudian tersenyum sendiri saat kembali mengingat kejadian tersebut.
 
Pantas kakek berteriak seperti kesetanan. Dia belum pernah naik sepeda seperti itu di sini.
 
Selama perjalanan, Xiao Zhan dan paman Lee sempat berbincang sebelum kantuk melanda hingga mereka sampai di tempat tujuan.
 
"Tuan Xiao Zhan, kita sudah sampai," ucap paman Lee membangunkan Xiao Zhan yang tertidur dengan lembut.
 
Xiao Zhan membuka mata lalu menoleh ke sekitar. "Oh, rupanya kita sudah sampai."
 
Mereka pun keluar dari mobil dan segera masuk ke dalam rumah yang lebih mirip istana dengan halaman yang sangat luas. Tidak, ini tampak seperti observatorium bunga yang besar dan berjejer di sepanjang jalan menuju rumah. 
 
Tuan Lee tampak sabar menunggu Xiao Zhan yang masih sibuk memerhatikan sekitar. Mereka pun akhirnya masuk ke dalam setelah disambut beberapa pelayan yang sudah berdiri di depan pintu masuk.
 
Sepertinya jika aku ke sini sendiri, aku akan tersesat. Gumam Xiao Zhan tak henti memerhatikan setiap sudut ruangan yang dilewatinya.
 
"Tunggu! Siapa yang mengizinkan orang lain masuk ke rumah seenaknya?" Suara itu terdengar bersamaan sosok wanita yang datang sambil melipat kedua tangannya di dada.
 
"Dia bukan orang lain, Nyonya. Dia adalah Tuan Xiao Zhan yang merupakan calon tunangan Tuan Yibo yang baru saja tiba dari Yunnan," ujar Tuan Lee yang merupakan kepala supir yang kepercayaan Wang Talu—-kakek Wang Yibo yang berniat menjodohkan cucunya tersebut.
 
Yang Mi menatap Xiao Zhan dari atas hingga ke bawah. "Apa kakek sudah gila menjodohkan Yibo dengan seorang  pemuda kampung sepertinya?"
 
Tak terima dengan ucapan Yang Mi, Xiao Zhan segera menjawab, "Jangan salah paham.  Aku ke sini karena memenuhi undangan kakek. Selain dari itu, aku tak peduli. Tuan Lee, bisa Anda tunjukkan di mana kamarku? Aku sudah sangat lelah." Xiao Zhan menoleh pada Tuan Lee yang kini menatapnya takjub.
 
Jarang sekali ada orang luar yang berani menentang perintah Yang Mi yang terkenal sangat cerewet itu.
 
Yang Mi membuka mulutnya lebar. "Kau benar-benar tak sopan, ya! Jangan mentang-mentang ayahku mengizinkanmu tinggal di sini kau jadi tak tahu diri? Xiao Feng! Bawa desinfektan ke sini!" Perintah Yang Mi pada pelayan setianya itu.
 
"Anda jangan repot-repot membawanya. Lagi pula aku bukan berasal dari Wuhan. Jadi aku tak membawa virus berbahaya. Paling aku hanya membawa virus kemiskinan," celetuk Xiao Zhan sembari berjalan meninggalkan Yang Mi dengan santai sambil menggeret koper bergambar beruang miliknya.
 
Yang Mi tak habis pikir dengan ucapan Xiao Zhan. Ia tampak menggerutu tak ada habisnya.
 
"Ayah menemukannya dari mana, sih? Kenapa dia tiba-tiba ingin menjodohkan pemuda kampung sepertinya dengan Yibo?"
 
"Ibu, kenapa wajahmu seperti baju kusut seperti itu?" tanya Dilraba yang merupakan putri dari Yunxi dan Yang Mi sambil membawa satu cup ice cream.
 
Yang Mi menarik lengan Dilraba dan menunjuk ke arah di mana tadi Xiao Zhan pergi. "Kau tahu siapa calon tunangan Yibo?" Dilraba segera menggeleng sambil mengambil sesendok ice creamnya lagi.
 
Yang Mi segera mengeplak tangan sang putri dan kembali berkata, "Dia seorang lelaki kampung! Dan sekarang dia menuju kamar seenaknya."
 
Sontak Dilraba menggantungkan rahang hingga sendok ice creamnya jatuh begitu saja. "Apa kakek sudah gila? Bagaimana bisa menjodohkan kakakku yang tampan rupawan itu dengan seorang lelaki? Apa tak ada lagi wanita cantik di dunia ini?"
 
"Justru itu, ibu sangat heran ada apa dengan kakekmu itu. Dia sekarang sedang berlibur ke Hawaii menghabiskan uang untuk memancing," jawab Yang Mi sambil menghembuskan napasnya kasar.
 
"Tidak bisa dibiarkan!" Dilraba menyimpan cup ice creamnya di sudut meja lalu berjalan meninggalkan sang ibu.
 
———-
 
Tuan Lee membuka pintu kamar lalu menunjukkannya pada Xiao Zhan. "Di sini kamar Anda. Jika butuh apa-apa, bisa hubungi saya atau pelayan yang bertugas."
 
"Terima kasih, Paman. Bolehkah aku tahu di mana letak dapurnya? Terkadang aku suka memasak jika sedang lapar tengah malam, hehe," ujar Xiao Zhan malu.
 
"Anda tinggal belok di ujung lorong ini."
 
"Jangan memanggilku Tuan, panggil saja Xiao Zhan."
 
Tuan Lee tersenyum hangat. "Baiklah Xiao Zhan. Kalau begitu, selamat beristirahat." Tuan Lee segera pamit meninggalkan Xiao Zhan beristirahat.
 
Baru saja Xiao Zhan hendak menutup pintu, Dilraba datang dengan menahan pintu yang hendak ditutup dengan kakinya. "Kenalkan aku Dilraba. Keponakan Yibo gege," ujarnya sambil mengunyah permen karet.
 
"Bisakah berkenalan dengan cara yang lebih sopan?" Xiao Zhan membuka pintu lalu menatap Dilraba yang tampak santai menatapnya.
 
"Memangnya kau tahu apa itu tata krama?"
 
"Kau ini orang kota, bukan? Apa kau tidak belajar di kampus atau sekolahmu apa itu tata krama?"
 
"Kau ini orang kampung, tapi berani sekali mengguruiku," ujar Dilraba tak terima.
 
"Apa aku terlihat sedang mengguruimu? Aku hanya bertanya adakah pelajaran tata krama di sekolah atau kampusmu?" Xiao Zhan menjawab dengan santai sambil melipat kedua tangannya.
 
"Sudahlah! Aku tak ingin berdebat denganmu. Aku hanya ingin mengatakan bahwa Yibo gege memintaku memberimu kamar yang lebih layak karena kau adalah calon tunangannya."
 
"Kurasa kamar ini sudah cukup layak."
 
"Ini adalah kamar tamu biasa. Gege tak mau kau tidur di kamar biasa seperti itu. Jadi tadi dia menelepon dan memintaku memindahkanmu ke kamar yang lebih bagus."
 
Xiao Zhan yang sudah lelah setelah seharian perjalanan akhirnya menghela napas lalu berkata, "Lalu di mana kamarku?"
 
"Ikuti aku!" Dilraba berjalan mendahului Xiao Zhan yang mengikuti dari belakang sambil menggeret koper beruangnya.
 
Sesekali Dilraba melirik pada koper milik Xiao Zhan yang bergambar beruang sambil tersenyum mengejek.
 
"Di sini kamarmu." Dilraba membuka kunci pintu kamar itu lalu menunjukkannya pada Xiao Zhan.
 
"Baiklah. Bisa aku istirahat sekarang?" ujar Xiao Zhan yang tak memiliki tenaga untuk berdebat lagi. Ia merasa lelah karena seharian melakukan perjalanan kereta ke kota. Ia memilih menggunakan kereta api karena takut ketinggian dan tak pernah menggunakan pesawat. Meskipun kakek Wang sudah mengirim mobil untuk menjemputnya, Xiao Zhan menolak dan memilih menggunakan kendaraan umum.
 
"Oke. Senang bertemu denganmu." Dilraba menutup pintu sembari berjingkrak girang.
"Jika gege sampai tahu kamarnya ditiduri orang lain, aku yakin akan ada perang dunia ketiga." Pasalnya Yibo sangat sensitif terhadap sesuatu yang bukan miliknya. Ia juga tak suka kamarnya dimasuki oleh sembarang orang.
 
Xiao Zhan segera merebahkan tubuhnya yang lelah ke atas kasur. Aroma bergamout langsung menyapa indra penciumannya. "Wangi sekali," gumam Xiao Zhan sembari memejamkan mata. Ia sudah tak memiliki tenaga untuk mencuci muka dan sekedar berganti pakaian.
 
_________
 
"Yibo, apa kau akan mabuk terus seperti ini? Hentikan dan pulanglah," ujar seorang lelaki muda berjas sambil menggoyang-goyang tubuh Yibo yang tertidur.
 
Sejak kemarin ia memang datang ke tempat ini hanya untuk mabuk lalu tertidur di bar hingga pagi hari. Setelah mengetahui kabar bahwa Nazha—-wanita yang ia suka sejak SMA dan merupakan sekretarisnya di kantor—-akan segera bertunangan, Yibo tampak frustrasi. Padahal selama ini hubungannya dengan wanita itu baik-baik saja. Yibo juga berniat mengutarakan isi hatinya minggu depan tepat di pesta perayaan keberhasilan perusahaan karena telah mencapai target.
 
"Kau tak mengerti Ding Wei." Yibo mendongak dengan tatapan tajam seolah ingin memakan manusia hidup-hidup.
 
"Kau yang terlambat. Lagi pula kau juga akan dijodohkan dengan calon pilihan kakekmu, bukan? Jadi hal yang wajar jika Nazha mencari lelaki lain," ujar Ding Wei yang tahu bagaimana perasaan Yibo pada gadis itu. Ding Wei adalah kepala divisi bagian pemasaran yang merupakan sahabat Yibo. Ia cukup paham situasi yang dihadapi sahabatnya saat ini.
 
Yibo tak menjawab ucapan sang sahabat. Ia menyambar kunci mobil dan berjalan melewati Ding Wei menuju mobilnya. 
 
Sepanjang perjalanan Yibo tak henti-hentinya berpikir apa yang salah dengan dirinya hingga tak pernah bisa mengutarakan isi hati. Apakah dirinya terlalu acuh? Atau kurang ekspresif? Ditemani pemikirannya yang kacau, Yibo akhirnya sampai ke rumah dan segera menuju kamar. Ia menghempaskan tubuhnya di ranjang dengan tangan yang direntangkan. Namun, keningnya berkerut saat melihat seseorang tengah tertidur pulas di ranjangnya.
 
Yibo mendekatkan wajahnya demi menatap sosok yang kini tertidur dengan wajah yang damai.  Bibir Yibo menyunggingkan sebuah senyuman tipis lalu ia kembali menghempaskan tubuhnya di ranjang sembari memejamkan mata.
 
Cantik ....
 
 
 


Ff ini sudah ada dalam bentuk PDF-nya, loh! ♡♡♡ yang penasaran sama kisah cinta mereka, langsung koleksi PDF-nya, yuk!

Ff ini sudah ada dalam bentuk PDF-nya, loh! ♡♡♡ yang penasaran sama kisah cinta mereka, langsung koleksi PDF-nya, yuk!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 
 
 

Hate You, Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang